Kita lahir tidak punya apa-apa, bahkan sehelai kain untuk menutupi tubuh kita. Begitu juga ketika mati, kita tidak punya apa apa kecuali seutas kain belacu (putih) untuk menutupi tubuh kita. Apa yang harus kita banggakan semua harta benda. Semuanya pada hakikatnya adalah karena Allah. Terlalu bodoh ketika kita mengagungkan harta benda sebagai sesuatu yang menjadi segala-galanya dalam hidup ini.


Saturday, 8 July 2017
Berdoa Kepada Yang Lain
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Jangan Mementingkan Diri Sendiri Sahaja (Ananiah)
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita ananiah ? Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.
Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah rnenciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis). Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam Al-Qur’an: “Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya.” (Qs.Asy-Syam : 7-10) “dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”(Qs: Luqman ayat 18:2.)
Contoh-Contoh Perilaku Ananiah
Tidak peduli terhadap penderitaan orang lain
Tidak mau membantu orang yang ditimpa kesusahan
Selalu ingin menang sendiri
Merasa diri paling memiliki kelebihan Angkuh, sombong, dan tidak mau bergaul dengan orang yang lebih rendah dari dirinya
Menganggap lemah dan remeh terhadap orang lain
Tidak mau menerima masukkan, saran, kritik, dan nasihat dari orang lain
Cara Menghindari Perilaku Ananiah
1. Senantiasa sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Hal ini tercermin dalam Pancasila sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
2. Menghargai pendapat atau saran dari orang lain
3. Senantiasa menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing
4. Tanamkan keimanan yang kuat agar tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia ke jurang kesalahan dan dosa
5. Perbanyak membaca dan belajar berbagai ilmu pengetahuan yang di miliki, serta kurangnya pergaulan pelaku dengan sesamanya.
6. Perbanyak bergaul dengan orang-orang yang bijak, banyak ilmunya, mulia akhlaknya, serta taat beribadah, sehingga kelak dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
Larangan Bersikap Ananiah
Islam melarang umatnya bersikap ananiah dan mendidik umatnya agar pandai-pandai menghormati orang lain sebagaimana wajarnya. ’Aisyah r.a. berkata sebagai berikut. Artinya: Rasulullah saw.. menyuruh kita agar kita menghormati manusia (orang lain) sesuai dengan kedudukannya. (H.R. Muslim dari ‘Aisyah).[1] Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut. Artinya : Tidaklah seorang anak muda yang memuliakan orang tua karena ketuannya, melainkan Allah akan mengadakan baginya orang yang akan memuliakan dia setelah tuanya. (H.R. at-Tirmizi nomor 1945 dari Anas bin Malik).
Apabila kita sebagai generasi muda mau menghormati yang tua, insya Allah kelak (setelah tua) akan dihormati pula oleh yang muda. Dengan demikian , hadis di atas sebagai motivasi bagi kita untuk menghormati orang lain (terutama yang lebih tua). Walaupun pada hadist di atas dikatakan menghormati orang tua karena ketuaannya, bukan berarti bahwa selain orang tua tidak dihormati. Semua wajib dihormati sebagaimana diri kita ingin dihormati. Salah satu bentuk menghormati orang lain ialah menjaga diri agar tidak bersikap ananiah atau egois. Sebenarnya kehidupan semacam itu justru bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk social. Artinya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Bayangkan, bukankah untuk bisa berpakaian saja, kita membutuhkan peran orang banyak. Untuk bisa makan juga membutuhkan peran orang lain, yaitu orang yang menyediakan beras, lauk pauk dan sebagainya.
Karena itu, kita harus bisa hidup bersama dengan orang lain. Tanpa orang lain kita bukan apa-apa dan tidak akan bisa menjadi apa-apa. Sifat ananiah bertentangan dengan agama Islam. Karena Islam tidak pernah menganjurkan atau membolehkan pemeluknya untuk menjadi orang yang egois di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT memerintahkan kita untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan Allah SWT melarang kita untuk tolong-menolong dalam hal kejelekan. Allah berfirman yang berbunyi : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS: Al-Maidah: 2)
Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : “Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71) Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Pengusaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara. Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedhaliman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah.
Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan. Firman Allah subhanahu wa ta'ala : “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : “Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya). Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji. Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah.
Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepekaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain.
Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah. Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai; Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia” (Ali Imran : 112).
2. Pengikat Hati “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen. Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “Berjama’ah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab” (HR. Ahmad).
“Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah” (HR. Tirmidzi). Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh; “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama “Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain : “Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya). ·
Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini. ·
Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dan lain lain.
Ghadab GADHAB (baca: ghodhob)
Secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”.
Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya. Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif. Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya. Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya.
Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan). Marah Karena Allah Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah subhanahu wa ta'ala, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as. Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”. Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an: “Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….” (QS. Al A’raaf: 71)
Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah.
Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya: Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll.
Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada. Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.
Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati. Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah.
Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)
Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut. Hasad adalah akhlak tercela.
Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll. Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka. Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang.
Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak. Namimah Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman.
Pada edisi yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah tangga, masyarakat dan negara Pengertian An-Namimah (menebar fitnah)
Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya
Namimah merupakan salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat buruk dan sangat merugikan. Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing, sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan diri dari sifat tercela ini. Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan
Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi. Gibah Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati. Allah berfirman. .Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang melakukannya. Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah. Dalil yang menyebutkan tentang ghibah “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta".
Ghibah yang dibolehkan Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain. Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran. Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
Allahu Akbar
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita ananiah ? Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.
Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah rnenciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis). Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam Al-Qur’an: “Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya.” (Qs.Asy-Syam : 7-10) “dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”(Qs: Luqman ayat 18:2.)
Contoh-Contoh Perilaku Ananiah
Tidak peduli terhadap penderitaan orang lain
Tidak mau membantu orang yang ditimpa kesusahan
Selalu ingin menang sendiri
Merasa diri paling memiliki kelebihan Angkuh, sombong, dan tidak mau bergaul dengan orang yang lebih rendah dari dirinya
Menganggap lemah dan remeh terhadap orang lain
Tidak mau menerima masukkan, saran, kritik, dan nasihat dari orang lain
Cara Menghindari Perilaku Ananiah
1. Senantiasa sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Hal ini tercermin dalam Pancasila sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
2. Menghargai pendapat atau saran dari orang lain
3. Senantiasa menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing
4. Tanamkan keimanan yang kuat agar tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia ke jurang kesalahan dan dosa
5. Perbanyak membaca dan belajar berbagai ilmu pengetahuan yang di miliki, serta kurangnya pergaulan pelaku dengan sesamanya.
6. Perbanyak bergaul dengan orang-orang yang bijak, banyak ilmunya, mulia akhlaknya, serta taat beribadah, sehingga kelak dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
Larangan Bersikap Ananiah
Islam melarang umatnya bersikap ananiah dan mendidik umatnya agar pandai-pandai menghormati orang lain sebagaimana wajarnya. ’Aisyah r.a. berkata sebagai berikut. Artinya: Rasulullah saw.. menyuruh kita agar kita menghormati manusia (orang lain) sesuai dengan kedudukannya. (H.R. Muslim dari ‘Aisyah).[1] Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut. Artinya : Tidaklah seorang anak muda yang memuliakan orang tua karena ketuannya, melainkan Allah akan mengadakan baginya orang yang akan memuliakan dia setelah tuanya. (H.R. at-Tirmizi nomor 1945 dari Anas bin Malik).
Apabila kita sebagai generasi muda mau menghormati yang tua, insya Allah kelak (setelah tua) akan dihormati pula oleh yang muda. Dengan demikian , hadis di atas sebagai motivasi bagi kita untuk menghormati orang lain (terutama yang lebih tua). Walaupun pada hadist di atas dikatakan menghormati orang tua karena ketuaannya, bukan berarti bahwa selain orang tua tidak dihormati. Semua wajib dihormati sebagaimana diri kita ingin dihormati. Salah satu bentuk menghormati orang lain ialah menjaga diri agar tidak bersikap ananiah atau egois. Sebenarnya kehidupan semacam itu justru bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk social. Artinya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Bayangkan, bukankah untuk bisa berpakaian saja, kita membutuhkan peran orang banyak. Untuk bisa makan juga membutuhkan peran orang lain, yaitu orang yang menyediakan beras, lauk pauk dan sebagainya.
Karena itu, kita harus bisa hidup bersama dengan orang lain. Tanpa orang lain kita bukan apa-apa dan tidak akan bisa menjadi apa-apa. Sifat ananiah bertentangan dengan agama Islam. Karena Islam tidak pernah menganjurkan atau membolehkan pemeluknya untuk menjadi orang yang egois di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT memerintahkan kita untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan Allah SWT melarang kita untuk tolong-menolong dalam hal kejelekan. Allah berfirman yang berbunyi : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS: Al-Maidah: 2)
Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : “Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71) Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Pengusaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara. Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedhaliman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah.
Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan. Firman Allah subhanahu wa ta'ala : “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : “Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya). Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji. Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah.
Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepekaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain.
Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah. Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai; Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia” (Ali Imran : 112).
2. Pengikat Hati “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen. Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “Berjama’ah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab” (HR. Ahmad).
“Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah” (HR. Tirmidzi). Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh; “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama “Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain : “Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya). ·
Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini. ·
Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dan lain lain.
Ghadab GADHAB (baca: ghodhob)
Secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”.
Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya. Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif. Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya. Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya.
Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan). Marah Karena Allah Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah subhanahu wa ta'ala, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as. Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”. Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an: “Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….” (QS. Al A’raaf: 71)
Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah.
Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya: Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll.
Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada. Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.
Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati. Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah.
Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)
Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut. Hasad adalah akhlak tercela.
Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll. Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka. Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang.
Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak. Namimah Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman.
Pada edisi yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah tangga, masyarakat dan negara Pengertian An-Namimah (menebar fitnah)
Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya
Namimah merupakan salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat buruk dan sangat merugikan. Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing, sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan diri dari sifat tercela ini. Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan
Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi. Gibah Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati. Allah berfirman. .Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang melakukannya. Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah. Dalil yang menyebutkan tentang ghibah “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta".
Ghibah yang dibolehkan Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain. Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran. Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
Allahu Akbar
Hadiah Orang Mu’min Adalah Kematian
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
“Hadiah Orang Mu’min Adalah Kematian.” (HR Thabrani Dan Al-Hakim)
Nabi SAW menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Ketika kita sudah mengetahui bahwa kematian orang yang kita cintai, mungkin saja adalah sebuah hadiah dari Allah SWT, lalu tidak ada gunanya bagi orang yang ditinggal mati meratapi dan berkeluh kesah. Karena jika yang meninggal gembira menerima hadiah, tentu tidak pantas kita menangisinya.
Sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang ditinggal mati oleh orang-orang yang dicintainya, maka tidak ada pelajaran yang paling baik kecuali kisah Ummul Mukminin, Ummu Salamah ra.
Dalam sebuah hadits shahih yang bersumber dari Ummu Salamah, ia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak ada seorang hamba pun yan ditimpa musibah lalu mengucapkan: Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun. Allahumma jurnii fii mushibatii wakhluflii khairan minhaa. (Sesungguhnya kami milik Allah, kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berikanlah pahala kepadaku lantaran musibah yang menimpaku ini dan berikanlah ganti kepadaku dengan yang lebih baik dari musibah ini). Kecuali Allah akan memberinya pahala lantaran musibahnya dan akan mengganti musibahnya dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”
Ummu Salamah berkata: ”Ketika Abu Salamah (suaminya) wafat, aku berdoa sebagaimana perintah Rasulullah padaku, dan ternyata kemudian Allah SWT memberiku ganti yang lebih baik daripada musibah itu, yaitu pribadi Rasulullah SAW yang menggantikan kedudukan suaminya dahulu.
Jadi doa yang paling mustajab bagi orang yang ditinggal pergi kekasihnya adalah:
إنا لله و إنا إليه راجعون, اللهم أَجُرْني في مصيبتي و اخْلُفْ لي خيرًا منها.
Friday, 7 July 2017
Aurat Wanita Mahkota Yang Perlu DiPelihara Dan DiJaga KesucianNya
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Aurat adalah kehormatan wanita yang perlu dipelihara dengan sebaik mungkin. Oleh yang demikian setiap wanita perlu mempertahankan kecantikan ini dan bersyukur di atas anugerah yang telah dikurniakan oleh Allah SWT. Islam telah pun menggariskan beberapa panduan agar kemuliaan dan kehormatan wanita dapat dijaga dengan baik. Justeru, akan berkongsi dengan pembaca mengenai tafsir Surah an-Nur ayat yang ke-31 yang berbunyi :
“…Dan hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka…”
Sayyid Qutb Rahimahullah telah menukilkan kitab tafsirnya yang terkemuka iaitu Tafsir Fi Zilalil Qur’an bahawa Al-jaib adalah belahan baju di bahagian dada.Khimar adalah kain penutup kepala,leher dan dada untuk menutup godaan-godaan fitnah yang ada padanya.
Janganlah seorang wanita memperlihatkannya kepada mata-mata yang kelaparan, bahkan kepada mata yang sekadar melintas.Orang-orang bertaqwa selalu menjaga diri dari godaan pandangan itu, baik dengan membiarkan orang melihat mahupun mengulanginya lagi.
Kerana kadangkala setelah pandangan tertuju kepada fitnah-fitnah nafsu itu, maka nafsu itu menjadi terpendam dan bergelora. Apatah lagi, jika fitnah-fitnah itu dibiarkan terbuka.
Sesungguhnya Allah tidak ingin menjerumuskan hati-hati orang-orang yang beriman kepada ujian dan musibah seperti ini!
Wanita-wanita mukminat yang mendapatkan peringatan tentang larangan ini dengan hati yang disinari cahaya Allah tidak akan pernah terlambat meresponnya melalui ketaatan, walaupun secara fitrahnya mereka ingin tampil dengan perhiasan dan kecantikan.
Wanita-wanita pada zaman jahiliyyah sebagaimana yang terjadi pada jahiliyyah moden ini dengan mudah membuka dadanya dihadapan lelaki. Bahkan, leher, bonggol rambut dan anting-anting dibiarkan terbuka atau lebih daripada itu.
Setelah Allah memerintahkan wanita untuk menutupi dadanya dengan khimar serta tidak menampakkan perhiasannya, wanita-wanita mukminat bersikap seperti yang telah digambarkan oleh
‘Aisyah dalam riwayat Bukhari: “Semoga Allah sentiasa merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama. Setelah Allah menurunkan ayat ‘…Dan hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka …’, maka mereka merobek pakaian mereka, kemudian menjadikannya sebagai kain yang menutupi tubuh mereka.”
Safiyyah binti Syaibah berkata:
“Ketika kami berada di sisi ‘Aisyah, kami menyebut-nyebut tentang keistimewaan wanita-wanita Quraisy.Maka, ‘Aisyah pun berkata ‘Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keistimewaan. Sesungguhnya demi Allah, aku tidak pernah melihat wanita yang lebih utama daripada wanita Ansar. Mereka paling percaya dengan al-Qur’an. Tidak ada wanita yang lebih beriman kepada ayat yang turun terhadap mereka.Ketika turun ayat 31 dari Surah an-Nur, ‘…Dan hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka …’, kaum lelaki dari Ansar segera pulang ke rumah masing-masing untuk membacakan ayat yang turun kepada wanita-wanita mereka. Seorang lelaki membacakan kepada isterinya, anak wanitanya, dan saudarinya, bahkan kepada setiap kerabatnya.
Maka, tidak seorang pun dari wanita itu melainkan bersegera mengambil pakaian mereka, kemudian mengikatnya ke kepala mereka, sebagai pembenaran dan keimanan mereka terhadap ayat yang diturunkan Allah dalam kitabnya.Pada pagi hari, mereka telah berada dibelakang Rasulullah dengan pakaian terikat di kepala seolah-olah di atas mereka ada burung gagak’.”
Islam telah mengangkat citarasa masyarakat Islami dan membersihkan pengiktirafan terhadap kecantikan. Sehingga, bukan lagi tabiat haiwan yang lebih dominan dalam mengukur kecantikan. Namun, tabiat manusiawi telah terbentuk dan terdidik. Kecantikan kerana membuka aurat dan tubuh merupakan kecantikan yang bercitarasa rendah dan darjat bintang, walaupun penuh dengan keserasian dan kesempurnaan.
Sedangkan kecantikan yang berkarakter itulah kecantikan suci yang mengangkat apresiasi seseorang terhadap kecantikan, manjadikannya layak dan sesuai bagi manusia serta meliputinya dengan kebersihan dan kesucian pancaindera dan khayalan.
Demikianlah Islam saat ini membangun apresiasi dalam barisan wanita-wanita mukminat, walaupun citarasa umum telah rosak dikuasi oleh nafsu haiwan dan membuatnya cenderang kepada buka-bukaan, telanjang, dan lepas kendali seperti binatang. Wanita-wanita mukminat itu dengan penuh ketaatan dan kesedaran menutupi bahagian-bahgaian fitnah tubuh mereka, dalam masyarakat yang senang dengan buka-bukaan dan bersolek secara berlebihan serta para wanita bebas merayau dan menggoda lelaki seperti si betina merayu ke kepada si jantan.
Kehormatan dengan penuh rasa malu ini merupakan salah satu langkah berjaga-jaga untuk menjaga individu dan jamaah. Oleh kerana itu, ketika fitnah aman, Al-Qur’an membolehkan untuk meninggalkan perintah itu. Sehingga, dikecualikan para lelaki mahram yang biasanya cenderung tidak tertarik dan biasanya syahwat mereka tidak bangkit..
Aku Tak Punya Apa Apa
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Kekosongan
Aku tak punya apa apa!
Aduhai …..
Memang aku tak punya apa apa. Apa saja dalam hidup ini. Kekosongan sering merengkuh kehidupan ini. Bukan aku menyesal. Tidak sedikit pun hati ini mengeluh apabila aku ditinggalkan sesiapa saja. Ibu ku, ayah ku atau sesiapa saja yang ku sayangi didunia ini yang amat aku dambakan kasih sayangnya.
Aku memang telah terbiasa keseorangan. Mungkin aku akan keseorangan dimasa mendatang. Malah aku rasa manusia yang biasa dengan kesunyian dan keseorangan ini punya kekuatan untuk meneruskan kehidupan yang bermakna!
Apakah orang orang yang menyayangi kita dan sering bersama kita dan disekeliling kita dapat mengisi kekosongan jiwa ini?
Ketika waktu memisahkan kita dari insan disekeliling kita dan sang sunyi sedang mengisi ruang batin kita dan hari hari yang kita lalui sebagai pelajar yang sentiasa sibuk dan stress dengan assingnment dan tugasan yang tak pernah habis hingga saban hari saban waktu kita lalui waktu yang rutin. Kita tidak tersedar bahawa kita menyembunyikan jiwa yang kosong.
Bersama teman teman kita bahagia sebentar. Bersama halakat dan usrah kita terasa, terisi jiwa dan iman dan ketenangan. Namun itu semua itu bersifat sementara. Ada saatnya kita terasa sayu. Sunyi dan terasa kehilangan!
Kenapa jiwa kita begini? Apakah kita kehilangan sesuatu?
Terkadang kita menangis sendirian.
Tidak tahu apa yang kita tangiskan.
Semua jauh dari kita. Yang dulunya amat dekat!
Ibu ayah, saudara dan teman teman dahulu yang kita pernah bersamanya!
Tidak bersama kita ini saat ini.
Kita rasa terpisah. Kita rasa kita terhukum!
Ada antara kita punya teman istimewa yang kita berjanji bersamanya disuatu hari nanti. Namun apakah itu pencarian hakiki kita dan dapat mengisi jiwa kosong kita tika ini? Mungkin dia juga akan meninggalkan kita pabila mendapat yang terbaik selain kita. Tiada jaminan semua itu. Apakah teman itu akan dapat memberi apa yang kita kehendaki dalam hidup ini? Seperti punya keluarga dakwah yang kita dambakan. Kasih sayang yang punya aura romantik yang kita citakan? Bolehkah kita yakin dengan semua itu?
Ini semua mengajar ku apabila aku ditinggalkan terpingga pingga oleh seseorang yang telah mencetuskan jiwa cinta untuk ku. Meninggalkan aku disebabkan asbab yang amat kecil!.. Waktu yang mengajakku memujuk kesudut kesendirian akhirnya semakin mengkelanakan aku untuk berjalan mengelilinginya.
Perjalanan kehidupan manusia ini yang begitu menarik bagiku, sentiasa mengajakku untuk merenungi lama dan menyadarkan ku kembali untuk menghayati hakikat perjalanan hidup ini.
Perjalanan hidup yang mencabar dan menghadapi berbagai jenis manusia akhirnya mengajak ku untuk mengoreksi diri supaya berhati hati..
Terkadang ada kebahagiaan dalam kekosongan ini. Dalam kesunyian ini. Biar pun adakala nya kita memerlukan seseorang disamping agar bertanya tentang kita. Agar dapat berbagi kasih dengan kita.
Namun …
Orang yang biasa dengan kesunyian dapat menilainya. Ada pun terkadang kita seolah olah mencari Tuhan yang hilang. Subhanallah... Bukan niat ku mengatakan Tuhan itu hilang tapi kita sebenarnya kehilangan Tuhan dicelah kesunyian ini.
Peristiwa peristiwa hidup yang yang ku lalui mengajak ku pada kesimpulan betapa ini adalah perjalanan misteri terkadang menghempas ku ketitik sepi dan aku seolah menghabiskan semangat ku walau suatu saat aku tergilakan untuk menjalani kehidupan dunia ini sebaiknya bersama seseorang yang telah memberiku cahaya kemudian hilang …..
Begitulah akhirnya manusia meninggalkan kita satu persatu dalam hidup ini.
Mungkin hari ini kita meninggalkan orang lain. Orang yang pernah mengharap dan menyayangi kita tapi esok pastinya akan berlaku sebaliknya.
Tidak kira apa suasananya.
Tidak kira.
Dalam bercinta.
Dalam berteman.
Dalam berkeluarga.
Semua akan meninggalkan kita. Satu persatu kesedihan merenggut kita. Kita akan kehilangan segala galanya.
Kita hidup diruangan hampa.
Akhirnya kekosongan dan kesunyian menyedarkan aku bahawa tubuh yang kumiliki ini juga akan meninggalkan jiwa ku tanpa payah aku menghalaunya atau meninggalkannya. Semua bahagiannya adalah untuk cacing dan untuk tanah kerana aku adalah sebahagiaan darinya. Masakan aku boleh sombong dengan bumi ini!..
Jiwaku sebenarnya bukan pemilik tubuh ini. Hanya pinjaman. Pinjaman dari bumi.
Ruhku?
Pastinya akan kembali pada penciptaNya.
Apa lagi yang tinggal dalam hidup ini?
Sebenarnya memang aku tak punya apa apa!
Cara Cara Berubah Secara Istiqamah.. Insya Allah..
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيم
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Istiqamah. Huruf yang ringan dibicarakan namun liat dan begitu berat untuk melakukannya. Ada pelbagai aspek istiqamah yang kita boleh adaptasi. Antaranya:
1) Orang yang ingin berhijrah daripada dunia jahiliahnya.
2) Orang yang ingin berubah daripada tabiat yang buruk kepada tabiat yang lebih baik, sekaligus meninggalkan tabiatnya yang buruk.
3) Orang yang ingin menjadikan rutin hariannya produktif tanpa sesaat pun mensia-siakan masanya di dunia.
Dan ada pelbagai jenis istiqamah yang boleh kita renungkan. Akhirnya pasti jawapannya adalah, untuk berubah ke arah sesuatu yang lebih baik.
Berubah secara berterusan ini adalah, antara yang kita boleh lakukan supaya paling minima, kita menghasilkan perubahan walau sekecil zarah. Kerana sesungguhnya gunung-ganang itu terdiri daripada kerikil-kerikil kecil.
Anda boleh lakukan cara ini mengikut kesesuaian anda. Mungkin tidak perlu ikut urutan.
Istiqamah #1 – Matlamat Yang Jelas
Andai kita belajar hadis, perkara yang pertama yang disebut adalah tentang niat. Begitulah pentingnya sebelum kita berubah, kita jelaskan matlamat ‘kenapa kita nak berubah?’. Analoginya begini:
Kita nak pergi ke sesuatu tempat. Pasti ada destinasi betul? Apabila kita tahu destinasi, maka kita akan lebih mudah dapat membuat pilihan dan keputusan, jalan mana yang mahu digunakan untuk ke sana.
Nah! Beginilah pentingnya menetapkan matlamat tentang, ‘mengapa kita nak berubah?’. Minda ini apabila kita jelaskan apa yang kita mahu, maka inshaAllah lebih mudah ia faham dan memberi arahan kepada yang lain.
Ambil satu kertas A4, jawab 2 soalan di bawah,
Mengapa aku nak berubah? Apakah impak apabila aku berubah? catat tulis
Mencatat perkara penting membantu sebagai peringatan berterusan.
Anda boleh bermula dengan menulis perkara-perkara negatif. Contoh:
“Aku tak suka, aku selalu solat lewat.”
Selepas anda senaraikan semua perkara-perkara negatif yang menyebabkan anda ingin berubah, tukarkan kepada ayat-ayat positif seperti contoh di bawah:
“Aku suka, aku selalu solat awal waktu.”
Kemudian, slash ayat-ayat negatif yang anda tulis tadi. Hasilnya, otak anda akan mula fokus apa yang anda inginkan. Barangkali antara sebab kita masih berubah, kita fokus kuat kepada perkara-perkara yang kita tidak suka. Dan ia semakin membuat kita membencinya. Justeru, tukar fokus kita. Mula fokuskan pada perkara-perkara positif.
Istiqamah #2 – Melazimi Taubat
Mungkin istiqamah yang anda sangkakan bukan tentang dosa, namun pasti yang anda mahukan adalah perubahan yang lebih baik kan? Syarat untuk berubah adalah meninggalkan yang tidak mahu, dan mula fokus kepada perkara yang kita mahu. Ada pepatah dalam bahasa Inggeris, “Let go of the past and the past will let go of you.”
Taubat adalah bermaksud menyesali perbuatan lalu dan berazam memperbaiki perbuatan akan datang. Yakni, kita nak bina sesuatu yang baru dalam diri kita, dan syaratnya adalah perlu meninggalkan perbuatan lalu.
“Jika kamu bertaubat sehingga taubat itu gugur dan kamu kembali melakukan dosa, maka, bersegeralah bertaubat kembali! Katakanlah pada dirimu: Moga-moga aku mati sebelum sempat mengulangi dosa kali ini.” Imam Ghazali
Selagi kita masih di takuk yang lama, pasti susah untuk kita beralih kepada sesuatu yang baru betul? Justeru, penting untuk sentiasa melazimi taubat.
Supaya kita sentiasa bersihkan diri daripada perkara-perkara lalu, sama ada dosa atau tabiat buruk, seterusnya fokus dengan keras untuk membina pahala dan tabiat baru yang lebih baik.
Istiqamah #3 – Berdoa Kepada Allah
Mu’az bin Jabal ra menceritakan bahawa suatu hari Rasulullah saw memegang tangannya seraya mengucapkan: “Hai Mu’az, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.”
Lalu baginda bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’az, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir solat hendaknya kamu berdoa, ‘Allahumma a’in ni ‘ala zikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” Riwayat Abu Daud
Doa adalah penyerahan bukan tuntutan. Selepas kita berniat, kita serah ke Allah terus untuk menguruskan diri kita. Sesungguhnya Allah sebaik-baik pengurus. Hatta jantung yang berdegup inipun kita tidak mampu uruskan, apatah lagi, menguruskan seluruh diri kita.
doa taubat
Berdoalah kepada Allah, memohon hidayah dan rahmat limpah kurniaNya.
Boleh juga baca doa ini supaya Allah membaiki segala urusan kita, dan seterusnya menguruskan diri kita mengikut kebijaksanaan-Nya:
“Ya Haiyyu, Ya Qayyum, dengan rahmat-Mu daku memohon pertolongan. Baikilah seluruh urusanku, dan janganlah Engkau serahkan diriku ini kepadaku walaupun sekelip mata.” Riwayat al-Nasai, dinilai sahih oleh al-Albani
Istiqamah #4 – Mulakan Dengan Perubahan Yang Ringan Dan Termampu
Jangan gelojoh. Tergesa-gesa itu daripada syaitan. Analoginya, andai sekarang berat kita 150kg, jangan gelojoh mahu terus turunkan kepada 50kg. Hatta Al-Quran diturunkan secara berperingkat.
“Jangan takut perlahan. Yang lebih patut ditakuti adalah, apabila tidak bergerak langsung.”
Lebih baik turunkan berat badan sedikit demi sedikit secara natural dan tanpa penyakit. Berbanding, turun menjunam namun mendapat 101 penyakit kerana, pemakanan yang tidak sihat dan penggunaan produk kuruskan badan yang banyak. Ini analogi sahaja supaya lebih mudah faham.
Daripada Aisyah rha, Nabi Muhammad saw bersabda: “Wahai manusia lakukanlah amalan mengikut keupayaan kamu. Amalan yang paling Allah sukai ialah amalan yang berterusan walaupun sedikit.” Riwayat al-Bukhari dan Muslim
Contoh, seumur hidup tak pernah baca Al-Quran terjemahan. Jangan terus gelojoh mahu habiskan satu juz. Memadai baca 1 ayat pada tiap hari. Biar perlahan asal bergerak.
Contoh lain, bagi yang ingin melatih fokus, boleh mulakan tugasan itu tiap 5 minit. Selepas itu andai rasa boleh lama, teruskan. Sekiranya rasa sudah tak mampu, berhenti sekejap, dan sambung semula. Biar perlahan asal tugasan itu dapat diselesaikan sedikit demi sedikit.
Istiqamah #5 – Pilih Persekitaran Yang Sama Dengan Misi Kita
Rasulullah saw bersabda, “Perbandingan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang tukang besi.
Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau akan membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan tukang besi, mungkin (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak enak.” Riwayat Bukhari 5534 dan Muslim 2628
Andai kita pelajar yang mahu capai segala yang baik pada nilaian Allah, bergaul lah dengan orang yang sama misi dengan kita. Supaya misi kita tidak terganggu sebaliknya saling mendorong sesama rakan bagi mencapai misi itu.
Persekitaran yang baik dapat membawa hati dan jiwa yang tenang.
Andai kita orang yang mahu berniaga, maka bergaul lah dengan orang yang sudah lama berniaga. Supaya daripada situ, kita boleh mendapatkan tip perniagaan daripadanya. Berbanding kita bersama dengan orang yang tidak suka berniaga, pasti dicemuh atau direndah-rendahkan niat kita untuk mulakan pernaigaan.
Istiqamah #6 – Jaga Solat, Dan Sentiasa Mengingati Allah
Solat mempunyai rahsia tersembunyi yang boleh membantu kita perbaiki perubahan kita. Andai kita seorang yang suka bertangguh, cuba kita perhatikan adakah kita seorang yang selalu melengahkan solat?
Andai kita seorang yang selalu tergesa-gesa, cuba renung cara kita solat. Adakah tergesa-gesa atau secara perlahan-lahan dan khusyuk? Pepatah Inggeris mengatakan
“How you do anything is how you do everything.”
Pasakkan diri untuk sentiasa berusaha menunaikan solat pada awal waktu, dan memperbaiki cara kita solat selama 21 hari. Kemudian, lihat bagaimana kehidupan kita setelah memperbaiki solat kita. InshaAllah pasti ada perubahan untuk projek istiqamah kita.
Solat - Solat merupakan salah satu tanda kita sebagai hamba mengingati Pencipta.
Di samping itu, bagi meningkatkan potensi perubahan kita, usahakan untuk sentiasa mengingati Allah. Sama ada berzikir atau berdialog atau meluahkan kepada Allah apa yang kita mahukan untuk perubahan kita itu, dan betapa kita sangat perlukan Allah untuk membuat transformasi kita berjaya dengan izin-Nya.
Istiqamah #7 – Bersyukur Pada Tiap Proses
Apabila kita masuk syurga, apa yang kita boleh raikan bukanlah tentang matlamat kita dapat masuk syurga. Tetapi proses yang telah kita lalui untuk masuk ke syurga.
Satu kegembiraan yang tak dapat diluahkan dengan kata-kata.
Hari itu adalah hari kita raikan segala usaha dan penat lelah. Sama juga dalam projek istiqamah ini.
Setelah berjaya satu perkara yang buat kita gembira, dan berpuas hati pada hari itu, tulis dalam satu buku yang kita boleh namakan sebagai, Buku Kejayaan.
ContohNya. Tulis Pada Tarikh Sekian, Bulan Sekian, Tahun Sekian... Apa Yang Kita Lakukan.. 20 April 2013.. Seumpama Di bawah Ini Yang Di Senaraikan:
1. Saya siapkan kerja kerja saya bersama rakan dalam masa 3 jam.
2. Saya telefon ibu/ayah/isteri/anak/kawan kawan selama 5 minit untuk bertanya khabar.
3. Saya baca 1 ayat Al-Quran nombor 216 dalam surah Al-Baqarah.
Antara tip hidup tenang adalah kita membandingkan diri kita pada hari semalam dengan hari ini. Bukan dengan membandingkan diri kita dengan diri orang lain yang sudah Bab 20, sedangkan diri kita yang baru Bab 1.
InshaAllah dengan menulis dalam Buku Kejayaan, kita lebih jelas tentang perubahan yang kita lakukan. Sedikit namun ada penambahbaikan pada tiap hari.
Buku Kejayaan juga adalah salah satu cara kita bersyukur kepada Allah dan diri, bahawa kita dapat buat lebih baik pada hari itu berbanding sebelum ini.
RumusanNya – Jangan Pandang Belakang, Jalan Terus
Allah tidak akan jemu selagi kita tidak jemu untuk berubah. Allah tidak melihat hasil, sebaliknya Allah melihat usaha kita. Walau kita berusaha sekecil 0.0001mm, pasti Allah akan mengganjarkan usaha kita berubah ke arah lebih baik untuk-Nya.
Perbanyakkanlah apa yang Allah suka, inshaAllah Allah beri apa yang kita suka mengikut kebijaksanaan-Nya. Saat kita ada terdetik untuk meminta, barangkali itu tanda Allah nak beri. Justeru, mintalah.
Istiqamah untuk memulakan transformasi. Selamat berjuang! Bismillah.
Subscribe to:
Posts (Atom)