Rasa syukur kita kepada Allah terkadang tertutupi oleh permintaan kita yang cenderung berlebihan dalam hidup ini.
Kita menjadi sosok yang gampang mengeluh dan terkadang menyalahkan takdir yang Allah tetapkan dalam hidup yang kita miliki, saat kita tak pernah berfikir dan memknai segala sesuatunya dengan hati yang bijak.
Permintaan yang disemukan oleh keinginan nafsu belaka terkadang menutup hati dan mata kita untuk menyadari betapa Elegannya kisah hidup yang telah Allah gariskan kepada kita, sehingga bersyukurpun kita menjadi lupa.
Seseorang Cenderung Lupa Caranya Bersyukur Ketika Ia Terlalu Banyak Menuntut Dalam Hidupnya
Karena seseorang cenderung lupa caranya bersyukur kepada sang pemberi kehidupan ini, ketika ia terlalu banyak menuntut dalam hidupnya, inginnya selalu mengajaknya bermanja dalam angan dan nafsu.
Sehingga yang nampak jelas dimatanya hanya bagaiamana dan bagaimana mendapatkan hidup yang serba nyaman sesuai dengan apa yang direncanakan, bukan berfikir bagaimana caranya mendapatkan hidup terbaik menurut jalan yang dihaturkan oleh Allah.
Seseorang Terkadang Lupa Untuk Bersyukur Saat Dirinya Tidak Ikhlas Menerima Takdir Yang Ditetapkan Allah
Seseorang terkadang lupa untuk bersyukur saat dirinya tidak ikhlas menerima takdir yang telah Alah tetapkan dalam hidupnya.
Sebab saat hatinya telah dibidik untuk selalu ikhlas maka setiap takdir yang Allah gariskan kepadanya, ntah yang buruk ataupun yang baik, tentu akan membuatnya tetap bersyukur dengan bijak.
Seseorang Dengan Begitu Gampangnya Mengeluh Saat Yang Diterimanya Dalam Hidup Tak Dapat Ia Maknai Dengan Bijkasana
Seseorang dengan begitu gampangnya mengeluhkan keadaan, saat yang diterimanya dalam hidup ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan hal itu terjadi saat hati tidak bisa memaknai dengan bijaksana apa yang telah menjadi ketetapan Allah dalam hidupnya.
Dan coba saja ia pandai memaknai segala sesuatunya dengan hati ikhlas dan sabar, maka sudah tentu sesulit apapun keadaan yang membelenggu takkan membuat hatinya gegabah untuk gusar dalam mengeluh.
Seseorang Dengan Begitu Gampangnya Menyalahkan Takdir Allah Saat Yang Menjadi Inginnya Tak Sesuai Dengan Kenyataan
Seseorang dengan begitu gampangnya menyalahkan takdir Allah, saat yang menjadi inginnya tak sesuai dengan kenyataan. Karena tak jarang diantara kita terkadang berkata “Ya allah, kenapa engkau beri hamba takdir seperti ini?”
Padahal yang harus kita tanyai sebenarnya adalah hati kita sendiri, bukan takdir Allah, sebab apapun takdir Allah sudah pasti yang terbaik untuk kita.
Segala Yang Ditakdirkan Allah Adalah Yang Terbaik Untuk Hidup Kita, Hanya Tergantung Bagaimana Kita Mensyukurinya
Dan segala yang ditakdirkan Allah dalam kehidupan ini, baik buruk maupun baik sudah pasti yang terbaik, jadi hanya tergantung bagaimana kita mensyukurinya, hanya tergantung bagaimana kita memknainya dengan hati yang bijak. Karena saat kita sudah bijak memaknai segala sesuatunya, maka hatipun akan ikhlas menerima segala ketentuan-Nya dengan terus bersyukur, dan takkan mungkin lagi hati kita meminta sesuatu yang berlebihan dalam hidup..
Kita lahir tidak punya apa-apa, bahkan sehelai kain untuk menutupi tubuh kita. Begitu juga ketika mati, kita tidak punya apa apa kecuali seutas kain belacu (putih) untuk menutupi tubuh kita. Apa yang harus kita banggakan semua harta benda. Semuanya pada hakikatnya adalah karena Allah. Terlalu bodoh ketika kita mengagungkan harta benda sebagai sesuatu yang menjadi segala-galanya dalam hidup ini.


Sunday, 25 June 2017
Orang Yang Benar Itu, SebenarNya Bagaimana???
Orang benar, tidak akan berpikiran bahwa ia adalah yang paling benar. Sebaliknya orang yang merasa benar, di dalam pikirannya hanya dirinya yang paling benar.
Orang benar, bisa menyadari kesalahannya. Sedangkan orang yang merasa benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.
Orang benar, setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati. Tetapi orang yang merasa benar, merasa tidak perlu berintrospeksi. Karena merasa sudah benar, mereka cenderung tinggi hati.
Orang benar memiliki kelembutan hati. Ia dapat menerima masukan/kritikan dari siapa saja. Bahkan dari anak kecil sekalipun. Orang yang merasa benar, hatinya keras. Ia sulit untuk menerima nasihat,masukan apalagi kritikan.
Orang benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap penuh kehati-hatian. Orang yang merasa benar, berpikir, berkata dan berbuat sekehendak hatinya tanpa mempertimbangkan dan mempedulikan perasaan orang lain.
Pada akhirnya...
Orang benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang. Namun orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh orang-orang yang berpikir sempit, yang sepemikiran dengannya, atau orang-orang yang sekadar ingin memanfaatkan dirinya. Kita ini, termasuk tipe yang manakah? Apakah kita tipe "orang benar" atau "orang yang merasa benar" ? Mari bersama evaluasi diri. Bila kita sudah termasuk tipe "orang benar", bertahanlah dan tetap rendah hati. Luar biasa..!!
ADALAH wajar kalau secara umum tiap orang merasa pendapatnyalah yang benar, lebih benar atau paling benar. Hal-hal demikian karena tiap orang punya ego dan super ego. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang sengit yang berakhir dengan permusuhan. Hal ini karena ada yang keliru di dalam mengelola rasa benar sendiri.
Hampir semua orang disadari atau tak disadari tak mau menghargai pendapat orang lain. Tanpa mampu mengukur sendiri apakah pendapatnya lebih benar atau tidak. Itulah sebabnya maka sering muncul debat kusir yang tak ada manfaatnya.
Di dalam Surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa salah satu syarat berbeda pendapat atau berdebat adalah, kedua belah pihak harus orang berilmu.
Berilmu ini dalam arti keduanya harus menguasai ilmu yang sama. Misalnya, Si A adalah sarjana psikologi, maka Si B juga harus sarjana psikologi. Jika Si B yang bukan sarjana psikologi lantas berdebat dengan Si A yang sarjana psikologi, maka hanya akan menimbulkan kekacauan perdebatan yang tak bermakna
Dalam hal berbeda ilmu, maka masing-masing pihak harus menjelaskan dari mana sudut pandangnya. Dari psikologikah, dari agamakah, dari filsafatkah atau dari pandangan pribadi yang sifatnya sangat subjektif?
Langkah terbaik bagi Anda yaitu, mengetahui dengan siapa Anda berbicara dan di dalam kontek ilmu apa dia berbicara. Kalau Anda kurang faham maka lebih bijaksana Anda bertanya daripada Anda berkata tetapi salah.
Cukup banyak orang menderita “Fir’aunisme”, sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang merasa benar-lebih benar dan paling benar. Sikap ini tak ada salahnya jika diucapkan ahlinya disertai penalaran atau contoh. Dengan demikian orang yang tak faham psikologi bisa memahaminya. Istilah “Firaunisme” dengan istilah “Obsession Direct Syndrome”. Maknanya sama saja.
Masihkan Anda merasa benar sendiri? Hanya Anda yang bisa menjawabnya dan hanya orang lain yang bisa menilai Anda. Yang pasti, tiap Anda mengeluarkan pendapat, sebaiknya ada “penalaran” dan “contoh”. Dengan demikian pendapat Anda bukanlah pendapat yang berlumuran subjektivitas semata.
Merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan karena dengan bersikap tersebut berarti tidak tahu dimana letak kelemahan diri sehingga dapat mengetahui kelebihan yang dimilki makhluk lain. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri, memerlukan orang lain, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan dan yang lainnya.
Kenapa merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan?
Orang benar, bisa menyadari kesalahannya. Sedangkan orang yang merasa benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.
Orang benar, setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati. Tetapi orang yang merasa benar, merasa tidak perlu berintrospeksi. Karena merasa sudah benar, mereka cenderung tinggi hati.
Orang benar memiliki kelembutan hati. Ia dapat menerima masukan/kritikan dari siapa saja. Bahkan dari anak kecil sekalipun. Orang yang merasa benar, hatinya keras. Ia sulit untuk menerima nasihat,masukan apalagi kritikan.
Orang benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap penuh kehati-hatian. Orang yang merasa benar, berpikir, berkata dan berbuat sekehendak hatinya tanpa mempertimbangkan dan mempedulikan perasaan orang lain.
Pada akhirnya...
Orang benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang. Namun orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh orang-orang yang berpikir sempit, yang sepemikiran dengannya, atau orang-orang yang sekadar ingin memanfaatkan dirinya. Kita ini, termasuk tipe yang manakah? Apakah kita tipe "orang benar" atau "orang yang merasa benar" ? Mari bersama evaluasi diri. Bila kita sudah termasuk tipe "orang benar", bertahanlah dan tetap rendah hati. Luar biasa..!!
ADALAH wajar kalau secara umum tiap orang merasa pendapatnyalah yang benar, lebih benar atau paling benar. Hal-hal demikian karena tiap orang punya ego dan super ego. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang sengit yang berakhir dengan permusuhan. Hal ini karena ada yang keliru di dalam mengelola rasa benar sendiri.
Hampir semua orang disadari atau tak disadari tak mau menghargai pendapat orang lain. Tanpa mampu mengukur sendiri apakah pendapatnya lebih benar atau tidak. Itulah sebabnya maka sering muncul debat kusir yang tak ada manfaatnya.
Di dalam Surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa salah satu syarat berbeda pendapat atau berdebat adalah, kedua belah pihak harus orang berilmu.
Berilmu ini dalam arti keduanya harus menguasai ilmu yang sama. Misalnya, Si A adalah sarjana psikologi, maka Si B juga harus sarjana psikologi. Jika Si B yang bukan sarjana psikologi lantas berdebat dengan Si A yang sarjana psikologi, maka hanya akan menimbulkan kekacauan perdebatan yang tak bermakna
Dalam hal berbeda ilmu, maka masing-masing pihak harus menjelaskan dari mana sudut pandangnya. Dari psikologikah, dari agamakah, dari filsafatkah atau dari pandangan pribadi yang sifatnya sangat subjektif?
Langkah terbaik bagi Anda yaitu, mengetahui dengan siapa Anda berbicara dan di dalam kontek ilmu apa dia berbicara. Kalau Anda kurang faham maka lebih bijaksana Anda bertanya daripada Anda berkata tetapi salah.
Cukup banyak orang menderita “Fir’aunisme”, sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang merasa benar-lebih benar dan paling benar. Sikap ini tak ada salahnya jika diucapkan ahlinya disertai penalaran atau contoh. Dengan demikian orang yang tak faham psikologi bisa memahaminya. Istilah “Firaunisme” dengan istilah “Obsession Direct Syndrome”. Maknanya sama saja.
Masihkan Anda merasa benar sendiri? Hanya Anda yang bisa menjawabnya dan hanya orang lain yang bisa menilai Anda. Yang pasti, tiap Anda mengeluarkan pendapat, sebaiknya ada “penalaran” dan “contoh”. Dengan demikian pendapat Anda bukanlah pendapat yang berlumuran subjektivitas semata.
Merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan karena dengan bersikap tersebut berarti tidak tahu dimana letak kelemahan diri sehingga dapat mengetahui kelebihan yang dimilki makhluk lain. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri, memerlukan orang lain, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan dan yang lainnya.
Kenapa merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan?
Ingat kisah Nabi Musa yang pernah merasa paling pintar, lalu ditegur oleh Allah yang maha berilmu bahwa masih ada makhluk lain yang lebih pintar, lalu dipertemukan dengan Nabi khidir dan ternyata kebingungan ketika dihadapkan dengan beberapa peristiwa, hal ini bukan berarti Nabi musa lebih bodoh dari Nabi khidir atau sebaliknya. Yang terjadi adalah masing-masing punya kelebihan dibidang tertentu dan punya kelemahan pada bidang lainnya.
Coba bertanya pada diri sendiri, misalnya tanyakan apakah bisa membuat madu, jawabannya kemungkinan besar tidak bisa, kecuali jika sudah menemukan teknologi yang mampu mendukungnya. hal ini berarti lebah lebih pintar dari kita
Setiap hari kita menggunakan bermacam alat kebutuhan rumah tangga, siapa yang membuatnya? sudah pasti orang lain. jadi pada sisi tersebut ternyata kita lebih bodoh dari mereka.
Sebuah perusahan akan mampu berproduksi dengan bagus apabila ada quality kontrol yang bertugas mengoreksi hasil karya setiap karyawan yang telah memberikan karyanya, jadi sebagai karyawan pasti pernah melakukan tindakan bodoh sehingga harus ada petugas khusus yang melakukan kontrol.
Sikap merasa paling pintar adalah sesuatu yang justru membahayakan diri sendiri serta lingkungan sekitar, karena dalam bertingkah laku selalu merasa paling benar dan orang lain salah. Hal ini tentu akan sangat merugikan diri sendiri ketika apa yang kita lakukan ternyata sangat buruk imbasnya. jadi setiap orang membutuhkan orang lain untuk memberikan koreksi agar apa yang kita lakukan selalu berada pada jalan yang benar. kata mutiara terpopuler dalam hal ini adalah “Dalam berkata sebaiknya engkau merendah namun dalam bertindak sebaiknya tunjukan kemampuanmu
Saturday, 17 June 2017
Antara Ujian, Kepentingan Dan Keperluan
Kalau kita betul sayangkan seseorang, kita akan sentiasa doakan dia bahagia walaupun bukan bersama kita. Kebahgiaan dia adalah kebahgian kita juga. Biar kita kehilangan SESUATU kerana Allah, Jangan kita KEHILANGAN Allah kerana sesuatu.
Kita memang tak dapat memiliki insan tersebut, tapi kita dapat memiliki kenangan. Kenangan kenangan yang pernah buatkan kita rasa seronok, buatkan kita bersemangat, buatkan kita menanti dan bermacam macam kenangan lagi la.. Bukan ke kita memiliki kenangan dengan imej insan tersayang tu dalam kenangan kita..
Ujian adalah guru yang tidak bercakap, tetapi ia sangat mengajar dan mendidik. Ujian terkecil apalagi terbesar adalah takdir Allah. Yang mempunyai maksud tertantu. Kerana jahilnya kita, apabila ditimpa ujian samada secara langsung dari Allah atau melalui orang lain, kita mula melatah. Terasa Allah tidak adil, sengaja hendak menyusahkan kita. Atau kita menyalahkan, seolah olah orang itulah yang mendatangkan ujian tersebut. Hati berdendam, hati buruk sangka pada Allah yang mendatangkan ujian itu.
Allah Maha Pengasih; jauh sekali Allah takdirkan ujian hanya untuk menyusahkan hamba-Nya. Marilah kita sama-sama cungkil hikmah di sebalik ujian yang ditimpakan. Ujian sebenarnya melatih kita untuk mendapatkan sifat-sifat yang terpuji. Sabar, redha, tawakkal, baik sangka, mengakui diri sebagai hamba yang lemah, mendekatkan diri dengan Allah, harapkan pertolongan Allah, merasai dunia hanya nikmat sementara dan sebagainya.
Berasa diri berdosa adalah juga sifat terpuji. Sebab itu bagi orang yang sudah banyak melakukan dosa atau lalai daripada mengingati Allah, maka Allah datangkan ujian kesusahan kepadanya. Supaya hamba-Nya tadi tidak tenggelam dalam dosa dan noda.
Bagi orang yang Allah kasih, di dunia lagi Allah hukum, tidak di akhirat. Yakni dengan didatangkan kesusahan, penderitaan, kesakitan, kemiskinan, kehilangan orang tersayang, kecewa cinta dan sebagainya. Sekiranya kita boleh bersabar dan redha, maka itulah ganjaran pahala untuk kita. Sebaliknya kalau kita tidak boleh bersabar dan tidak redha, malah merungut-rungut, mengeluh dan memberontak, hanya akan menambahkan lagi dosa kita. Begitulah Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-hambanya, tidak mahu hukum kita di akhirat, kerana penderitaan di Neraka berpuluh-puluh kali ganda lebih dahsyat daripada penderitaan di dunia.
Kita memang tak dapat memiliki insan tersebut, tapi kita dapat memiliki kenangan. Kenangan kenangan yang pernah buatkan kita rasa seronok, buatkan kita bersemangat, buatkan kita menanti dan bermacam macam kenangan lagi la.. Bukan ke kita memiliki kenangan dengan imej insan tersayang tu dalam kenangan kita..
Ujian adalah guru yang tidak bercakap, tetapi ia sangat mengajar dan mendidik. Ujian terkecil apalagi terbesar adalah takdir Allah. Yang mempunyai maksud tertantu. Kerana jahilnya kita, apabila ditimpa ujian samada secara langsung dari Allah atau melalui orang lain, kita mula melatah. Terasa Allah tidak adil, sengaja hendak menyusahkan kita. Atau kita menyalahkan, seolah olah orang itulah yang mendatangkan ujian tersebut. Hati berdendam, hati buruk sangka pada Allah yang mendatangkan ujian itu.
Allah Maha Pengasih; jauh sekali Allah takdirkan ujian hanya untuk menyusahkan hamba-Nya. Marilah kita sama-sama cungkil hikmah di sebalik ujian yang ditimpakan. Ujian sebenarnya melatih kita untuk mendapatkan sifat-sifat yang terpuji. Sabar, redha, tawakkal, baik sangka, mengakui diri sebagai hamba yang lemah, mendekatkan diri dengan Allah, harapkan pertolongan Allah, merasai dunia hanya nikmat sementara dan sebagainya.
Berasa diri berdosa adalah juga sifat terpuji. Sebab itu bagi orang yang sudah banyak melakukan dosa atau lalai daripada mengingati Allah, maka Allah datangkan ujian kesusahan kepadanya. Supaya hamba-Nya tadi tidak tenggelam dalam dosa dan noda.
Bagi orang yang Allah kasih, di dunia lagi Allah hukum, tidak di akhirat. Yakni dengan didatangkan kesusahan, penderitaan, kesakitan, kemiskinan, kehilangan orang tersayang, kecewa cinta dan sebagainya. Sekiranya kita boleh bersabar dan redha, maka itulah ganjaran pahala untuk kita. Sebaliknya kalau kita tidak boleh bersabar dan tidak redha, malah merungut-rungut, mengeluh dan memberontak, hanya akan menambahkan lagi dosa kita. Begitulah Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-hambanya, tidak mahu hukum kita di akhirat, kerana penderitaan di Neraka berpuluh-puluh kali ganda lebih dahsyat daripada penderitaan di dunia.
Tadbir Takdir Dengan Iman
HIDUP lawannya mati. Apabila sampai waktunya kita akan pergi ke alam abadi menemui Ilahi. Cara kematian kita dan bila kita mati itu menjadi rahsia Ilahi. Ada orang meninggal dunia kerana sakit, dan ada pula yang meninggal dunia tanpa sebarang sakit. Contohnya, umurnya habis ketika dalam tidur. Bagaimana pun cara kematian itu, ia memberikan kesedihan buat ahli keluarga yang ditinggalkan.
Kesan kehilangan orang yang disayangi secara mengejut dan tidak disangka-sangka ini, jika tidak dikawal dan dirawat dengan baik akan meninggalkan kesan negatif dan kemurungan yang berpanjangan dalam hidup keluarga yang ditinggalkan. Berbanding dengan kehilangan orang yang tersayang, yang kita tahu dia sakit berbulan-bulan atau terlantar sakit dalam keadaan koma berhari-hari, keluarga telah bersedia untuk menerima hakikat bahawa mereka akan kehilangan orang yang tersayang.
Kesedihan itu menjadi berganda kerana kita berasa belum puas untuk berkasih sayang, dan orang yang kita sayang itu pergi secara tiba-tiba. Disentap Allah dalam keadaan kita tengah sayang dan belum bersedia untuk kehilangan mereka.
Kita berasa ralat dan terkilan; kalaulah kita tahu pertemuan kita dengan ahli keluarga atau rakan taulan kita yang meninggal dunia itu adalah pertemuan terakhir, tentulah kita membuat sesuatu yang terbaik untuk dia yang telah pergi itu.
Kalaulah kita tahu itulah pertemuan dan lambaian terakhir kita untuk dia atau mereka yang telah pergi buat-buat selama-lamanya secara mengejut itu, tentulah kita akan tidak putus-putus mengucapkan bahawa kita amat menyayangi, kita kasih dan cinta kepada dia/mereka, dan kita tidak sanggup untuk berpisah dengan dia/mereka.
Kita mahu orang yang telah pergi buat selama-lamanya itu tahu bahawa kita amat menghargai kehadiran dia/mereka dalam hidup kita. Kita juga tentu mahu orang yang kita sayang, yang telah meninggalkan kita itu tahu, bahawa dia/mereka adalah orang yang penting dan amat bermakna dalam hidup kita, yang selama ini memberikan cahaya kebahagiaan dalam keluarga. Tetapi, hakikatnya takdir dalam genggaman Allah SWT, tidak ada siapa yang tahu bila kita akan mati?
Iktibarnya, lihatlah betapa pentingnya kita menyatakan menyayangi dan menghargai antara satu sama lain. Apatah lagi kepada orang yang banyak berjasa kepada kita, orang yang rapat dan penting dalam hidup kita. Bermurah hatilah untuk sentiasa memberikan senyuman, mengucapkan sayang, berterima kasih, menghargai, serta jauhkan sama sekali berdendam, berdengki, berprasangka buruk dan berperasaan negatif terhadap sesama kita.
Hanya orang yang pernah mengalami pengalaman kehilangan orang yang tersayang secara tiba-tiba ini sahaja yang tahu betapa berat untuk menerima hakikat ini. "Berat mata memandang, berat lagi bahu memikul". Apa yang perlu keluarga yang menerima ujian ini lakukan pertama, pujuklah hati sendiri untuk menerima hakikat bahawa orang yang kita sayangi telah tiada. Usahlah berkata, "Tempat bergantung kita telah tiada, kerana kita ada tempat pergantungan yang kekal untuk selama-lamanya, iaitu Allah SWT."
Kedua, kuatkan akidah. Kepercayaan yang kukuh kepada qada dan qadar Allah SWT sebagai Rukun Iman amat perlu. Apabila kita terima peristiwa kehilangan orang yang tersayang ini sebagai ujian daripada Allah serta kita sabar dan reda, kita akan tenang. Terima hakikat bahawa, kita ialah orang yang terpilih untuk menerima ujian Allah. Sebenarnya setiap hari, setiap masa, dan setiap saat kita diuji. Bersedialah untuk menerima ujian daripada 'Pembuat Ujian' dan 'Pemeriksa Ujian', iaitu Allah SWT.
Analoginya seperti kita seorang pelajar, selepas kita menghadapi ujian dan melepasi ujian dengan markah yang cemerlang diberikan oleh pensyarah, kita akan berasa bersyukur, bahagia dan berpuas hati. Segala penat lelah dan susah payah, yang kita telah lakukan untuk melalui ujian itu amat berbaloi.
Pandanglah dengan 'Mata hati' (keimanan). Kita mesti yakin, beriman dan percaya bahawa Allah hanya memberikan ujian untuk orang tertentu dan terpilih sahaja. Iaitu orang yang Dia sayang, supaya kita semakin rapat dengan-Nya. Allah tahu adakah kita mampu menanggung ujian itu ataupun tidak? Dan Allah tidak akan mungkiri janji bahawa selepas kegelapan ada cahaya yang menanti di hadapan kita. Kesyukuran dan ketakwaan adalah cara terbaik kita mentadbir takdir Ilahi.
Apabila ada tragedi kematian yang tidak disangka-sangka, siapa pun mereka; tidak kira apa agamanya dan apa bangsanya kita tidak dapat menyeka air mata daripada mengalir, lebih-lebih lagilah keluarga orang yang terlibat dalam kematian itu. Sebenarnya kepada keluarga yang ditinggalkan, kalau hendak menangis, menangislah jangan ditahan air mata. Tetapi, jangan sampai hilang punca hingga mempersoalkan ketentuan Allah.
Menangis itu satu terapi dan lain orang lain penerimaan dan pembawaannya. Ada orang yang mula-mua tidak menangis dengan kehilangan orang yang tersayang, dia seolah-olah menerima hakikat kehilangan itu. Tetapi, selepas seminggu atau sebulan baru dia menangis kerana dia baru sedar bahawa dia tidak boleh 'menipu' dirinya, untuk menafikan orang yang disayanginya itu telah tiada, dan dia tidak tertahan lagi menanggung kesedihan yang dipendamnya sebegitu lama.
Kesan kehilangan orang yang disayangi secara mengejut dan tidak disangka-sangka ini, jika tidak dikawal dan dirawat dengan baik akan meninggalkan kesan negatif dan kemurungan yang berpanjangan dalam hidup keluarga yang ditinggalkan. Berbanding dengan kehilangan orang yang tersayang, yang kita tahu dia sakit berbulan-bulan atau terlantar sakit dalam keadaan koma berhari-hari, keluarga telah bersedia untuk menerima hakikat bahawa mereka akan kehilangan orang yang tersayang.
Kesedihan itu menjadi berganda kerana kita berasa belum puas untuk berkasih sayang, dan orang yang kita sayang itu pergi secara tiba-tiba. Disentap Allah dalam keadaan kita tengah sayang dan belum bersedia untuk kehilangan mereka.
Kita berasa ralat dan terkilan; kalaulah kita tahu pertemuan kita dengan ahli keluarga atau rakan taulan kita yang meninggal dunia itu adalah pertemuan terakhir, tentulah kita membuat sesuatu yang terbaik untuk dia yang telah pergi itu.
Kalaulah kita tahu itulah pertemuan dan lambaian terakhir kita untuk dia atau mereka yang telah pergi buat-buat selama-lamanya secara mengejut itu, tentulah kita akan tidak putus-putus mengucapkan bahawa kita amat menyayangi, kita kasih dan cinta kepada dia/mereka, dan kita tidak sanggup untuk berpisah dengan dia/mereka.
Kita mahu orang yang telah pergi buat selama-lamanya itu tahu bahawa kita amat menghargai kehadiran dia/mereka dalam hidup kita. Kita juga tentu mahu orang yang kita sayang, yang telah meninggalkan kita itu tahu, bahawa dia/mereka adalah orang yang penting dan amat bermakna dalam hidup kita, yang selama ini memberikan cahaya kebahagiaan dalam keluarga. Tetapi, hakikatnya takdir dalam genggaman Allah SWT, tidak ada siapa yang tahu bila kita akan mati?
Iktibarnya, lihatlah betapa pentingnya kita menyatakan menyayangi dan menghargai antara satu sama lain. Apatah lagi kepada orang yang banyak berjasa kepada kita, orang yang rapat dan penting dalam hidup kita. Bermurah hatilah untuk sentiasa memberikan senyuman, mengucapkan sayang, berterima kasih, menghargai, serta jauhkan sama sekali berdendam, berdengki, berprasangka buruk dan berperasaan negatif terhadap sesama kita.
Hanya orang yang pernah mengalami pengalaman kehilangan orang yang tersayang secara tiba-tiba ini sahaja yang tahu betapa berat untuk menerima hakikat ini. "Berat mata memandang, berat lagi bahu memikul". Apa yang perlu keluarga yang menerima ujian ini lakukan pertama, pujuklah hati sendiri untuk menerima hakikat bahawa orang yang kita sayangi telah tiada. Usahlah berkata, "Tempat bergantung kita telah tiada, kerana kita ada tempat pergantungan yang kekal untuk selama-lamanya, iaitu Allah SWT."
Kedua, kuatkan akidah. Kepercayaan yang kukuh kepada qada dan qadar Allah SWT sebagai Rukun Iman amat perlu. Apabila kita terima peristiwa kehilangan orang yang tersayang ini sebagai ujian daripada Allah serta kita sabar dan reda, kita akan tenang. Terima hakikat bahawa, kita ialah orang yang terpilih untuk menerima ujian Allah. Sebenarnya setiap hari, setiap masa, dan setiap saat kita diuji. Bersedialah untuk menerima ujian daripada 'Pembuat Ujian' dan 'Pemeriksa Ujian', iaitu Allah SWT.
Analoginya seperti kita seorang pelajar, selepas kita menghadapi ujian dan melepasi ujian dengan markah yang cemerlang diberikan oleh pensyarah, kita akan berasa bersyukur, bahagia dan berpuas hati. Segala penat lelah dan susah payah, yang kita telah lakukan untuk melalui ujian itu amat berbaloi.
Pandanglah dengan 'Mata hati' (keimanan). Kita mesti yakin, beriman dan percaya bahawa Allah hanya memberikan ujian untuk orang tertentu dan terpilih sahaja. Iaitu orang yang Dia sayang, supaya kita semakin rapat dengan-Nya. Allah tahu adakah kita mampu menanggung ujian itu ataupun tidak? Dan Allah tidak akan mungkiri janji bahawa selepas kegelapan ada cahaya yang menanti di hadapan kita. Kesyukuran dan ketakwaan adalah cara terbaik kita mentadbir takdir Ilahi.
Apabila ada tragedi kematian yang tidak disangka-sangka, siapa pun mereka; tidak kira apa agamanya dan apa bangsanya kita tidak dapat menyeka air mata daripada mengalir, lebih-lebih lagilah keluarga orang yang terlibat dalam kematian itu. Sebenarnya kepada keluarga yang ditinggalkan, kalau hendak menangis, menangislah jangan ditahan air mata. Tetapi, jangan sampai hilang punca hingga mempersoalkan ketentuan Allah.
Menangis itu satu terapi dan lain orang lain penerimaan dan pembawaannya. Ada orang yang mula-mua tidak menangis dengan kehilangan orang yang tersayang, dia seolah-olah menerima hakikat kehilangan itu. Tetapi, selepas seminggu atau sebulan baru dia menangis kerana dia baru sedar bahawa dia tidak boleh 'menipu' dirinya, untuk menafikan orang yang disayanginya itu telah tiada, dan dia tidak tertahan lagi menanggung kesedihan yang dipendamnya sebegitu lama.
Apakah Kita Kehilangan ???...
Kenapa harus kita berpisah? Kenapa suami/isteri pergi dipanggil ALLAH tiada kembali? Kenapa suami pergi mengasihi isteri yang satu lagi? Kenapa berlaku perpisahan dengan teman-teman yang kita sayang? Kenapa ALLAH mengambil anak tersayang kita selama-lamanya? Kenapa ALLAH biarkan rumah dan harta benda kita lenyap dan musnah dalam bencana alam yang melanda? Kenapa ALLAH biarkan kita kehilangan?
..Yang sebenarnya, kita tak pernah kehilangan. Namun hati kita yang tersalah mencintai, tersalah harapan, tersalah ikatan. Kita mengikat hati dengan dunia, dengan isinya, dengan manusia, dengan harta, dengan perkara yang tak kekal dan akan hilang.
Lalu berulang kali kita merasa kelukaan dan kesakitan. Inilah sifat dunia, sifat lelaki perempuan, sifat harta dan anak-anak, semuanya akan hilang dan pergi meninggalkan kita. Lalu yang seharusnya kita lakukan ialah, meletak tali harapan dan penjagaan pada Tuhan, kerana tuhan tak pernah hilang, tak pernah menyakitkan. Tuhan tak pernah menjatuhkan dan memusnahkan jiwa-jiwa yang teguh berpaut di tali kasihNya.
Bila ALLAH ambil harta atau orang yang kita sayang, sebenarnya ALLAH mahu hati kita berpaut pada sesuatu yang lebih hebat dan agung- ALLAH.
Kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup jangan sesekali diletak pada ‘hadiah’ Tuhan. Hadiah adalah anak-anak, pasangan, duit, harta, danseluruh isi dunia yang kita cinta. Namun sandarkan kebahagiaan hidup kita pada Tuhan Sang Pemberi segala. Maka, nikmat dan ujian yang datang bersama hadiah itu, kita akan syukur, sabar, tabah, sangka baik, tak berputus asa, tak jatuh selama-lamanya. Kerana ALLAH ada di situ menyambut kita untuk memimpin ke syurga. Hanya di syurga, gembira adalalah selamanya, tiada duka, tiada kecewa, tiada luka.
Lepaskan hati dari dunia, dari suami, dari anak-anak, dari harta benda semampunya. Manfaat anugerah itu untuk kita beramal soleh, semakin mencintai dan mendekati Tuhan yang Esa. ALLAH tidak pernah mati. ALLAH tidak pernah pergi, sepertimana orang yang kita sayang dibawa pergi. Seperti Harta yang kita kumpul dan cari, musnah tak bersisa lagi.
#Pelajaran dari Yasmin Mogahed - 'Why do people have to leave each other'
“Those who rest not their hope on their meeting with Us, but are pleased and satisfied with the life of the present, and those who heed not Our Signs.” (Qur’an, 10:7)
Don’t let your definition of success, failure, or self-worth be anything other than your position with Him (Qur’an, 49:13)
..Yang sebenarnya, kita tak pernah kehilangan. Namun hati kita yang tersalah mencintai, tersalah harapan, tersalah ikatan. Kita mengikat hati dengan dunia, dengan isinya, dengan manusia, dengan harta, dengan perkara yang tak kekal dan akan hilang.
Lalu berulang kali kita merasa kelukaan dan kesakitan. Inilah sifat dunia, sifat lelaki perempuan, sifat harta dan anak-anak, semuanya akan hilang dan pergi meninggalkan kita. Lalu yang seharusnya kita lakukan ialah, meletak tali harapan dan penjagaan pada Tuhan, kerana tuhan tak pernah hilang, tak pernah menyakitkan. Tuhan tak pernah menjatuhkan dan memusnahkan jiwa-jiwa yang teguh berpaut di tali kasihNya.
Bila ALLAH ambil harta atau orang yang kita sayang, sebenarnya ALLAH mahu hati kita berpaut pada sesuatu yang lebih hebat dan agung- ALLAH.
Kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup jangan sesekali diletak pada ‘hadiah’ Tuhan. Hadiah adalah anak-anak, pasangan, duit, harta, danseluruh isi dunia yang kita cinta. Namun sandarkan kebahagiaan hidup kita pada Tuhan Sang Pemberi segala. Maka, nikmat dan ujian yang datang bersama hadiah itu, kita akan syukur, sabar, tabah, sangka baik, tak berputus asa, tak jatuh selama-lamanya. Kerana ALLAH ada di situ menyambut kita untuk memimpin ke syurga. Hanya di syurga, gembira adalalah selamanya, tiada duka, tiada kecewa, tiada luka.
Lepaskan hati dari dunia, dari suami, dari anak-anak, dari harta benda semampunya. Manfaat anugerah itu untuk kita beramal soleh, semakin mencintai dan mendekati Tuhan yang Esa. ALLAH tidak pernah mati. ALLAH tidak pernah pergi, sepertimana orang yang kita sayang dibawa pergi. Seperti Harta yang kita kumpul dan cari, musnah tak bersisa lagi.
#Pelajaran dari Yasmin Mogahed - 'Why do people have to leave each other'
“Those who rest not their hope on their meeting with Us, but are pleased and satisfied with the life of the present, and those who heed not Our Signs.” (Qur’an, 10:7)
Don’t let your definition of success, failure, or self-worth be anything other than your position with Him (Qur’an, 49:13)
Jika Allah Ambil Segala HakNya, Yang Diletak Dipinjamkan Kepada Manusia???
Katakanlah (wahai Muhammad): "Bagaimana fikiran kamu, jika Allah melenyapkan pendengaran serta penglihatan kamu, dan Ia pula memeteraikan atas hati kamu? Siapakah Tuhan selain Allah yang berkuasa mengembalikannya kepada kamu?" Lihatlah bagaimana Kami berulang-ulang menerangkan tanda-tanda kebesaran Kami (dengan berbagai cara), dalam pada itu, mereka tetap juga berpaling - ingkar. (Surah al-An’am:46)
Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang apabila Allah mengambil kembali nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya?
Maka dengan siapa kita akan meminta untuk dikembalikan nikmat tersebut?
Tazkirah kali ini akan membincangkan tentang apa bila Allah menarik nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya.
Maka di akhir tazkirah ini kita dapat mengambil manfaat dari segi pengajaran terhadap segala pemberian Allah s.w.t kepada kita dengan menghargainya.
Manusia tanpa pendengaran pasti sukar untuk mendengar sebarang perbicaraan. Apatah lagi mendengar ayat-ayat Allah s.w.t.
Penglihatan jika ia di tarik Allah s.w.t, maka kita tidak akan dapat melihat sekeliling kita apatah lagi peluang kita untuk membaca al-Quran dan sebagainya.
Maka bagaimanakah kita memanfaatkan peluang dan nikmat yang ada ini untuk kita sama-sama gunakannya dan manfaatkannya di atas jalan Allah s.w.t.
MANFAATKAN ANGGOTA DENGAN MENERIMA PERINGATAN
Berdasarkan ayat di atas tadi, Allah menerangkan kepada kita bahawa terdapat golongan yang telah diberikan nikmat anggota tubuh badan seperti mata dan telinga atas tujuan untuk menerima segala peringatan dari Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya mereka ini lebih suka untuk menolak segala seruan dan perintah serta peringatan dari Allah dan RasulNya.
Kenapa? Kerana mereka merasakan semua itu adalah sia-sia dan tidak sesuai untuk diaplikasikan di dunia ini. Tetapi mereka silap.
Apakah kita bersedia jika Allah menarik nikmat-nikmat tersebut? Sedangkan Allah sudah memberinya kepada kita tetapi kita tidak menggunakannya untuk menerima peringatan.
Kita terus ingkar dan ingkar hinggakan kita lupa akan siapa kita di muka bumi ini.
Bukankah kita dalam usaha melahrkan diri kita insan yang mukmin serta professional?
Maka dalam usaha ke arah tersebut perlu untuk kita menilai kembali atas tujuan apa Allah berikan segala nikmat anggota ini kepada kita?
MEMETERAI HATI: HILANG PANDUAN
Seperti lembu yang tidak di ikat, apabila dilepaskan maka ia boleh tersesat jauh tanpa ada sebarang pegangan atau kawalan.
Begitu juga kita. Tali taqwa yang sepatutnya mengikat hati kita dengan Allah s.w.t jika ia hilang maka kita akan sesat.
Itulah akan terjadi jika hati kita dimeterai oleh Allah s.w.t dan disebabkan itu kita gagal untuk menerima sebarang peringatan.
Bahayanya apabila hati dah mula gagal untuk menerima peringatan, maka kita akan terus sesat hingga ke akhir hayat.
PELBAGAI CARA PERINGATAN TETAPI TETAP INGKAR
Ada golongan yang siang malam di beri peringatan. Pebagai cara peringatan disampaikan. Melalui tazkirah, forum, video, papan kenyataan dan sebagainya bagi menyampaikan amanat Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya, peringatan itu seringkali diingkari.
Malah mereka ini tetap berpaling dari peringatan tersebut. Persoalannya, adakah kita tergolong dikalangan golongan tersebut?
Yang apabila diberi peringatan, kita ingkar. Apabila dibacakan amanat-amanat Allah dan RasulNya dia berpaling. Adakah kita sebegitu?
Maka bermuhasabahlah kita dalam memastikan kita tergolong dikalangan umat yang beriman dan beramal soleh.
Apabila peringatan diingkari, maka jangan salahkan sesiapa jika Allah s.w.t menarik kembali nikmat penglihatan dan pendengaran serta memetari hati kita dari sebarang pedoman.
NauzubillahI Min Zalik..
Pengajaran yang boleh diambil :-
1. Manfaatkanlah anggota tubuh badan terutama penglihatan dan pendengaran untuk menerima peringatan dari Allah s.w.t dan RasulNya.
5. Bermuhasabahlah “ Adakah aku hamba yang sentiasa ingkar dan berpaling tadah?”
Dari Allah Kita Datang Kepada Allah Jualah Kita Dikembalikan Kelak
Wallahualam
Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang apabila Allah mengambil kembali nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya?
Maka dengan siapa kita akan meminta untuk dikembalikan nikmat tersebut?
Tazkirah kali ini akan membincangkan tentang apa bila Allah menarik nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya.
Maka di akhir tazkirah ini kita dapat mengambil manfaat dari segi pengajaran terhadap segala pemberian Allah s.w.t kepada kita dengan menghargainya.
Manusia tanpa pendengaran pasti sukar untuk mendengar sebarang perbicaraan. Apatah lagi mendengar ayat-ayat Allah s.w.t.
Penglihatan jika ia di tarik Allah s.w.t, maka kita tidak akan dapat melihat sekeliling kita apatah lagi peluang kita untuk membaca al-Quran dan sebagainya.
Maka bagaimanakah kita memanfaatkan peluang dan nikmat yang ada ini untuk kita sama-sama gunakannya dan manfaatkannya di atas jalan Allah s.w.t.
MANFAATKAN ANGGOTA DENGAN MENERIMA PERINGATAN
Berdasarkan ayat di atas tadi, Allah menerangkan kepada kita bahawa terdapat golongan yang telah diberikan nikmat anggota tubuh badan seperti mata dan telinga atas tujuan untuk menerima segala peringatan dari Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya mereka ini lebih suka untuk menolak segala seruan dan perintah serta peringatan dari Allah dan RasulNya.
Kenapa? Kerana mereka merasakan semua itu adalah sia-sia dan tidak sesuai untuk diaplikasikan di dunia ini. Tetapi mereka silap.
Apakah kita bersedia jika Allah menarik nikmat-nikmat tersebut? Sedangkan Allah sudah memberinya kepada kita tetapi kita tidak menggunakannya untuk menerima peringatan.
Kita terus ingkar dan ingkar hinggakan kita lupa akan siapa kita di muka bumi ini.
Bukankah kita dalam usaha melahrkan diri kita insan yang mukmin serta professional?
Maka dalam usaha ke arah tersebut perlu untuk kita menilai kembali atas tujuan apa Allah berikan segala nikmat anggota ini kepada kita?
MEMETERAI HATI: HILANG PANDUAN
Seperti lembu yang tidak di ikat, apabila dilepaskan maka ia boleh tersesat jauh tanpa ada sebarang pegangan atau kawalan.
Begitu juga kita. Tali taqwa yang sepatutnya mengikat hati kita dengan Allah s.w.t jika ia hilang maka kita akan sesat.
Itulah akan terjadi jika hati kita dimeterai oleh Allah s.w.t dan disebabkan itu kita gagal untuk menerima sebarang peringatan.
Bahayanya apabila hati dah mula gagal untuk menerima peringatan, maka kita akan terus sesat hingga ke akhir hayat.
PELBAGAI CARA PERINGATAN TETAPI TETAP INGKAR
Ada golongan yang siang malam di beri peringatan. Pebagai cara peringatan disampaikan. Melalui tazkirah, forum, video, papan kenyataan dan sebagainya bagi menyampaikan amanat Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya, peringatan itu seringkali diingkari.
Malah mereka ini tetap berpaling dari peringatan tersebut. Persoalannya, adakah kita tergolong dikalangan golongan tersebut?
Yang apabila diberi peringatan, kita ingkar. Apabila dibacakan amanat-amanat Allah dan RasulNya dia berpaling. Adakah kita sebegitu?
Maka bermuhasabahlah kita dalam memastikan kita tergolong dikalangan umat yang beriman dan beramal soleh.
Apabila peringatan diingkari, maka jangan salahkan sesiapa jika Allah s.w.t menarik kembali nikmat penglihatan dan pendengaran serta memetari hati kita dari sebarang pedoman.
NauzubillahI Min Zalik..
Pengajaran yang boleh diambil :-
1. Manfaatkanlah anggota tubuh badan terutama penglihatan dan pendengaran untuk menerima peringatan dari Allah s.w.t dan RasulNya.
2. Rasulullah s.a.w sentiasa mengingatkan kepada kita untuk sentiasa patuh dan taat akan suruhan dan larangan Allah s.w.t.
3. Pastikan hati kita tetap mencintai Allah dan Rasulullah s.a.w bagi memastikan hati itu tidak dimeterai dari sebarang peringatan.
4. Jangan ingkar atau berpaling tadah kerana Allah s.w.t Maha Berkuasa terhadap sesuatu.
Dari Allah Kita Datang Kepada Allah Jualah Kita Dikembalikan Kelak
Wallahualam
Friday, 16 June 2017
Pandangan Manusia Terhadap Keindahan Dunia
Allah swt itu Maha indah dan Dia suka kepada yang indah. Begitu juga dengan ciptaan Allah, terlalu banyak keindahan jika dihayati dengan sebaik mungkin. Dengan flora dan faunanya, dengan planet dan bintangnya, dengan bahan-bahan galiannya dan macam-macam lagi. Tetapi persepsi manusia melihat kepada keindahan tersebut berbeza-beza. Sebagai contoh, ada yang suka kepada bunga ros, tetapi bagi manusia yang lain ada yang tidak sukakannya. Dan begitulah seterusnya selera manusia ini berbeza dalam menentukan keindahan sesuatu benda.
Mana mungkin manusia itu mempunyai selera dan citarasa yang sama 100%. Sudah tentu tidak kerana walau bagaimana pun akan ada juga perbezaan walaupun sedikit. Cuma di sini saya ingin menyentuh soal keimanan. Iaitu beriman kepada Allah, Tuhan pencipta alam ini. Bagi mereka yang beriman, sudah pasti meyakini bahawa alam yang indah ini adalah ciptaan Yang Maha Mencipta. Tetapi tidak semua akan memandang kepada ciptaan Allah ini akan sentiasa menghayati dan memuji penciptanya kerana keindahan tersebut. Di situ lah bezanya tingkatan iman seseorang. Seseorang yang mempunyai iman yang tinggi akan sentiasa merasakan kehadiran pencipta apabila melihat apa sahaja makhluk.
Maka kita disunatkan untuk membaca doa memuji Allah apabila melihat kepada keindahan alam ini. Doa tersebut yang maksudnya , “Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan ini sia-sia, Maha Suci Engkau jauhkanlah kami dari azab neraka”. Di sini lah letaknya maksud yang tersirat di sebalik kata-kata mengingati Allah di mana sahaja kita berada. Dan kerana itu juga lah Nabi Muhammad S.A.W. mengajar kita agar berfikir tentang kejadian yang diciptakan oleh Allah S.W.T. Berfikir tentang makhluk adalah merupakan satu ibadah yang ada ganjarannya. Dan ianya juga termasuk dalam bab berzikir.
Ketahuilah bahawa segala puji-pujian adalah layak bagi Allah dan Allah sangat suka dipuji. Kerana itu lah dengan memuji Allah kita akan dapat pahala. Manusia juga suka dipuji, apa lagi Tuhan yang telah mencipta alam ini. Dan Allah sangat suka orang-orang yang suka memujiNya. Manakala orang yang malas atau tidak mahu memuji Tuhan adalah orang yang sombong dengan Tuhannya. Banyak dalil-dalil yang menggalakkan kita memuji Allah, antaranya;
“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” ( Surah AL An’am : Ayat 1)
“Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil seorang anak, dan yang tidak ada sebarang sekutu dalam kerajaan, dan tidak juga sebarang wali (pelindung) daripada kerendahan diri.” (Surah AL Isra’ : Ayat 111)
“Segala yang di langit dan bumi menyanjung Allah. Kepunyaan-Nya Kerajaan, dan kepunyaan-Nya puji-pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” (Surah At Taghaabuun : Ayat 1)
“Kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan di bumi; sesungguhnya Allah, Dia Yang Kaya, Yang Terpuji.” (Surah Luqman : Ayat 26)
“Dia Allah; tidak ada tuhan melainkan Dia. Bagi-Nya segala pujian pada permulaan dan akhir, dan bagi-Nya juga Putusan, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Surah Al Qasas : Ayat 70)
Dan teramat banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang memuji Allah dan menggalakkan agar memuji Allah. Menunjukkan betapa pentingnya memuji Allah dan membesarkanNya, alhamdulillah. Yang penting adalah selalu menghubungkan kepada Allah apabila melihat makhluknya. Kerana manusia yang tidak mempercayai kewujudan Tuhan sememangnya akan memandang keindahan dunia ini semata-mata keindahan. Tanpa menghubungkannya terus dengan pencipta Yang Maha Bijaksana. Ini lah bezanya pandangan antara orang yang tidak beriman dengan orang yang beriman. Orang yang tidak beriman juga tahu menilai seni pada makhluk, tetapi sayang dia tidak tahu menghargai pencipta kepada seni tersebut malah tidak meyakini bahawa adanya pencipta.
Manakala orang-orang yang beriman, sedikit sebanyak akan menghargai pencipta makhluk itu. Bezanya hanya pada selalu atau kadang-kadang atau jarang-jarang. Orang yang imannya tinggi dan hatinya selalu berdamping dengan Allah akan selalu menghubungkan secara terus apabila melihat makhluk kepada Allah. Dan orang-orang yang imannnya tidak berapa tinggi akan ada masa-masa atau fasa-fasa tertentu dalam memuji Allah apabila melihat makhluk. Yang biasanya jika ada peristiwa pelik atau besar sahaja akan dipuji. Manakala apabila melihat sesuatu yang biasa, maka ianya pun merasakan seperti tiada apa-apa.
Sedangkan jika kita sentiasa menghayati alam ini, setiap sudut ciptaan Allah ini bernilai seni. Cuma ramai yang tidak perasan dan memerhatikannya. Cuba lah anda ambil satu kamera dan cuba mengambil gambar. Tetapi anda mesti berimaginasi sedikit lah, nescaya anda akan nampak betapa setiap sudut di dunia ini mempunyai unsur-unsur seni yang tidak ternilai dan semua itu tidak lain dan tidak bukan melainkan kesenian dari pencipta segala sesuatu.
Ada juga sesuatu yang nampak di luar adalah suatu yang buruk, tetapi apabila sudah diproses menjadi gambar dan diedit sedikit maka akan menjadi suatu yang indah. Maka di situ menunjukkan bahawa sesuatu yang buruk itu tidak semestinya buruk semata-mata, bahkan boleh menjadi indah jika kena pada caranya. Sama lah juga keadaannya pada manusia , seseorang yang kurang cantik sedikit rupanya tidak semestinya buruk semuanya, malahan ada yang lebih cantik hati dan pekertinya dari manusia yang cantik paras rupanya. Malah ada juga manusia yang cantik rupanya tetapi amat buruk perangai dan hatinya.
Kesimpulannya, Allah Maha Mencipta dan alam ciptaanNya ini sungguh indah dan unik sekali. Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan sekelian alam. SubhanAllah……. :)
Kita banyak berfikir hal keduniaan, tetapi kita tidak mengingati kepada yang lebih agung iaitu Allah…yang mencipta seluruh kejadian di muka bumi ini. Kita banyak memikirkan ciptaan Allah s.w.t tetapi…. Kita lupa kepada penciptaNya.
Mana mungkin manusia itu mempunyai selera dan citarasa yang sama 100%. Sudah tentu tidak kerana walau bagaimana pun akan ada juga perbezaan walaupun sedikit. Cuma di sini saya ingin menyentuh soal keimanan. Iaitu beriman kepada Allah, Tuhan pencipta alam ini. Bagi mereka yang beriman, sudah pasti meyakini bahawa alam yang indah ini adalah ciptaan Yang Maha Mencipta. Tetapi tidak semua akan memandang kepada ciptaan Allah ini akan sentiasa menghayati dan memuji penciptanya kerana keindahan tersebut. Di situ lah bezanya tingkatan iman seseorang. Seseorang yang mempunyai iman yang tinggi akan sentiasa merasakan kehadiran pencipta apabila melihat apa sahaja makhluk.
Maka kita disunatkan untuk membaca doa memuji Allah apabila melihat kepada keindahan alam ini. Doa tersebut yang maksudnya , “Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan ini sia-sia, Maha Suci Engkau jauhkanlah kami dari azab neraka”. Di sini lah letaknya maksud yang tersirat di sebalik kata-kata mengingati Allah di mana sahaja kita berada. Dan kerana itu juga lah Nabi Muhammad S.A.W. mengajar kita agar berfikir tentang kejadian yang diciptakan oleh Allah S.W.T. Berfikir tentang makhluk adalah merupakan satu ibadah yang ada ganjarannya. Dan ianya juga termasuk dalam bab berzikir.
Ketahuilah bahawa segala puji-pujian adalah layak bagi Allah dan Allah sangat suka dipuji. Kerana itu lah dengan memuji Allah kita akan dapat pahala. Manusia juga suka dipuji, apa lagi Tuhan yang telah mencipta alam ini. Dan Allah sangat suka orang-orang yang suka memujiNya. Manakala orang yang malas atau tidak mahu memuji Tuhan adalah orang yang sombong dengan Tuhannya. Banyak dalil-dalil yang menggalakkan kita memuji Allah, antaranya;
“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” ( Surah AL An’am : Ayat 1)
“Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil seorang anak, dan yang tidak ada sebarang sekutu dalam kerajaan, dan tidak juga sebarang wali (pelindung) daripada kerendahan diri.” (Surah AL Isra’ : Ayat 111)
“Segala yang di langit dan bumi menyanjung Allah. Kepunyaan-Nya Kerajaan, dan kepunyaan-Nya puji-pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” (Surah At Taghaabuun : Ayat 1)
“Kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan di bumi; sesungguhnya Allah, Dia Yang Kaya, Yang Terpuji.” (Surah Luqman : Ayat 26)
“Dia Allah; tidak ada tuhan melainkan Dia. Bagi-Nya segala pujian pada permulaan dan akhir, dan bagi-Nya juga Putusan, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Surah Al Qasas : Ayat 70)
Dan teramat banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang memuji Allah dan menggalakkan agar memuji Allah. Menunjukkan betapa pentingnya memuji Allah dan membesarkanNya, alhamdulillah. Yang penting adalah selalu menghubungkan kepada Allah apabila melihat makhluknya. Kerana manusia yang tidak mempercayai kewujudan Tuhan sememangnya akan memandang keindahan dunia ini semata-mata keindahan. Tanpa menghubungkannya terus dengan pencipta Yang Maha Bijaksana. Ini lah bezanya pandangan antara orang yang tidak beriman dengan orang yang beriman. Orang yang tidak beriman juga tahu menilai seni pada makhluk, tetapi sayang dia tidak tahu menghargai pencipta kepada seni tersebut malah tidak meyakini bahawa adanya pencipta.
Manakala orang-orang yang beriman, sedikit sebanyak akan menghargai pencipta makhluk itu. Bezanya hanya pada selalu atau kadang-kadang atau jarang-jarang. Orang yang imannya tinggi dan hatinya selalu berdamping dengan Allah akan selalu menghubungkan secara terus apabila melihat makhluk kepada Allah. Dan orang-orang yang imannnya tidak berapa tinggi akan ada masa-masa atau fasa-fasa tertentu dalam memuji Allah apabila melihat makhluk. Yang biasanya jika ada peristiwa pelik atau besar sahaja akan dipuji. Manakala apabila melihat sesuatu yang biasa, maka ianya pun merasakan seperti tiada apa-apa.
Sedangkan jika kita sentiasa menghayati alam ini, setiap sudut ciptaan Allah ini bernilai seni. Cuma ramai yang tidak perasan dan memerhatikannya. Cuba lah anda ambil satu kamera dan cuba mengambil gambar. Tetapi anda mesti berimaginasi sedikit lah, nescaya anda akan nampak betapa setiap sudut di dunia ini mempunyai unsur-unsur seni yang tidak ternilai dan semua itu tidak lain dan tidak bukan melainkan kesenian dari pencipta segala sesuatu.
Ada juga sesuatu yang nampak di luar adalah suatu yang buruk, tetapi apabila sudah diproses menjadi gambar dan diedit sedikit maka akan menjadi suatu yang indah. Maka di situ menunjukkan bahawa sesuatu yang buruk itu tidak semestinya buruk semata-mata, bahkan boleh menjadi indah jika kena pada caranya. Sama lah juga keadaannya pada manusia , seseorang yang kurang cantik sedikit rupanya tidak semestinya buruk semuanya, malahan ada yang lebih cantik hati dan pekertinya dari manusia yang cantik paras rupanya. Malah ada juga manusia yang cantik rupanya tetapi amat buruk perangai dan hatinya.
Kesimpulannya, Allah Maha Mencipta dan alam ciptaanNya ini sungguh indah dan unik sekali. Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan sekelian alam. SubhanAllah……. :)
Kita banyak berfikir hal keduniaan, tetapi kita tidak mengingati kepada yang lebih agung iaitu Allah…yang mencipta seluruh kejadian di muka bumi ini. Kita banyak memikirkan ciptaan Allah s.w.t tetapi…. Kita lupa kepada penciptaNya.
Subur Dengan Syukur
Nikmat Allah sangat banyak sehingga tidak dapat dihitung.Jika menghitung pun sudah tidak mampu, apalagi untuk membalasnya.
Firman Allah s.w.t., maksudnya: “Jika kamu ingin menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak akan dapat menghitung.” (Surah Ibrahim 14:34)
Malangnya, nikmat yang begitu banyak ini gagal dilihat oleh kebanyakan manusia. Sebab itulah kebanyakan manusia tidak bersyukur dan Allah telah mengingatkan, maksudnya: “Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (Surah al-Rahman 55: 13)
Sekiranya seseorang tidak merasakan dia mempunyai kelebihan, pasti tidak akan ada rasa syukur. Namun realitinya begitulah, ramai manusia Iebih cenderung melihat kekurangan berbanding kelebihan terutamanya apabila dia diuji dengan sedikit kesusahan. Maka, fikiran dan jiwanya hanya tertumpu kepada kesusahan yang sekelumit dan lupalah dia pada kesenangan yang melangit. Misalnya apabila diuji dengan kemiskinan, dia terlupa dia masih sihat. Ketika diuji dengan cercaan manusia, dia Iupa masih mempunyai sumber pendapatan yang baik.
Syukur itu letaknya di hati. Hati tidak boleh dipaksa melainkan mesti disedarkan dengan rela. Orang yang tidak bersyukur hakikatnya buta “mata hati”. Dia tidak dapat melihat nikmat yang melimpah di hadapan mata sendiri.
Umpama kelawar yang tidak dapat melihat pada siang hari bukan kerana siang itu gelap, tetapi kerana terlalu terang. Begitulah orang yang tidak bersyukur, mereka tidak dapat melihat kelebihan kerana mereka sedang tenggelam oleh kelebihan itu. Mulutnya hanya menuturkan: “Susah, sakit, malang…”, tanpa menyedari bahawa mereka masih mempunyai lidah untuk mengeluarkan kata-kata itu!
Bersyukur kepada Pemberi Nikmat
Manusia akan bersyukur sekiranya dia “melihat” Pemberi nikmat bagi sesuatu, bukan nikmat-Nya. Jika kita menyedari Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang itulah yang memberi nikmat, kita akan membesarkan pemberiannya walaupun kecil atau sedikit. Ini kerana bukan nikmat itu yang menjadi ukuran, tetapi siapa yang memberi nikmat itulah yang lebih diutamakan.
Dalam percintaan misalnya, pemberian seorang kekasih akan dilihat besar dan bernilai bukan kerana pemberiannya tetapi kerana pemberinya. Begitulah hati orang yang bersyukur. Nikmat yang kecil pun sudah dibesarkan, apatah lagi nikmat yang besar.
Jarang ada manusia yang mahu mengambil ‘ibrah daripada ujian yang menimpa Nabi Ayub a.s. Apabila baginda diuji dengan kesakitan, baginda berasa malu untuk berdoa kepada Allah kerana tempoh sihatnya lebih lama berbanding tempoh baginda diuji dengan kesakitan. Ramai manusia yang hanya menghitung kesukaran, bukan kesyukuran. Jika kita menghitung kesyukuran, nescaya kita akan dapati jumlahnya melebihi kesukaran!
Anehnya ada manusia yang apabila diberi tambahan nikmat, dia berasa ia kurang daripada sebelumnya. Ini berlaku kerana kehendaknya menjadi Iebih besar berbanding sebelumnya. Mulalah dia mengenangkan sesuatu yang “tiada”, bukannya sesuatu yang “ada”. Tanpa syukur, hidup menjadi sukar. Hati semakin terhimpit dengan keresahan dan kesusahan yang tidak berkesudahan. Sukarnya untuk bersyukur hakikatnya jauh Iebih mudah daripada sukarnya akibat tidak bersyukur.
Menurut Ibn ‘Ataillah; “Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, bererti dia bersedia untuk kehilangan nikmat tersebut. Namun sesiapa yang rnensyukurinya, bererti dia telah mengikatnya dengan kekangnya.
”Ada yang sukar bersyukur kerana pengertian mereka tentang nikmat sangat terbatas. Ada yang menganggap nikmat itu hanya berkaitan dengan sesuatu yang berbentuk fizikal dan material sahaja. Contohnya jika mendapat harta, rumah, pangkat dan kenderaan barulah mereka merasakan adanya nikmat atau kelebihan.
Malangnya, mereka tidak melihat nyawa, kesihatan, anak-anak, saudara-mara, isteri, suami dan lain-lain lagi sebagai nikmat yang wajib disyukuri. Allah mengajak manusia berfikir tentang perkara ini melalui firmannya yang bermaksud: “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia membcrikanmu pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal fikiran) agar kamu bersyukur.” (Surah al-Nahl 16: 78)
Lebih-lebih lagi ramai manusia yang tidak menganggap nikmat iman, Islam hidayah, taufik, solat, puasa dan lain-lain ibadah itu juga satu kelebihan (malah nikmat yang lebih tinggi dan bernilai). Berapa ramai antara orang Islam yang bersyukur dengan nikmat iman dan Islam? Berapa ramai yang berasa syukur dapat menunaikan solat, puasa, zakat dan mengerjakan haji?
Aku Ahli Syukur
Siapa pun kita pada hari ini sama ada ahli perniagaan yang kaya, ahli ekonomi yang pandai menguruskan selok-belok ekonomi, ahli persatuan yang aktif menjalankan pelbagai aktiviti atau sesiapa sahaja yang ahli dalam bidang masing-masing pernahkah kita berusaha untuk menjadi ahli syukur?
Menjadi ahli syukur tidak memerlukan modal berbentuk wang ringgit atau proposal yang tebal untuk dikemukakan kepada mana-mana pihak. Membentuk diri menjadi seorang ahli syukur adalah dengan melakukan empat kriteria di bawah:
1. Tetap Bersyukur Walaupun Nikmatnya Kecil
Biarpun nikmat yang diperoleh tidaklah sehebat mana, sematkan dalam diri dengan sifat qanaah. Sentiasa berasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan. Biarpun ia berupa ujian, lapangkan hati untuk menerimanya dan bersyukur kerana ujian yang ditimpakan lebih ringan berbanding orang lain.
2. Memuji Allah Setiap Masa
Amat mudah untuk memuji Allah iaitu dengan mengucapkan alhamdulillah yang bermaksud segala puji bagi Allah. Jadikan perkara mudah ini sebagai satu kebiasaan dalam diri sebagai tanda syukur kita terhadap segala kurniaan Allah.
3. Berterima Kasih kepada Penunjuk Jalan Nikmat
Benar, setiap rezeki datang daripada Allah. Tetapi perlu diingati bahawa kadang-kadang rezeki tersebut disampaikan kepada kita melalui orang lain. Contohnya apabila diterima bekerja di sesuatu tempat, berterima kasihlah kepada orang yang memaklumkan tentang kekosongan jawatan, penemu duga dan majikan.
4. Nikmat Wasilah Mendekatkan Diri kepada Allah
Nikmatllah nikmat dan kurniaan yang Allah berikan dengan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan terlalu leka dengan keindahan nikmat tersebut sehingga mengabaikan kewajipan sebagai hamba seperti melengah-lengahkan solat kerana terlalu tekun bekerja. Lazimi diri dengan pelbagai ibadah sunat sebagai usaha kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan.
Sedangkan itulah nikmat yang paling besar dan paling wajar disyukuri.
Pengertian nikmat ilu Lidak terhad pada nikmat duniawi, sebaliknya ia merangkumi nikmat iman, Islam, ibadah dan hidayah. Jika kita mempunyai pengertian yang luas tentang nikmat, maka lebih mudah kita melihat “keberadaan” nikmat itu pada diri kita. Dengan ini lebih mudahlah untuk kita bersyukur. Sebaliknya jika pengertian nikmat itu temad, pandangan kita terhadap kelebihan nikmat akan terbatas dan akibatnya kita semakin sukar untuk bersyukur.
Praktikal Syukur
Bagaimana kita hendak mempraktikkan syukur dalam kehidupan seharian? Ada tiga kaedah bersyukur, iaitu:
1. Bersyukur dengan hati
Bersyukur dengan hati adalah dengan menyedari dan menghayati sepenuhnya bahawa nikmat itu daripada Allah, bukan daripada diri sendiri. Maksudnya, kita menafikan segala kekuatan, kepandaian, kegigihan dan segala usaha sendiri sehingga tercapainya nikmat tersebut. Jelasnya, syukur dengan hati itulah yang menisbahkan nikmat kcpada Pemberinya (Allah).
Sebagai perbandingan, lihat perbezaan sikap antara Nabi Sulaiman a.s. dengan Qarun. Qarun ialah pengi-kut Nabi Musa a.s. dan memiliki kekayaan yang sangat banyak hinggakan tidak terkira gudang-gudang rezekinya. Namun, sikap angkuhnya terserlah apabila kaumnya memberi nasihat: “Janganlah kamu terlalu bergembira kerana Allah tidak suka orang yang terlalu gembira dan berkhayal.”
Ayat 77 surah al-Qasas mengandungi nasihat kepada Qarun, maksudnya: “Dan carilah pada kurniaan Allah kepadamu akan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu daripada dunia ini serta berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbual baik kepadamu. Janganlah engkau membuat kerosakan di atas muka bumi ini.” Tetapi, Qarun menjawab dalam ayat seterusnya yang bermaksud: “Aku diberi harta kekayaan ini kerana aku pandai.” Sesungguhnya Qarun telah menisbahkan kekayaannya kepada dirinya sendiri.
Perkara yang sebaliknya berlaku kepada Nabi Sulaiman a.s. Baginda mempunyai hati yang bersyukur. Baginda tetap mengakui bahawa nikmat yang dimilikinya itu milik Allah. Ketika dipuji tentang kebesaran kerajaan dan kelebihannya, Nabi Sulaiman a.s. terus berkata: “Ini semua kurniaan Tuhanku.”
Setiap orang Islam mesti beriman kepada Allah yang bersifat al-Razzaq (Maha Memberi rezeki). Malangnya, ramai yang tidak yakin rezeki yang diterimanya itu daripada Allah s.w.t. Buktinya apabila rezeki itu ditarik balik, ramai yang melenting dan marah-marah. Mereka seolah-olah lupa bahawa mereka bukan pemilik rezeki tersebut. Hakikatnya, mereka hanya “peminjam” yang perlu memulangkannya apabila diminta, tidak boleh menyalahgunakan rezeki tersebut serta bersedia menyerahkannya kepada sesiapa jua seperti yang diperintahkan oleh Pemberinya.
Hayati teladan daripada para sahabat Rasulullah s.a.w. Kesan keyakinan mereka bahawa rezeki itu datang daripada Allah, maka mereka mudah berkorban. Sayidina Abu Bakar menginfakkan semua harta miliknya ke jalan Allah. Begitu juga dengan Sayidina Umar yang menyumbangkan separuh, dan seterusnya Sayidina Uthman sepertiga. Apa yang mendorong mereka bersifat demikian? Pertama, keyakinan mereka terhadap pembalasan Allah. Kedua, mereka menyedari bahawa harta milik mereka sebenarnya milik Allah. Apabila Allah “memintanya”, mereka memberinya dengan rela.
Realitinya, sujud syukur itu ialah bukti syukur dengan hati. Sujud syukur bukan syukur dengan amalan. Sujud yang dilakukan bukan sekadar ucapan dan perlakuan, tetapi yang paling utama apabila hati merasakan nikmat yang dimiliki itu milik Allah yang hakiki. Sungguh, tidak beradab jika ada seseorang yang berkata: “Kalaulah tidak kerana aku, sudah lama kamu mati kelaparan.” Cuba fikirkan sejenak, siapakah yang memberi rezeki sehingga seseorang itu mampu memberi rezeki kepada orang lain? Menisbahkan nikmat Allah kepada diri pun dilarang, apatah lagi menisbahkan nikmat Allah yang dibenkan kepada orang lain kepada diri sendiri.
Nabi Sulaiman a.s. pernah ditegur oleh Allah apabila terlintas dalam hatinya dengan sesuatu yang boleh mencalarkan rasa syukur. Teguran Allah sangat keras. Allah datangkan seorang manusia yang sangat menyerupainya ketika baginda keluar dari istana. Akibatnya, semua menteri, pengikut dan rakyatnya mematuhi “orang” tersebut.
Oleh sebab terkejut dengan teguran itu, Nabi Sulaiman a.s. segera bertaubat dan akhirnya kerajaan baginda dikembalikan kepadanya semula.
Ya, syukur dengan hati itu bukan mudah. Melalui syukur dengan hati Allah menutup rapat pintu syirik, riyak, ujub dan sum‘ah. Justeru, berhati-hatilah apabila memberi motivasi kepada diri dan orang lain tentang keyakinan diri. Hendaklah sentiasa menyedari bahawa kekuatan diri‘ hakikatnya milik Allah jua. Menimbulkan keyakinan diri dalam Islam wajib bertitik tolak dengan keyakinan kepada Allah, yakni dengan sentiasa mengharap kemurahan, keperkasaan dan kasih sayangnya.
2. Bersyukur dengan lidah
Syukur dengan lidah adalah dengan mengakui segala sumber nikmat itu daripada Allah sw.t. iaitu dengan memujinya. Allah mengajarkan ungkapan syukur dengan mengucap “alhamdulillah“. Itulah kalimah yang diajar sendiri oleh Allah untuk memujinya. Selesai makan, ucapkan alhamdulillah. Apabila bersin, ucapkan alhamdulillah. Jangan ucapkan kalimah-kalimah yang lain seperti ”excuse me, I’m sorry” dan sebagainya.
Apabila melihat orang lain ditimpa musibah tetapi ia tidak menimpa kita, atau apabila negara jiran dilanda banjir yang teruk. begitu juga apabila pulang bermusafir dengan selamat dan apabila terselamat daripada kemalangan, ucapkan ‘alhamdulillah.’ Pendek kata, bersyukur dengan lisan hendaklah dibudayakan dalam diri masyarakat.
Rasulullah pernah bersabda, maksudnya: ‘Sesiapa sahaja yang melihat orang yang ditimpa musibah, kemudian dia berkata ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku daripada musibah itu,’ lalu memuji ‘ Allah, maka orang tersebut tidak akan ditimpa musibah tersebut .”(Riwayat al-Bahaqi)
Dengan mengucapkan alhamdulillah, ia bukan untuk menempelak orang yang ditimpa musibah itu (kerana kita wajar ucapkan kata-kata simpati kepada mereka), tetapi ucapan tersebut untuk diri kita yang terselamat atau terhindar daripada musibah tersebut.
Syukur dengan lisan juga adalah dengan menampakkan kesan nikmat Allah pada diri kita. Dalam riwayat al-Baihaqi, Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: ”Alangkah baiknya salah seorang daripada kamu jika dia rmembeli dua pakaian untuk hari Jumaat selain dua pakaian untuk bekerja.
Jika ada kelapangan rezeki, sediakan pakaian untuk solat dan bekerja. Menyediakan pakaian untuk solat dan bekerja menunjukkan tanda syukur kita terhadap nikmat yang Allah berikan di dunia ini tanpa melupakan hakikat hari akhirat nanti. Perbuatan ini termasuk dalam kategori syukur dengan lisan, yakni menampakkan kesan hikmat Allah pada diri. Begitu juga apabila mengadakan kenduri kesyukuran, ia sebagai syukur dengan lisan dengan menguar-uarkan dan berkongsi nikmat yang diperoleh daripada Allah kepada orang lain.
Dengan kedua-dua sikap tersebut, sebenarnya kita telah ”mempamerkan ” kesan nikmat Allah kepada masyarakat. Allah suka jika kita menampakkan kesan nikmat yang dikurniakan olehnya kepada hamba-hambanya yang lain. Apabila Allah suka, Allah akan menambah nikmatnya. Namun, perlu dijauhi niat menunjuk-nunjuk atau bermegah-megah terhadap orng lain.
3. Bersyukur dengan amal
Bersyukur dengan amalan adalah dengan menggunakan nikmat kurniaan Allah selaras dengan tujuan Allah mengumiakannya. Misalnya jika Allah memberikan ilmu dan apabila menyedari dengan hati bahawa ilmu itu datang daripada Allah, ucapkan kalimah kesyukuran alhamdulillah. Kemudian terus amal dan sampaikan ilmu tersebut. Begitu juga apabila dikurniakan harta, harta itu terus dibelanjakan ke jalan yang halal dan diredai Allah.
Apabila Allah memberi kesihatan, gunakan la untuk beribadah kepada Allah sama ada dalam ibadah umum ataupun khusus. Begitu juga apabila Allah memberikan masa lapang, ia perlu digunakan untuk menambahkan ilmu, menolong orang lain dan membuat perkara-perkara yang bermanfaat. Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai keluarga Daud, beramallah kalian untuk bersyukur.” (Surah Saba’34: 13)
Sekiranya tidak belamal, itu tandanya kita belum bersyukur sekalipun kita telah mengucapkan syukur melalui lisan dan merasainya dengan hati. Kita dapat lihat betapa ramai manusia yang menyalahgunakan nikmat ke arah jalan maksiat dan kemungkaran. Diberi ilmu, harta, rupa dan kesihatan tetapi semuanya disalahgunakan ke jalan yang batil dan mungkar. Mengapa tergamak kita gunakan nikmat untuk menderhakai Pemberi nikmat ini?
Akibat tidak bersyukur, nikmat itu akan ditarik balik, dibinasakan ataupun menjadi istidraj (pemberian nikmat untuk memudaratkan). Natijahnya, melalui nikmat Allah tidak dapat mendekatkan kita dengan Allah, tetapi semakin jauh daripadanya. Akibat yang lebih buruk, jiwa kita semakin tidak tenang walaupun dilimpahi harta yang banyak dan kuasa yang semakin tinggi.
Panduan Elemen-Elemen Syukur
Ketiga-tiga kaedah bersyukur (hati, lisan dan tindakan) tidak dapat dipisahkan dan semuanya perlu dilaksanakan serentak. Apabila ketiga-tiga kaedah ini dilaksanakan, barulah diri akan menjadi tenang dan dapat memberi ketenangan. Orang yang bersyukur akan banyak memberi. Jika kita bersyukur ketujuh-tujuh anggota; mata, telinga, Iidah, tangan, perut, kemaluan dan kaki akan memberi dan menjana kebalkan bukan sahaja kepada Allah, tetapl juga kepada manusia lain.
Syukur akan memperbanyakkan nikmat yang sedikit, menyelamatkan diri daripada kekufuran, merapatkan hubungan dengan Tuhan dan sesama insan serta akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Hayatiah sabda Rasulullah s.a.w. ini, maksudya: ‘Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, pasti dia juga tidak akan mensyukuri nikmat yang banyak. Sesiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia pasti diajuga tidak berterima kasih kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah ini termasuklah ungkapan rasa syukur, sedangkan meninggalkannya adalah kufur. Berkumpul(berjemaah) itu suatu rahmat, sedangkan menyendiri itu satu petaka.(Riwayat Ahmad)
lngin ditegaskan sekali lagi bahawa orang yang bersyukur ialah orang yang merasakan dirinya rmempunyai kelebihan. Dan orang tersebut sahajalah yang sanggup memberi. Manakala orang yang sentiasa merasakan serba kekurangan tidak akan mampu memberi. Hanya apabila manusia memberi barulah segala yang ada dalam kehidupannya akan menjadi subur. lngatlah, kekayaan, kebahagiaan, ketenangan dan kejayaan hamba yang bersyukur akan digandakan.
Lihatlah betapa indahnya perumpamaan yang Allah nyatakan dalam al-Quran bagi hambanya yang sudi memberi (kesan sifat syukurnya). maksudnya: ‘Perumpamaan orang yang rnembelanjakan hartanya pada jalan Allah seperti sebutir biji benihyang menumbuhkan tujuh tangkai, dan setiap tangkai ada 100 biji. Allah melipatgandakan bagi sesiapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (kurniaannya) Iagi Maha Mengetahuif (Surah al-Baqarah 2: 261)
Bersyukurlah, nescaya kehidupan dunia dan akhirat kita menjadi subur.
Firman Allah s.w.t., maksudnya: “Jika kamu ingin menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak akan dapat menghitung.” (Surah Ibrahim 14:34)
Malangnya, nikmat yang begitu banyak ini gagal dilihat oleh kebanyakan manusia. Sebab itulah kebanyakan manusia tidak bersyukur dan Allah telah mengingatkan, maksudnya: “Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (Surah al-Rahman 55: 13)
Sekiranya seseorang tidak merasakan dia mempunyai kelebihan, pasti tidak akan ada rasa syukur. Namun realitinya begitulah, ramai manusia Iebih cenderung melihat kekurangan berbanding kelebihan terutamanya apabila dia diuji dengan sedikit kesusahan. Maka, fikiran dan jiwanya hanya tertumpu kepada kesusahan yang sekelumit dan lupalah dia pada kesenangan yang melangit. Misalnya apabila diuji dengan kemiskinan, dia terlupa dia masih sihat. Ketika diuji dengan cercaan manusia, dia Iupa masih mempunyai sumber pendapatan yang baik.
Syukur itu letaknya di hati. Hati tidak boleh dipaksa melainkan mesti disedarkan dengan rela. Orang yang tidak bersyukur hakikatnya buta “mata hati”. Dia tidak dapat melihat nikmat yang melimpah di hadapan mata sendiri.
Umpama kelawar yang tidak dapat melihat pada siang hari bukan kerana siang itu gelap, tetapi kerana terlalu terang. Begitulah orang yang tidak bersyukur, mereka tidak dapat melihat kelebihan kerana mereka sedang tenggelam oleh kelebihan itu. Mulutnya hanya menuturkan: “Susah, sakit, malang…”, tanpa menyedari bahawa mereka masih mempunyai lidah untuk mengeluarkan kata-kata itu!
Bersyukur kepada Pemberi Nikmat
Manusia akan bersyukur sekiranya dia “melihat” Pemberi nikmat bagi sesuatu, bukan nikmat-Nya. Jika kita menyedari Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang itulah yang memberi nikmat, kita akan membesarkan pemberiannya walaupun kecil atau sedikit. Ini kerana bukan nikmat itu yang menjadi ukuran, tetapi siapa yang memberi nikmat itulah yang lebih diutamakan.
Dalam percintaan misalnya, pemberian seorang kekasih akan dilihat besar dan bernilai bukan kerana pemberiannya tetapi kerana pemberinya. Begitulah hati orang yang bersyukur. Nikmat yang kecil pun sudah dibesarkan, apatah lagi nikmat yang besar.
Jarang ada manusia yang mahu mengambil ‘ibrah daripada ujian yang menimpa Nabi Ayub a.s. Apabila baginda diuji dengan kesakitan, baginda berasa malu untuk berdoa kepada Allah kerana tempoh sihatnya lebih lama berbanding tempoh baginda diuji dengan kesakitan. Ramai manusia yang hanya menghitung kesukaran, bukan kesyukuran. Jika kita menghitung kesyukuran, nescaya kita akan dapati jumlahnya melebihi kesukaran!
Anehnya ada manusia yang apabila diberi tambahan nikmat, dia berasa ia kurang daripada sebelumnya. Ini berlaku kerana kehendaknya menjadi Iebih besar berbanding sebelumnya. Mulalah dia mengenangkan sesuatu yang “tiada”, bukannya sesuatu yang “ada”. Tanpa syukur, hidup menjadi sukar. Hati semakin terhimpit dengan keresahan dan kesusahan yang tidak berkesudahan. Sukarnya untuk bersyukur hakikatnya jauh Iebih mudah daripada sukarnya akibat tidak bersyukur.
Menurut Ibn ‘Ataillah; “Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, bererti dia bersedia untuk kehilangan nikmat tersebut. Namun sesiapa yang rnensyukurinya, bererti dia telah mengikatnya dengan kekangnya.
”Ada yang sukar bersyukur kerana pengertian mereka tentang nikmat sangat terbatas. Ada yang menganggap nikmat itu hanya berkaitan dengan sesuatu yang berbentuk fizikal dan material sahaja. Contohnya jika mendapat harta, rumah, pangkat dan kenderaan barulah mereka merasakan adanya nikmat atau kelebihan.
Malangnya, mereka tidak melihat nyawa, kesihatan, anak-anak, saudara-mara, isteri, suami dan lain-lain lagi sebagai nikmat yang wajib disyukuri. Allah mengajak manusia berfikir tentang perkara ini melalui firmannya yang bermaksud: “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia membcrikanmu pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal fikiran) agar kamu bersyukur.” (Surah al-Nahl 16: 78)
Lebih-lebih lagi ramai manusia yang tidak menganggap nikmat iman, Islam hidayah, taufik, solat, puasa dan lain-lain ibadah itu juga satu kelebihan (malah nikmat yang lebih tinggi dan bernilai). Berapa ramai antara orang Islam yang bersyukur dengan nikmat iman dan Islam? Berapa ramai yang berasa syukur dapat menunaikan solat, puasa, zakat dan mengerjakan haji?
Aku Ahli Syukur
Siapa pun kita pada hari ini sama ada ahli perniagaan yang kaya, ahli ekonomi yang pandai menguruskan selok-belok ekonomi, ahli persatuan yang aktif menjalankan pelbagai aktiviti atau sesiapa sahaja yang ahli dalam bidang masing-masing pernahkah kita berusaha untuk menjadi ahli syukur?
Menjadi ahli syukur tidak memerlukan modal berbentuk wang ringgit atau proposal yang tebal untuk dikemukakan kepada mana-mana pihak. Membentuk diri menjadi seorang ahli syukur adalah dengan melakukan empat kriteria di bawah:
1. Tetap Bersyukur Walaupun Nikmatnya Kecil
Biarpun nikmat yang diperoleh tidaklah sehebat mana, sematkan dalam diri dengan sifat qanaah. Sentiasa berasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan. Biarpun ia berupa ujian, lapangkan hati untuk menerimanya dan bersyukur kerana ujian yang ditimpakan lebih ringan berbanding orang lain.
2. Memuji Allah Setiap Masa
Amat mudah untuk memuji Allah iaitu dengan mengucapkan alhamdulillah yang bermaksud segala puji bagi Allah. Jadikan perkara mudah ini sebagai satu kebiasaan dalam diri sebagai tanda syukur kita terhadap segala kurniaan Allah.
3. Berterima Kasih kepada Penunjuk Jalan Nikmat
Benar, setiap rezeki datang daripada Allah. Tetapi perlu diingati bahawa kadang-kadang rezeki tersebut disampaikan kepada kita melalui orang lain. Contohnya apabila diterima bekerja di sesuatu tempat, berterima kasihlah kepada orang yang memaklumkan tentang kekosongan jawatan, penemu duga dan majikan.
4. Nikmat Wasilah Mendekatkan Diri kepada Allah
Nikmatllah nikmat dan kurniaan yang Allah berikan dengan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan terlalu leka dengan keindahan nikmat tersebut sehingga mengabaikan kewajipan sebagai hamba seperti melengah-lengahkan solat kerana terlalu tekun bekerja. Lazimi diri dengan pelbagai ibadah sunat sebagai usaha kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan.
Sedangkan itulah nikmat yang paling besar dan paling wajar disyukuri.
Pengertian nikmat ilu Lidak terhad pada nikmat duniawi, sebaliknya ia merangkumi nikmat iman, Islam, ibadah dan hidayah. Jika kita mempunyai pengertian yang luas tentang nikmat, maka lebih mudah kita melihat “keberadaan” nikmat itu pada diri kita. Dengan ini lebih mudahlah untuk kita bersyukur. Sebaliknya jika pengertian nikmat itu temad, pandangan kita terhadap kelebihan nikmat akan terbatas dan akibatnya kita semakin sukar untuk bersyukur.
Praktikal Syukur
Bagaimana kita hendak mempraktikkan syukur dalam kehidupan seharian? Ada tiga kaedah bersyukur, iaitu:
1. Bersyukur dengan hati
Bersyukur dengan hati adalah dengan menyedari dan menghayati sepenuhnya bahawa nikmat itu daripada Allah, bukan daripada diri sendiri. Maksudnya, kita menafikan segala kekuatan, kepandaian, kegigihan dan segala usaha sendiri sehingga tercapainya nikmat tersebut. Jelasnya, syukur dengan hati itulah yang menisbahkan nikmat kcpada Pemberinya (Allah).
Sebagai perbandingan, lihat perbezaan sikap antara Nabi Sulaiman a.s. dengan Qarun. Qarun ialah pengi-kut Nabi Musa a.s. dan memiliki kekayaan yang sangat banyak hinggakan tidak terkira gudang-gudang rezekinya. Namun, sikap angkuhnya terserlah apabila kaumnya memberi nasihat: “Janganlah kamu terlalu bergembira kerana Allah tidak suka orang yang terlalu gembira dan berkhayal.”
Ayat 77 surah al-Qasas mengandungi nasihat kepada Qarun, maksudnya: “Dan carilah pada kurniaan Allah kepadamu akan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu daripada dunia ini serta berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbual baik kepadamu. Janganlah engkau membuat kerosakan di atas muka bumi ini.” Tetapi, Qarun menjawab dalam ayat seterusnya yang bermaksud: “Aku diberi harta kekayaan ini kerana aku pandai.” Sesungguhnya Qarun telah menisbahkan kekayaannya kepada dirinya sendiri.
Perkara yang sebaliknya berlaku kepada Nabi Sulaiman a.s. Baginda mempunyai hati yang bersyukur. Baginda tetap mengakui bahawa nikmat yang dimilikinya itu milik Allah. Ketika dipuji tentang kebesaran kerajaan dan kelebihannya, Nabi Sulaiman a.s. terus berkata: “Ini semua kurniaan Tuhanku.”
Setiap orang Islam mesti beriman kepada Allah yang bersifat al-Razzaq (Maha Memberi rezeki). Malangnya, ramai yang tidak yakin rezeki yang diterimanya itu daripada Allah s.w.t. Buktinya apabila rezeki itu ditarik balik, ramai yang melenting dan marah-marah. Mereka seolah-olah lupa bahawa mereka bukan pemilik rezeki tersebut. Hakikatnya, mereka hanya “peminjam” yang perlu memulangkannya apabila diminta, tidak boleh menyalahgunakan rezeki tersebut serta bersedia menyerahkannya kepada sesiapa jua seperti yang diperintahkan oleh Pemberinya.
Hayati teladan daripada para sahabat Rasulullah s.a.w. Kesan keyakinan mereka bahawa rezeki itu datang daripada Allah, maka mereka mudah berkorban. Sayidina Abu Bakar menginfakkan semua harta miliknya ke jalan Allah. Begitu juga dengan Sayidina Umar yang menyumbangkan separuh, dan seterusnya Sayidina Uthman sepertiga. Apa yang mendorong mereka bersifat demikian? Pertama, keyakinan mereka terhadap pembalasan Allah. Kedua, mereka menyedari bahawa harta milik mereka sebenarnya milik Allah. Apabila Allah “memintanya”, mereka memberinya dengan rela.
Realitinya, sujud syukur itu ialah bukti syukur dengan hati. Sujud syukur bukan syukur dengan amalan. Sujud yang dilakukan bukan sekadar ucapan dan perlakuan, tetapi yang paling utama apabila hati merasakan nikmat yang dimiliki itu milik Allah yang hakiki. Sungguh, tidak beradab jika ada seseorang yang berkata: “Kalaulah tidak kerana aku, sudah lama kamu mati kelaparan.” Cuba fikirkan sejenak, siapakah yang memberi rezeki sehingga seseorang itu mampu memberi rezeki kepada orang lain? Menisbahkan nikmat Allah kepada diri pun dilarang, apatah lagi menisbahkan nikmat Allah yang dibenkan kepada orang lain kepada diri sendiri.
Nabi Sulaiman a.s. pernah ditegur oleh Allah apabila terlintas dalam hatinya dengan sesuatu yang boleh mencalarkan rasa syukur. Teguran Allah sangat keras. Allah datangkan seorang manusia yang sangat menyerupainya ketika baginda keluar dari istana. Akibatnya, semua menteri, pengikut dan rakyatnya mematuhi “orang” tersebut.
Oleh sebab terkejut dengan teguran itu, Nabi Sulaiman a.s. segera bertaubat dan akhirnya kerajaan baginda dikembalikan kepadanya semula.
Ya, syukur dengan hati itu bukan mudah. Melalui syukur dengan hati Allah menutup rapat pintu syirik, riyak, ujub dan sum‘ah. Justeru, berhati-hatilah apabila memberi motivasi kepada diri dan orang lain tentang keyakinan diri. Hendaklah sentiasa menyedari bahawa kekuatan diri‘ hakikatnya milik Allah jua. Menimbulkan keyakinan diri dalam Islam wajib bertitik tolak dengan keyakinan kepada Allah, yakni dengan sentiasa mengharap kemurahan, keperkasaan dan kasih sayangnya.
2. Bersyukur dengan lidah
Syukur dengan lidah adalah dengan mengakui segala sumber nikmat itu daripada Allah sw.t. iaitu dengan memujinya. Allah mengajarkan ungkapan syukur dengan mengucap “alhamdulillah“. Itulah kalimah yang diajar sendiri oleh Allah untuk memujinya. Selesai makan, ucapkan alhamdulillah. Apabila bersin, ucapkan alhamdulillah. Jangan ucapkan kalimah-kalimah yang lain seperti ”excuse me, I’m sorry” dan sebagainya.
Apabila melihat orang lain ditimpa musibah tetapi ia tidak menimpa kita, atau apabila negara jiran dilanda banjir yang teruk. begitu juga apabila pulang bermusafir dengan selamat dan apabila terselamat daripada kemalangan, ucapkan ‘alhamdulillah.’ Pendek kata, bersyukur dengan lisan hendaklah dibudayakan dalam diri masyarakat.
Rasulullah pernah bersabda, maksudnya: ‘Sesiapa sahaja yang melihat orang yang ditimpa musibah, kemudian dia berkata ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku daripada musibah itu,’ lalu memuji ‘ Allah, maka orang tersebut tidak akan ditimpa musibah tersebut .”(Riwayat al-Bahaqi)
Dengan mengucapkan alhamdulillah, ia bukan untuk menempelak orang yang ditimpa musibah itu (kerana kita wajar ucapkan kata-kata simpati kepada mereka), tetapi ucapan tersebut untuk diri kita yang terselamat atau terhindar daripada musibah tersebut.
Syukur dengan lisan juga adalah dengan menampakkan kesan nikmat Allah pada diri kita. Dalam riwayat al-Baihaqi, Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: ”Alangkah baiknya salah seorang daripada kamu jika dia rmembeli dua pakaian untuk hari Jumaat selain dua pakaian untuk bekerja.
Jika ada kelapangan rezeki, sediakan pakaian untuk solat dan bekerja. Menyediakan pakaian untuk solat dan bekerja menunjukkan tanda syukur kita terhadap nikmat yang Allah berikan di dunia ini tanpa melupakan hakikat hari akhirat nanti. Perbuatan ini termasuk dalam kategori syukur dengan lisan, yakni menampakkan kesan hikmat Allah pada diri. Begitu juga apabila mengadakan kenduri kesyukuran, ia sebagai syukur dengan lisan dengan menguar-uarkan dan berkongsi nikmat yang diperoleh daripada Allah kepada orang lain.
Dengan kedua-dua sikap tersebut, sebenarnya kita telah ”mempamerkan ” kesan nikmat Allah kepada masyarakat. Allah suka jika kita menampakkan kesan nikmat yang dikurniakan olehnya kepada hamba-hambanya yang lain. Apabila Allah suka, Allah akan menambah nikmatnya. Namun, perlu dijauhi niat menunjuk-nunjuk atau bermegah-megah terhadap orng lain.
3. Bersyukur dengan amal
Bersyukur dengan amalan adalah dengan menggunakan nikmat kurniaan Allah selaras dengan tujuan Allah mengumiakannya. Misalnya jika Allah memberikan ilmu dan apabila menyedari dengan hati bahawa ilmu itu datang daripada Allah, ucapkan kalimah kesyukuran alhamdulillah. Kemudian terus amal dan sampaikan ilmu tersebut. Begitu juga apabila dikurniakan harta, harta itu terus dibelanjakan ke jalan yang halal dan diredai Allah.
Apabila Allah memberi kesihatan, gunakan la untuk beribadah kepada Allah sama ada dalam ibadah umum ataupun khusus. Begitu juga apabila Allah memberikan masa lapang, ia perlu digunakan untuk menambahkan ilmu, menolong orang lain dan membuat perkara-perkara yang bermanfaat. Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai keluarga Daud, beramallah kalian untuk bersyukur.” (Surah Saba’34: 13)
Sekiranya tidak belamal, itu tandanya kita belum bersyukur sekalipun kita telah mengucapkan syukur melalui lisan dan merasainya dengan hati. Kita dapat lihat betapa ramai manusia yang menyalahgunakan nikmat ke arah jalan maksiat dan kemungkaran. Diberi ilmu, harta, rupa dan kesihatan tetapi semuanya disalahgunakan ke jalan yang batil dan mungkar. Mengapa tergamak kita gunakan nikmat untuk menderhakai Pemberi nikmat ini?
Akibat tidak bersyukur, nikmat itu akan ditarik balik, dibinasakan ataupun menjadi istidraj (pemberian nikmat untuk memudaratkan). Natijahnya, melalui nikmat Allah tidak dapat mendekatkan kita dengan Allah, tetapi semakin jauh daripadanya. Akibat yang lebih buruk, jiwa kita semakin tidak tenang walaupun dilimpahi harta yang banyak dan kuasa yang semakin tinggi.
Panduan Elemen-Elemen Syukur
Ketiga-tiga kaedah bersyukur (hati, lisan dan tindakan) tidak dapat dipisahkan dan semuanya perlu dilaksanakan serentak. Apabila ketiga-tiga kaedah ini dilaksanakan, barulah diri akan menjadi tenang dan dapat memberi ketenangan. Orang yang bersyukur akan banyak memberi. Jika kita bersyukur ketujuh-tujuh anggota; mata, telinga, Iidah, tangan, perut, kemaluan dan kaki akan memberi dan menjana kebalkan bukan sahaja kepada Allah, tetapl juga kepada manusia lain.
Syukur akan memperbanyakkan nikmat yang sedikit, menyelamatkan diri daripada kekufuran, merapatkan hubungan dengan Tuhan dan sesama insan serta akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Hayatiah sabda Rasulullah s.a.w. ini, maksudya: ‘Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, pasti dia juga tidak akan mensyukuri nikmat yang banyak. Sesiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia pasti diajuga tidak berterima kasih kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah ini termasuklah ungkapan rasa syukur, sedangkan meninggalkannya adalah kufur. Berkumpul(berjemaah) itu suatu rahmat, sedangkan menyendiri itu satu petaka.(Riwayat Ahmad)
lngin ditegaskan sekali lagi bahawa orang yang bersyukur ialah orang yang merasakan dirinya rmempunyai kelebihan. Dan orang tersebut sahajalah yang sanggup memberi. Manakala orang yang sentiasa merasakan serba kekurangan tidak akan mampu memberi. Hanya apabila manusia memberi barulah segala yang ada dalam kehidupannya akan menjadi subur. lngatlah, kekayaan, kebahagiaan, ketenangan dan kejayaan hamba yang bersyukur akan digandakan.
Lihatlah betapa indahnya perumpamaan yang Allah nyatakan dalam al-Quran bagi hambanya yang sudi memberi (kesan sifat syukurnya). maksudnya: ‘Perumpamaan orang yang rnembelanjakan hartanya pada jalan Allah seperti sebutir biji benihyang menumbuhkan tujuh tangkai, dan setiap tangkai ada 100 biji. Allah melipatgandakan bagi sesiapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (kurniaannya) Iagi Maha Mengetahuif (Surah al-Baqarah 2: 261)
Bersyukurlah, nescaya kehidupan dunia dan akhirat kita menjadi subur.
Thursday, 15 June 2017
Akan Berlaku Kekacauan Dan Fitnah - Akhir Zaman
Hadith Berkenaan Kekacauan dan Fitnah
Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 2458.
Dari Abu Bakrah r.a. katanya Rasulullah saw. bersabda: "Nanti bakal terjadi banyak kekacauan (fitnah). Orang yang duduk ketika itu lebih baik dari yang berjalan. Yang berjalan lebih baik dari yang berlari kepadanya (turut aktif dalam kekacauan). Apabila kekacauan itu telah terjadi, maka siapa yang mempunyai unta sebaiknyalah dia menggembalakan untanya. Siapa mempunyai kambing sebaiknyalah dia menggembalakan kambingnya. Dan siapa mempunyai tanah sebaiknyalah dia menggarap tanahnya." Tanya seorang lelaki, "Ya, Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda tentang orang yang tidak mempunyai unta, kambing, atau tanah?" Jawab beliau, "Hendaklah dia mengambil pedangnya, lalu memukulkan mata pedangnya itu ke batu, sesudah itu hendaklah dia menghindar sehabis daya. Wahai Allah, Telah ku sampaikan! Wahai Allah, telah ku sampaikan! Wahai Allah, telah ku sampaikan!" Bertanya pula seorang lelaki, "Ya Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda jika aku dipaksa masuk salah satu partai lalu aku terbunuh dengan pedang atau dengan panah?" Jawab Rasulullah saw., "Si pembunuh akan kembali ke akhirat memikul dosanya dan dosa mu, kemudian dia masuk neraka."
Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 2457.
Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw. bersabda: "Kelak akan terjadi banyak fitnah (kekacauan). Orang yang duduk ketika itu lebih baik dari yang berdiri. Yang berdiri lebih baik dari yang berjalan. Yang berjalan lebih baik dari yang berlari. Siapa berusaha memadamkan kekacauan itu dia akan ditelannya. Dan siapa mendapat tempat berlindung sebaiknya dia berlindung."
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3961.
Mewartakan kepada kami 'Imran bin Musa Al-Laitsiy, mewartakan kepada kami 'Abdul-Warits bin Sa'id, mewartakan kepada kami Muhammad bin Juhadah, dari 'Abdur-Rahman bin Tsarwan, dari Hudzail bin Syurahbil, dari Abu Musa Al-Asy'ariy, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya menjelang kiamat terdapat kekacau-b-lauan/beberapa fitnah seperti sepotong malam yang gelap. Pagi hari, seseorang masih mukmin, tapi di petang harinya dia jadi kafir. Sorenya, dia mukmin dan paginya jadi kafir. Orang yang duduk di saat itu lebih baik daripada orang yang berdiri. Orang yang berdiri di saat itu lebih baik daripada orang yang berjalan. Dan orang yang berjalan di- saat itu lebih baik daripada orang yang berlari. Karena itu, hancurkanlah anakpanah kalian dan potonglah tali busur kalian dan pukullah batu itu dengan pedang kalian.* Bila salah seorang di antara kalian dimasuki kekacauan, maka hendaklah dia itu seperti salah seorang kedua putra Nabi Adam AS yang paling baik -yakni: seperti Habil-". *Yakni: merusak segala alat perang, untuk mencegah pembunuhan sesama umat Islam.
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3967.
Mewartakan kepada kami 'Abdullah bin Mu'awiyah AlJamahiy, mewartakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari Laits, dari Thawus, dari Ziyad Saimin Kusy, dari 'Abdullah bin 'Amr, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Akan terjadi fitnah/kekacau-bilauan yang bakal melalap habis orang Arab. Orang yang terbunuh dalam kekacauan itu dalam neraka. Mulut adalah lebih sangat berperan daripada peristiwa pedang "yakni perang itu sendiri-".
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 4047.
Mewartakan kepada kami Abu Marwan Al-Utsmaniy, mewartakan kepada kami 'Abdul-'Aziz bin Abu Hazim, dari Al-'Ala bin Abdur-Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahawasanya Rasulullah saw. bersabda: "Tidak akan terjadi kiamat sehingga (sebelum) harta benda melimpah ruah, banyak fitnah, dan banyak kekacauan". Mereka "para sahabat" berkata: "Apakah kekacauan itu, wahai Rasulullah.". Beliau menjawab: "Pembunuhan, pembunuhan, pembunuhan", sebanyak tiga kali. Dalam Az-Zawa-id: Isnadnya sahih, para perawinya terpercaya. At-Timidziy meriwayatkan sebahagian hadis ini.
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3959.
Mewartakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, mewartakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, mewartakan kepada kami 'Auf, dari Al-hasan, mewartakan kepada kami Asid bin Al-Mutasyammis, dia berkata: Mewartakan kepada kami Abu Musa, mewartakan kepada kami Rasulullah saw. "Sesungguhnya menjelang kiamat terdapat kekacau-bilauan". Abu Musa berkata: Saya bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kekacau-bilauanitu.". Beliau menjawab: "Yaitu, pembunuhan". Sebagian kaum muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami, sekarang membunuh orang-orang musyrik begini dan begitu, pada tahun yang satu". Beliau menjawab: '"Bukan membunuh orang-orang musyrik, tapi justru di antara kalian membunuh sebahagian yang lainnya, sehingga seseorang membunuh tetangganya, anak pamannya dan keluarga dekatnya sendiri"." Dan di antara kaum muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, apakah kami mempunyai akal pada waktu itu.". Rasulullah .saw. menjawab: "Tidak mempunyai Akal pada sebahagian besar orang-orang zaman itu sudah dicabut dan digantikan oleh orangorang yang hina (-bejat moralnya), mereka tidak mempunyai akal". Selanjutnya (Abu Musa) Al-Asy'ariy berkata: "Aku bersumpah kepada Allah, sesungguhnya aku mengira bahawa keadaan itu menyusulku dan kalian. Demi Allah, tidak ada bagiku dan bagi kalian suatu jalan keluar dari kemelut itu, kalau keadaan itu menemui kita dalam masalah yang telah dijanjikan oleh Nabi saw. kepada kita, kecuali kalau kita keluar sebagaimana kita masuk di dalamnya".
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3981.
Mewartakan kepada kami Muhammad bin 'Umar bin 'Ali Al-Muqaddamiy, mewartakan ke^da .sami Sa'id bin 'Amir, mewartakan kepada kami Abu 'Amir Ai-Kazzazz, dari Humaid bin Hilal, dan 'Abdur-Rahman bin Qurth, dari Huudzaifah bi Al-Yaman Dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Akan terjadi kekacauan/fitnah sementara yang terdapat pada pintu-pintu fitnah adalah para penganjur ke neraka. Maka kamu mati dalam keadaan menggigi/memakan pokok-pokok pohon adalah lebih baik bagimu daripada kamu harus mengikuti salah seorang di antara mereka".
Hadis Sahih Bukhari Jilid 4. Hadis Nombor 1874.
Dari Abu Sa'id Al Khudri r.a. katanya: Rasulullah saw. bersabda: "Nanti akan datang (dekat) masanya, di mana harta yang paling baik bagi seorang Muslim ialah kambing (ternak) yang diikutinya ke puncak bukit dan lembah. Dia berangkat untuk memelihara agamanya dari fitnah (kekacauan dan penindasan)."
Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 1817.
Dari 'Arfajah r.a., katanya dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Nanti akan terjadi bencana dan kekacauan. Maka siapa yang memecah belah persatuan umat ini penggallah dengan pedangmu, walaupun siapa dia."
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3957.
Mewartakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar dan Muhammad bin Ash-Shabbah, mereka berdua mengatakan: Mewartakan kepada kami 'Abdul-'Aziz bin Abu Hazim, mewartakan kepadaku ayahku, dari 'Umarah bin Hazm, dari 'Abdullah bin 'amr, bahawasanya Rasulullah saw. bersabda: "Bagaimana keadaanmu serta kiamat yang hampir saja tiba, yaitu orang-orang bagai diayak dalam ayakan zaman dan yang tinggal hanyalah orang-orang yang hina-bejat (moralnya). Janji dan amanat mereka kacau-balau, maka mereka berselisih. Dan mereka adalah seperti ini.". (Beliau masukkan jemari tangannya pada sebahagian lainnya), mereka berkata: "Bagaimana dengan keadaan kami, wahai Rasulullah, bila hal itu terjadi.". Nabi menjawab: "Kalian mengambil sesuatu yang kalian ketahui dan meninggalkan hal-hal yang kalian ingkari. Kalian mendatangi orangorang yang terbaik di antara kalian serta meninggalkan urusan orangorang kebanyakan di antara kamu"
Hadis Sahih Bukhari Jilid 4. Hadis Nombor 1884.
Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah saw. bersabda: Belum akan terjadi kiamat sebelum timbul peperangan antara dua pasukan besar, antara keduanya timbul perang besar, sedang seruan keduanya sama. Dan sebelum lahir beberapa dajjal (penipu besar) yang amat pandai berbohong, hampir sebanyak tiga puluh orang, semua mendakwakan dirinya utusan Allah. Dan sebelum ilmu pengetahuan diambil (berkurang), banyak kegoncangan, zaman bertambah cepat, kekacauan bermaharajalela dan banyak huru-hara, iaitu pembunuhan. Dan sebelum harta sampai melimpah-ruah, sehingga orang yang berharta ingin hendak memperoleh orang yang akan menerima sedekahnya dan ditawarkannya (kian ke mari), tetapi orang yang ditawar untuk menerima sedekah itu mengatakan tidak lagi memerlukannya. Dan juga sebelum orang banyak bermegah-megah (bersenang-senang) dalam gedung-gedung besar. Dan sebelum seseorang melalui kubur orang lain, Lalu dia mengatakan: "Wahai, hendaknya saya menggantikan orang itu." Dan sebelum matahari terbit di tempat terbenamnya. Setelah matahari terbit (sebelah barat) dan kelihatan oleh orang banyak mereka beriman semuanya, tetapi ketika itu keimanan tidak berguna kepada seseorang yang belum beriman sebelumnya atau keimanannya belum menimbulkan usaha-usaha yang baik. Ketika kiamat terjadi, dua orang yang hendak berjual beli telah mengembangkan kain di hadapan keduanya, tidak sempat lagi meneruskan jual beli dan tidak pula sempat melipat kain. Ketika kiamat terjadi, seseorang yang baru selesai memerah susu lembunya, tidak sempat lagi meminumnya. Ketika kiamat terjadi, seseorang yang sedang memperbaiki tepi kolamnya tidak sempat lagi meminum airnya. Ketika kiamat terjadi, seseorang yang mengangkat makanan ke mulutnya, tidak sempat lagi memakannya."
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3960.
Mewartakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, mewartakan kepada kami Shafwan bin 'Isa, mewartakan kepada kami 'Abdullah bin 'Ubaid, yaitu seorang muadzdzin masjid Jurdan, dia berkata: Mewartakan kepadaku 'Udaisah binti Uhban, dia berkata: Tatkala 'Ali bin Abu Thalib datang di sini, Bashrah, dia mengunjungi ayahku, lalu dia berkata: Wahai Abu Muslim, apakah kamu tidak membantu aku mengalahkan kaum itu.". Dia menjawab: "Ya". Perawi berkata: Lalu Abu Muslim mengundang perempuan pembantunya. Dia berkata: "Hai pembantuku, keluarkanlah pedangku". Kata selanjutnya: Lalu pembantu perempuan itu mengeluarkan pedangnya. Lalu Abu Muslim menghunus pedangnya sekadar sejengkal, tiba-tiba pedang itu berupa kayu. Lalu dia berkata: Sesungguhnya sahabat karibku yaitu putra pamanmu (Muhammad) saw. telah berjanji kepadaku. Bila terjadi fitnah "kekacau-bilauan- di kalangan kaum muslimin, maka aku membuat pedang dari kayu. Maka kalau kamu mahu, aku akan keluar bersamamu". 'Ali berkata: "Aku tidak membutuhkan kamu dan tidak pula membutuhkan pedangmu.
Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 2458.
Dari Abu Bakrah r.a. katanya Rasulullah saw. bersabda: "Nanti bakal terjadi banyak kekacauan (fitnah). Orang yang duduk ketika itu lebih baik dari yang berjalan. Yang berjalan lebih baik dari yang berlari kepadanya (turut aktif dalam kekacauan). Apabila kekacauan itu telah terjadi, maka siapa yang mempunyai unta sebaiknyalah dia menggembalakan untanya. Siapa mempunyai kambing sebaiknyalah dia menggembalakan kambingnya. Dan siapa mempunyai tanah sebaiknyalah dia menggarap tanahnya." Tanya seorang lelaki, "Ya, Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda tentang orang yang tidak mempunyai unta, kambing, atau tanah?" Jawab beliau, "Hendaklah dia mengambil pedangnya, lalu memukulkan mata pedangnya itu ke batu, sesudah itu hendaklah dia menghindar sehabis daya. Wahai Allah, Telah ku sampaikan! Wahai Allah, telah ku sampaikan! Wahai Allah, telah ku sampaikan!" Bertanya pula seorang lelaki, "Ya Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda jika aku dipaksa masuk salah satu partai lalu aku terbunuh dengan pedang atau dengan panah?" Jawab Rasulullah saw., "Si pembunuh akan kembali ke akhirat memikul dosanya dan dosa mu, kemudian dia masuk neraka."
Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 2457.
Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw. bersabda: "Kelak akan terjadi banyak fitnah (kekacauan). Orang yang duduk ketika itu lebih baik dari yang berdiri. Yang berdiri lebih baik dari yang berjalan. Yang berjalan lebih baik dari yang berlari. Siapa berusaha memadamkan kekacauan itu dia akan ditelannya. Dan siapa mendapat tempat berlindung sebaiknya dia berlindung."
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3961.
Mewartakan kepada kami 'Imran bin Musa Al-Laitsiy, mewartakan kepada kami 'Abdul-Warits bin Sa'id, mewartakan kepada kami Muhammad bin Juhadah, dari 'Abdur-Rahman bin Tsarwan, dari Hudzail bin Syurahbil, dari Abu Musa Al-Asy'ariy, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya menjelang kiamat terdapat kekacau-b-lauan/beberapa fitnah seperti sepotong malam yang gelap. Pagi hari, seseorang masih mukmin, tapi di petang harinya dia jadi kafir. Sorenya, dia mukmin dan paginya jadi kafir. Orang yang duduk di saat itu lebih baik daripada orang yang berdiri. Orang yang berdiri di saat itu lebih baik daripada orang yang berjalan. Dan orang yang berjalan di- saat itu lebih baik daripada orang yang berlari. Karena itu, hancurkanlah anakpanah kalian dan potonglah tali busur kalian dan pukullah batu itu dengan pedang kalian.* Bila salah seorang di antara kalian dimasuki kekacauan, maka hendaklah dia itu seperti salah seorang kedua putra Nabi Adam AS yang paling baik -yakni: seperti Habil-". *Yakni: merusak segala alat perang, untuk mencegah pembunuhan sesama umat Islam.
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3967.
Mewartakan kepada kami 'Abdullah bin Mu'awiyah AlJamahiy, mewartakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari Laits, dari Thawus, dari Ziyad Saimin Kusy, dari 'Abdullah bin 'Amr, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Akan terjadi fitnah/kekacau-bilauan yang bakal melalap habis orang Arab. Orang yang terbunuh dalam kekacauan itu dalam neraka. Mulut adalah lebih sangat berperan daripada peristiwa pedang "yakni perang itu sendiri-".
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 4047.
Mewartakan kepada kami Abu Marwan Al-Utsmaniy, mewartakan kepada kami 'Abdul-'Aziz bin Abu Hazim, dari Al-'Ala bin Abdur-Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahawasanya Rasulullah saw. bersabda: "Tidak akan terjadi kiamat sehingga (sebelum) harta benda melimpah ruah, banyak fitnah, dan banyak kekacauan". Mereka "para sahabat" berkata: "Apakah kekacauan itu, wahai Rasulullah.". Beliau menjawab: "Pembunuhan, pembunuhan, pembunuhan", sebanyak tiga kali. Dalam Az-Zawa-id: Isnadnya sahih, para perawinya terpercaya. At-Timidziy meriwayatkan sebahagian hadis ini.
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3959.
Mewartakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, mewartakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, mewartakan kepada kami 'Auf, dari Al-hasan, mewartakan kepada kami Asid bin Al-Mutasyammis, dia berkata: Mewartakan kepada kami Abu Musa, mewartakan kepada kami Rasulullah saw. "Sesungguhnya menjelang kiamat terdapat kekacau-bilauan". Abu Musa berkata: Saya bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kekacau-bilauanitu.". Beliau menjawab: "Yaitu, pembunuhan". Sebagian kaum muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami, sekarang membunuh orang-orang musyrik begini dan begitu, pada tahun yang satu". Beliau menjawab: '"Bukan membunuh orang-orang musyrik, tapi justru di antara kalian membunuh sebahagian yang lainnya, sehingga seseorang membunuh tetangganya, anak pamannya dan keluarga dekatnya sendiri"." Dan di antara kaum muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, apakah kami mempunyai akal pada waktu itu.". Rasulullah .saw. menjawab: "Tidak mempunyai Akal pada sebahagian besar orang-orang zaman itu sudah dicabut dan digantikan oleh orangorang yang hina (-bejat moralnya), mereka tidak mempunyai akal". Selanjutnya (Abu Musa) Al-Asy'ariy berkata: "Aku bersumpah kepada Allah, sesungguhnya aku mengira bahawa keadaan itu menyusulku dan kalian. Demi Allah, tidak ada bagiku dan bagi kalian suatu jalan keluar dari kemelut itu, kalau keadaan itu menemui kita dalam masalah yang telah dijanjikan oleh Nabi saw. kepada kita, kecuali kalau kita keluar sebagaimana kita masuk di dalamnya".
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3981.
Mewartakan kepada kami Muhammad bin 'Umar bin 'Ali Al-Muqaddamiy, mewartakan ke^da .sami Sa'id bin 'Amir, mewartakan kepada kami Abu 'Amir Ai-Kazzazz, dari Humaid bin Hilal, dan 'Abdur-Rahman bin Qurth, dari Huudzaifah bi Al-Yaman Dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Akan terjadi kekacauan/fitnah sementara yang terdapat pada pintu-pintu fitnah adalah para penganjur ke neraka. Maka kamu mati dalam keadaan menggigi/memakan pokok-pokok pohon adalah lebih baik bagimu daripada kamu harus mengikuti salah seorang di antara mereka".
Hadis Sahih Bukhari Jilid 4. Hadis Nombor 1874.
Dari Abu Sa'id Al Khudri r.a. katanya: Rasulullah saw. bersabda: "Nanti akan datang (dekat) masanya, di mana harta yang paling baik bagi seorang Muslim ialah kambing (ternak) yang diikutinya ke puncak bukit dan lembah. Dia berangkat untuk memelihara agamanya dari fitnah (kekacauan dan penindasan)."
Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 1817.
Dari 'Arfajah r.a., katanya dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Nanti akan terjadi bencana dan kekacauan. Maka siapa yang memecah belah persatuan umat ini penggallah dengan pedangmu, walaupun siapa dia."
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3957.
Mewartakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar dan Muhammad bin Ash-Shabbah, mereka berdua mengatakan: Mewartakan kepada kami 'Abdul-'Aziz bin Abu Hazim, mewartakan kepadaku ayahku, dari 'Umarah bin Hazm, dari 'Abdullah bin 'amr, bahawasanya Rasulullah saw. bersabda: "Bagaimana keadaanmu serta kiamat yang hampir saja tiba, yaitu orang-orang bagai diayak dalam ayakan zaman dan yang tinggal hanyalah orang-orang yang hina-bejat (moralnya). Janji dan amanat mereka kacau-balau, maka mereka berselisih. Dan mereka adalah seperti ini.". (Beliau masukkan jemari tangannya pada sebahagian lainnya), mereka berkata: "Bagaimana dengan keadaan kami, wahai Rasulullah, bila hal itu terjadi.". Nabi menjawab: "Kalian mengambil sesuatu yang kalian ketahui dan meninggalkan hal-hal yang kalian ingkari. Kalian mendatangi orangorang yang terbaik di antara kalian serta meninggalkan urusan orangorang kebanyakan di antara kamu"
Hadis Sahih Bukhari Jilid 4. Hadis Nombor 1884.
Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah saw. bersabda: Belum akan terjadi kiamat sebelum timbul peperangan antara dua pasukan besar, antara keduanya timbul perang besar, sedang seruan keduanya sama. Dan sebelum lahir beberapa dajjal (penipu besar) yang amat pandai berbohong, hampir sebanyak tiga puluh orang, semua mendakwakan dirinya utusan Allah. Dan sebelum ilmu pengetahuan diambil (berkurang), banyak kegoncangan, zaman bertambah cepat, kekacauan bermaharajalela dan banyak huru-hara, iaitu pembunuhan. Dan sebelum harta sampai melimpah-ruah, sehingga orang yang berharta ingin hendak memperoleh orang yang akan menerima sedekahnya dan ditawarkannya (kian ke mari), tetapi orang yang ditawar untuk menerima sedekah itu mengatakan tidak lagi memerlukannya. Dan juga sebelum orang banyak bermegah-megah (bersenang-senang) dalam gedung-gedung besar. Dan sebelum seseorang melalui kubur orang lain, Lalu dia mengatakan: "Wahai, hendaknya saya menggantikan orang itu." Dan sebelum matahari terbit di tempat terbenamnya. Setelah matahari terbit (sebelah barat) dan kelihatan oleh orang banyak mereka beriman semuanya, tetapi ketika itu keimanan tidak berguna kepada seseorang yang belum beriman sebelumnya atau keimanannya belum menimbulkan usaha-usaha yang baik. Ketika kiamat terjadi, dua orang yang hendak berjual beli telah mengembangkan kain di hadapan keduanya, tidak sempat lagi meneruskan jual beli dan tidak pula sempat melipat kain. Ketika kiamat terjadi, seseorang yang baru selesai memerah susu lembunya, tidak sempat lagi meminumnya. Ketika kiamat terjadi, seseorang yang sedang memperbaiki tepi kolamnya tidak sempat lagi meminum airnya. Ketika kiamat terjadi, seseorang yang mengangkat makanan ke mulutnya, tidak sempat lagi memakannya."
Hadis Sunan Ibnu Majjah Jilid 4. Hadis Nombor 3960.
Mewartakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, mewartakan kepada kami Shafwan bin 'Isa, mewartakan kepada kami 'Abdullah bin 'Ubaid, yaitu seorang muadzdzin masjid Jurdan, dia berkata: Mewartakan kepadaku 'Udaisah binti Uhban, dia berkata: Tatkala 'Ali bin Abu Thalib datang di sini, Bashrah, dia mengunjungi ayahku, lalu dia berkata: Wahai Abu Muslim, apakah kamu tidak membantu aku mengalahkan kaum itu.". Dia menjawab: "Ya". Perawi berkata: Lalu Abu Muslim mengundang perempuan pembantunya. Dia berkata: "Hai pembantuku, keluarkanlah pedangku". Kata selanjutnya: Lalu pembantu perempuan itu mengeluarkan pedangnya. Lalu Abu Muslim menghunus pedangnya sekadar sejengkal, tiba-tiba pedang itu berupa kayu. Lalu dia berkata: Sesungguhnya sahabat karibku yaitu putra pamanmu (Muhammad) saw. telah berjanji kepadaku. Bila terjadi fitnah "kekacau-bilauan- di kalangan kaum muslimin, maka aku membuat pedang dari kayu. Maka kalau kamu mahu, aku akan keluar bersamamu". 'Ali berkata: "Aku tidak membutuhkan kamu dan tidak pula membutuhkan pedangmu.
Selamatkan Diri Pada (FITNAH) Akhir Zaman
FITNAH akhir zaman adalah perkara penting untuk diambil berat dan ketahui berdasarkan al-Quran dan sunnah. ALLAH SWT berfirman: “Dan berjaga-jagalah kalian daripada fitnah yang tidak hanya menimpa orang zalim di antara kalian saja.
Dan ketahuilah, sesungguhnya ALLAH Maha Keras hukuman-Nya.” (Surah Al-Anfal: 25)
Perkataan fitnah bermaksud ujian yang terpaksa dihadapi. Apabila seseorang ditimpa fitnah bererti seseorang itu diuji. Fitnah berlaku ke atas orang yang adil dan juga zalim.
“Kamu pasti diuji terhadap harta mu dan diri mu, dan kamu pasti akan mendengar dari orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang yang menyekutukan ALLAH, gangguan yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Surah Ali ‘Imran: 186)
Fitnah yang menimpa orang beriman membuktikan keimanan orang itu, manakala apabila fitnah menimpa orang zalim, akan terbuktilah kezaliman dan kesesatan mereka.
Wajib jauhi fitnah
Kita perlu meminta perlindungan ALLAH agar selamat daripada fitnah zahir mahupun tersembunyi. Fitnah akhir zaman banyak disebut dalam hadis.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan daripada fitnah (Baginda SAW menyebutnya tiga kali). Barang siapa ditimpa fitnah lalu dia bersabar, maka dia mendapat kebaikan.” (Riwayat Abu Daud)
"Kelak akan ada banyak fitnah di mana orang yang duduk ketika terjadinya fitnah lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Siapa yang menghadapi fitnah maka hendaklah dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung daripadanya maka hendaklah dia berlindung.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
Imam Al-Bukhari dalam Sahihnya membuat satu bab khusus mengenai menghindari fitnah, iaitu: (Bab Termasuk Dari Agama adalah Menghindari dari Fitnah). Di bawah bab ini beliau membawakan hadis daripada Abu Sa’id Al-Khudri RA. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hampir saja sebaik-baik harta seseorang adalah kambing yang dia pelihara di puncak bukit dan lembah, kerana dia lari menyelamatkan agamanya daripada fitnah.” (Riwayat Bukhari)
Hadis ini menggambarkan tuntutan menjauhi tempat fitnah dan memohon dari ALLAH agar memberi keselamatan. ALLAH menjadikan bagi orang yang beriman wasilah yang cukup hebat iaitu doa. Firman ALLAH: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada mu tentang Aku, maka sungguh Aku dekat. Aku menjawab permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku.” (Surah Al-Baqarah: 186)
Doa adalah senjata sangat penting, sehingga Umar Al-Khatthab berkata, “Sungguh aku tidak memikul urusan dimakbulkan doa, tetapi aku memikul urusan doa itu sendiri.” Doa yang dipanjatkan itu terdapat syaratnya dan perkara yang menghalang daripada diperkenankan.
Diperkenankan atau tidak adalah urusan ALLAH.
Adapun tugas setiap Muslim adalah menjauhi perkara yang menghalang doa dari diperkenankan.
1. Berdoa dan syaratnya
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang lelaki menempuh perjalanan jauh sehingga rambutnya kusut dan badannya berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit lalu berdoa: “Wahai Tuhan ku, wahai Tuhan ku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya daripada yang haram dan rezekinya dari yang haram, maka bagaimanakah ALLAH akan memperkenankan doanya?” (Riwayat Muslim)
Ramai manusia hari ini sumber rezekinya daripada sumber haram, ramai yang berdepan dengan ujian riba. Hasilnya, mereka menjamah sumber haram, begitu juga anak mereka.
Harta mereka ternyata harta fakir miskin yang diambil bukan secara benar. Berkenaan hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap jasad yang tumbuh daripada yang haram, Api nerakalah yang paling layak baginya.” (Riwayat Al-Hakim, sahih)
Maka hendaklah kita menghindari rezeki haram dan segala perkara syubhah. Bersyukurlah kepada ALLAH. Mengapa kita sendiri menjadi penghalang kepada diperkenankan doa, dan mengapa kita tidak mahu menerima nasihat?
2. Jaga solat dan hak manusia
Antara fitnah zahir adalah banyaknya pemuda pemudi tidak solat secara berjemaah dan menzahirkan perbuatan mungkar. Maka menjadi kewajipan untuk saling menasihati supaya bertakwa kepada ALLAH dan ingat kepada pesanan Nabi Muhammad SAW ketika mengetahui berdepan dengan sakaratul maut. Baginda SAW berkata: “Solat! Solat! Dan bertakwalah kepada ALLAH dalam apa jua yang di bawah tanggungan mu.” (Riwayat Al-Tabari)
Hadis tersebut bermaksud menjaga solat, menjaga syarat dan rukunnya, perkara wajib dan sunatnya, mengerjakan solat secara berjemaah kecuali jika ada keuzuran. Ini adalah hak ALLAH yang perlu ditunaikan.
Baginda SAW juga mengingatkan agar menjaga hak manusia dengan memerintahkan agar menjaga ‘apa yang di bawah tanggungan mu’, yakni hamba lelaki dan perempuan yang dimiliki tuan. Mereka yang mempunyai pekerja berkewajipan bertakwa kepada ALLAH dalam bermuamalah dengan pekerja. Jangan menzalimi pekerja, dan jangan beratkan apa yang mereka tidak mampu, dan jangan memakan harta mereka dengan cara batil.
3. Baca al-Quran dan tadabur
Antara cara menghindari fitnah adalah membanyakkan baca al-Quran, mentadaburnya, mencari apa yang mampu memberi kebaikan untuk dunia dan akhirat.
Apabila membaca Surah Al-Fatihah misalnya, hendaklah menghayati sifat ALLAH yang terkandung di dalamnya. Apabila membaca Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan kepada-Mu kami meminta pertolongan), hendaklah kita fahami rahsia yang terkandung dalam ayat ini. Barang siapa yang memahami erti ibadah dan meminta pertolongan kepada ALLAH, maka dia mendapat hasilnya.
Apabila membaca “Tunjukkan kami jalan yang lurus, jalan yang Engkau telah beri nikmat ke atas mereka”, ALLAH menjelaskan dalam Surah Al-Nisa’ tentang orang yang diberi nikmat, “Barang siapa yang mentaati ALLAH dan Rasul-Nya, mereka itulah yang akan bersama orang yang diberi nikmat ALLAH (iaitu) dalam kalangan nabi, siddiqin, syuhada, dan salihin. Mereka itulah sebaik-baik teman.” (Surah Al-Nisaa’: 69-70)
Apabila seseorang memahami kandungan al-Quran, apa perlunya untuk dia mengadu kepada manusia? Jadilah seperti Nabi Ya’qub yang berkata, “Sesungguhnya aku mengadu keperihan ku dan kesedihan ku hanya kepada ALLAH.” (Surah Yusuf: 86)
4) Meninggikan kalimah tauhid
Golongan nabi dan rasul berlaku baik dalam bermuamalah dengan ALLAH, maka ALLAH memberi mereka keselamatan. ALLAH menyelamatkan Nabi Nuh; Nabi Ibrahim apabila dilempar ke dalam api; Nabi Ayyub yang ditimpa penyakit dalam masa yang panjang; Nabi Ibrahim diuji dengan kewajipan menyembelih anaknya Nabi Ismail; dan Nabi Yusuf yang dilemparkan dalam perigi dan dihumban ke dalam penjara secara zalim, namun akhirnya mereka semua mendapat kejayaan.
Lihat bagaimana keperitan bertukar kepada kebahagiaan. Sesiapa mengingati ALLAH dalam keadaan senang, ALLAH akan mengingatinya di waktu susah. ALLAH tidak akan lalai terhadap hamba yang menjaga hubungannya dengan ALLAH, yang menjaga maruahnya, menjaga solatnya, mengingati ALLAH, membaca al-Quran, menjaga batas-batas yang ditetapkan oleh ALLAH, dan menghindari perkara yang dilarang oleh ALLAH.
Firman ALLAH, “Sesungguhnya ALLAH bersama orang-orang yang bertakwa dan orang yang berbuat kebaikan” (Surah Al-Nahl: 128). ALLAH menyebut tentang Nabi Yunus yang berkata: “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang zalim.” (Surah Al-Anbiyaa: 87)
Dia mengucapkannya secara ikhlas, maka ALLAH berkata, “Maka Kami perkenankan doanya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Begitulah Kami menyelamatkan orang yang beriman.” (Surah Al-Anbiyaa: 88)
Nabi Yunus memahami kalimah Agung Tauhid, "Laa Ilaaha illaa Anta (Tiada Tuhan kecuali Engkau)” iaitu tiada sembahan yang berhak disembah kecuali ALLAH. Lalu Nabi Yunus menyatakan "Subhanaka (Maha Suci Engkau)" yang membawa maksud pengagungan dan menyucikan iaitu ALLAH Maha Suci dari sebarang kekurangan mahupun kecacatan.
Kemudian Nabi Yunus merendahkan diri “Sesungguhnya aku tergolong dalam kalangan orang yang zalim”. Ini contoh tawaduk para nabi dan Rasul, mereka takut terhadap ALLAH, lalu ALLAH menyelamatkannya dari kegelapan malam dan kegelapan lautan, juga kegelapan perut ikan.
Inilah hasil ketaatan, keberkatan zikir dan amal soleh, juga keagungan tauhid yang dengannya, ALLAH menyelamatkan manusia dari keperitan. ALLAH menyelamatkan manusia dengan tauhid, bahkan keamanan dan kemakmuran serta kehidupan yang bahagia terikat dengan tauhid.
Dan ketahuilah, sesungguhnya ALLAH Maha Keras hukuman-Nya.” (Surah Al-Anfal: 25)
Perkataan fitnah bermaksud ujian yang terpaksa dihadapi. Apabila seseorang ditimpa fitnah bererti seseorang itu diuji. Fitnah berlaku ke atas orang yang adil dan juga zalim.
“Kamu pasti diuji terhadap harta mu dan diri mu, dan kamu pasti akan mendengar dari orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang yang menyekutukan ALLAH, gangguan yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Surah Ali ‘Imran: 186)
Fitnah yang menimpa orang beriman membuktikan keimanan orang itu, manakala apabila fitnah menimpa orang zalim, akan terbuktilah kezaliman dan kesesatan mereka.
Wajib jauhi fitnah
Kita perlu meminta perlindungan ALLAH agar selamat daripada fitnah zahir mahupun tersembunyi. Fitnah akhir zaman banyak disebut dalam hadis.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan daripada fitnah (Baginda SAW menyebutnya tiga kali). Barang siapa ditimpa fitnah lalu dia bersabar, maka dia mendapat kebaikan.” (Riwayat Abu Daud)
"Kelak akan ada banyak fitnah di mana orang yang duduk ketika terjadinya fitnah lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Siapa yang menghadapi fitnah maka hendaklah dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung daripadanya maka hendaklah dia berlindung.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
Imam Al-Bukhari dalam Sahihnya membuat satu bab khusus mengenai menghindari fitnah, iaitu: (Bab Termasuk Dari Agama adalah Menghindari dari Fitnah). Di bawah bab ini beliau membawakan hadis daripada Abu Sa’id Al-Khudri RA. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hampir saja sebaik-baik harta seseorang adalah kambing yang dia pelihara di puncak bukit dan lembah, kerana dia lari menyelamatkan agamanya daripada fitnah.” (Riwayat Bukhari)
Hadis ini menggambarkan tuntutan menjauhi tempat fitnah dan memohon dari ALLAH agar memberi keselamatan. ALLAH menjadikan bagi orang yang beriman wasilah yang cukup hebat iaitu doa. Firman ALLAH: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada mu tentang Aku, maka sungguh Aku dekat. Aku menjawab permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku.” (Surah Al-Baqarah: 186)
Doa adalah senjata sangat penting, sehingga Umar Al-Khatthab berkata, “Sungguh aku tidak memikul urusan dimakbulkan doa, tetapi aku memikul urusan doa itu sendiri.” Doa yang dipanjatkan itu terdapat syaratnya dan perkara yang menghalang daripada diperkenankan.
Diperkenankan atau tidak adalah urusan ALLAH.
Adapun tugas setiap Muslim adalah menjauhi perkara yang menghalang doa dari diperkenankan.
1. Berdoa dan syaratnya
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang lelaki menempuh perjalanan jauh sehingga rambutnya kusut dan badannya berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit lalu berdoa: “Wahai Tuhan ku, wahai Tuhan ku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya daripada yang haram dan rezekinya dari yang haram, maka bagaimanakah ALLAH akan memperkenankan doanya?” (Riwayat Muslim)
Ramai manusia hari ini sumber rezekinya daripada sumber haram, ramai yang berdepan dengan ujian riba. Hasilnya, mereka menjamah sumber haram, begitu juga anak mereka.
Harta mereka ternyata harta fakir miskin yang diambil bukan secara benar. Berkenaan hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap jasad yang tumbuh daripada yang haram, Api nerakalah yang paling layak baginya.” (Riwayat Al-Hakim, sahih)
Maka hendaklah kita menghindari rezeki haram dan segala perkara syubhah. Bersyukurlah kepada ALLAH. Mengapa kita sendiri menjadi penghalang kepada diperkenankan doa, dan mengapa kita tidak mahu menerima nasihat?
2. Jaga solat dan hak manusia
Antara fitnah zahir adalah banyaknya pemuda pemudi tidak solat secara berjemaah dan menzahirkan perbuatan mungkar. Maka menjadi kewajipan untuk saling menasihati supaya bertakwa kepada ALLAH dan ingat kepada pesanan Nabi Muhammad SAW ketika mengetahui berdepan dengan sakaratul maut. Baginda SAW berkata: “Solat! Solat! Dan bertakwalah kepada ALLAH dalam apa jua yang di bawah tanggungan mu.” (Riwayat Al-Tabari)
Hadis tersebut bermaksud menjaga solat, menjaga syarat dan rukunnya, perkara wajib dan sunatnya, mengerjakan solat secara berjemaah kecuali jika ada keuzuran. Ini adalah hak ALLAH yang perlu ditunaikan.
Baginda SAW juga mengingatkan agar menjaga hak manusia dengan memerintahkan agar menjaga ‘apa yang di bawah tanggungan mu’, yakni hamba lelaki dan perempuan yang dimiliki tuan. Mereka yang mempunyai pekerja berkewajipan bertakwa kepada ALLAH dalam bermuamalah dengan pekerja. Jangan menzalimi pekerja, dan jangan beratkan apa yang mereka tidak mampu, dan jangan memakan harta mereka dengan cara batil.
3. Baca al-Quran dan tadabur
Antara cara menghindari fitnah adalah membanyakkan baca al-Quran, mentadaburnya, mencari apa yang mampu memberi kebaikan untuk dunia dan akhirat.
Apabila membaca Surah Al-Fatihah misalnya, hendaklah menghayati sifat ALLAH yang terkandung di dalamnya. Apabila membaca Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan kepada-Mu kami meminta pertolongan), hendaklah kita fahami rahsia yang terkandung dalam ayat ini. Barang siapa yang memahami erti ibadah dan meminta pertolongan kepada ALLAH, maka dia mendapat hasilnya.
Apabila membaca “Tunjukkan kami jalan yang lurus, jalan yang Engkau telah beri nikmat ke atas mereka”, ALLAH menjelaskan dalam Surah Al-Nisa’ tentang orang yang diberi nikmat, “Barang siapa yang mentaati ALLAH dan Rasul-Nya, mereka itulah yang akan bersama orang yang diberi nikmat ALLAH (iaitu) dalam kalangan nabi, siddiqin, syuhada, dan salihin. Mereka itulah sebaik-baik teman.” (Surah Al-Nisaa’: 69-70)
Apabila seseorang memahami kandungan al-Quran, apa perlunya untuk dia mengadu kepada manusia? Jadilah seperti Nabi Ya’qub yang berkata, “Sesungguhnya aku mengadu keperihan ku dan kesedihan ku hanya kepada ALLAH.” (Surah Yusuf: 86)
4) Meninggikan kalimah tauhid
Golongan nabi dan rasul berlaku baik dalam bermuamalah dengan ALLAH, maka ALLAH memberi mereka keselamatan. ALLAH menyelamatkan Nabi Nuh; Nabi Ibrahim apabila dilempar ke dalam api; Nabi Ayyub yang ditimpa penyakit dalam masa yang panjang; Nabi Ibrahim diuji dengan kewajipan menyembelih anaknya Nabi Ismail; dan Nabi Yusuf yang dilemparkan dalam perigi dan dihumban ke dalam penjara secara zalim, namun akhirnya mereka semua mendapat kejayaan.
Lihat bagaimana keperitan bertukar kepada kebahagiaan. Sesiapa mengingati ALLAH dalam keadaan senang, ALLAH akan mengingatinya di waktu susah. ALLAH tidak akan lalai terhadap hamba yang menjaga hubungannya dengan ALLAH, yang menjaga maruahnya, menjaga solatnya, mengingati ALLAH, membaca al-Quran, menjaga batas-batas yang ditetapkan oleh ALLAH, dan menghindari perkara yang dilarang oleh ALLAH.
Firman ALLAH, “Sesungguhnya ALLAH bersama orang-orang yang bertakwa dan orang yang berbuat kebaikan” (Surah Al-Nahl: 128). ALLAH menyebut tentang Nabi Yunus yang berkata: “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang zalim.” (Surah Al-Anbiyaa: 87)
Dia mengucapkannya secara ikhlas, maka ALLAH berkata, “Maka Kami perkenankan doanya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Begitulah Kami menyelamatkan orang yang beriman.” (Surah Al-Anbiyaa: 88)
Nabi Yunus memahami kalimah Agung Tauhid, "Laa Ilaaha illaa Anta (Tiada Tuhan kecuali Engkau)” iaitu tiada sembahan yang berhak disembah kecuali ALLAH. Lalu Nabi Yunus menyatakan "Subhanaka (Maha Suci Engkau)" yang membawa maksud pengagungan dan menyucikan iaitu ALLAH Maha Suci dari sebarang kekurangan mahupun kecacatan.
Kemudian Nabi Yunus merendahkan diri “Sesungguhnya aku tergolong dalam kalangan orang yang zalim”. Ini contoh tawaduk para nabi dan Rasul, mereka takut terhadap ALLAH, lalu ALLAH menyelamatkannya dari kegelapan malam dan kegelapan lautan, juga kegelapan perut ikan.
Inilah hasil ketaatan, keberkatan zikir dan amal soleh, juga keagungan tauhid yang dengannya, ALLAH menyelamatkan manusia dari keperitan. ALLAH menyelamatkan manusia dengan tauhid, bahkan keamanan dan kemakmuran serta kehidupan yang bahagia terikat dengan tauhid.
Jangan Mudah Mengkafirkan Sesama Muslim
Sesungguhnya ada 6 Rukun Iman (Allah, Malaikat, Kitab Suci, Nabi, Hari Akhir, dan Qadla serta Qadar) dan 5 Rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat Syahadah, Shalat 5 waktu, Puasa di bulan Ramadhan, Zakat, dan Haji jika mampu). Jika mengingkari salah satunya, misalnya tidak mau shalat, baru kita bisa mengatakan orang itu kafir. Atau mengaku ada Nabi setelah Nabi Muhammad.
Namun jika tidak, kita harus hati-hati dalam mengkafirkan seseorang. Karena dosanya besar. Jika yang dituduh tidak kafir, maka kitalah yang kafir.
Tuduhan KAFIR adalah tuduhan yang amat berat. Jika seorang suami dinyatakan kafir, maka dia harus diceraikan dari istrinya yang Muslim. Hubungan waris dengan keluarganya yang Muslim putus. Saat meninggal, tidak boleh disholatkan dan tidak boleh didoakan. Jadi tuduhan kafir bukan tuduhan yang main-main.
Ada kelompok Khawarij yang begitu mudah mengkafirkan seorang Muslim bahkan menghalalkan darahnya untuk dibunuh. Mereka menganggap hanya kelompok mereka saja yang paling benar. Para ulama sepakat bahwa kelompok Khawarij ini sudah keluar dari Islam. Semoga kita tidak terjebak dalam kelompok ini.
Ucapan salam di medan perang sudah cukup untuk mencegah seseorang untuk tidak dibunuh:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu (atau mengucapkan Tahlil): “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [dulu juga kafir], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” [An Nisaa’ 94]
Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Rosululloh saw., bersabda:
من صلّى صلاتنا واستقبل قبلتنا وأكل ذبيحتنا فذلك المسلم
Barang siapa yang sholat sebagaimana kami sholat, menghadap ke kiblat kami dan memakan sembelihan kami maka ia muslim.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 391. Ibnu Hajar dalam syarahnya mengatakan: “Di dalam hadis ini menunjukkan bahwa masalah manusia itu dianggap yang nampak padanya. Maka barangsiapa yang menampakkan syi’ar-syi’ar agama diberlakukan padanya hukum-hukum yang berlaku pada pemeluk agama tersebut selama ia tidak menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut.” (Fathul Bari I/497)
Dari hadits di atas jelas kalau seseorang Sholat, berarti dia Muslim. Karena dalam sholat itu ada Salam dan juga ada Tahlil.
Mungkin ada yang berdalih dengan Hadits Abu Bakar yang memerangi orang yang tidak bayar zakat untuk membunuh orang yang sholat:
Mereka tidak paham konteks hadits tsb. Abu Bakar bertindak selaku Khailfah. Kepala Negara yang memerangi kaum yang tidak mau bayar zakat. Karena memungut dan mengelola zakat itu adalah tugas pemerintah. Tapi kalau bukan Khalifah, misalnya cuma orang biasa, tidak bisa dia seenaknya membunuh orang yang tidak bayar zakat.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ [رواه البخاري ومسلم ]
Dari Ibnu Umar ra sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits ini dipakai istilah أقاتل (aku memerangi) bukan أقتل (aku membunuh). Keduanya berbeda. Dan dalam kerangka hadits inilah Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Tidak ada satupun riwayat yang menunjukkan beliau membunuh mereka.
Saat Abu Bakar ingin memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat, Umar bin Khoththob mencegahnya.
Apakah engkau akan memerangi orang yang mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah? Padahal Nabi bersabda: Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Barangsiapa yang bersaksi demikian maka akan terjaga dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya dan perhitungan (hisabnya) ada di sisi Allah. Abu Bakr menyatakan : Demi Allah, sungguh-sungguh aku akan perangi orang-orang yang memisahkan antara sholat dengan zakat (mau sholat tapi tidak mau zakat), karena sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah, kalau seandainya mereka tidak memberikan kepadaku tali untuk menggiring binatang ternak zakat yang biasa mereka berikan pada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam, niscaya aku akan perangi mereka.
Hingga kemudian Umar menerima pendapat Abu Bakar dan mendukungnya (HR Bukhari dan Muslim).
Dan memang di berbagai ayat Al Qur’an, kata sholat dan zakat sering disebut bersamaan. Aqiimush sholaat wa aatuz zakaat. Dirikanlah Sholat dan Bayarkanlah Zakat [Al Baqarah 43]
Tapi kalau seorang Muslim sudah sholat dan membayar zakat, haram bagi kita mengkafirkan atau membunuhnya. Kecuali secara zahir/lisan mereka mengaku tidak percaya pada 6 Rukun Iman dan mengkafirkan sesama Muslim.
Dari Abu Musa r.a., katanya: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?” Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari tangannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Larangan membunuh orang kafir yang telah mengucapkan: Laa ilaaha illallah
Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan. (Shahih Muslim No.139)
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a.: Rasulullah SAW. pernah mengirimkan kami dalam suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang laki-laki, dia berkata, “La ilaha illallah – tiada tuhan selain Allah,” tetapi saya tetap menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi SAW., lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan, ‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.” Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?” Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak membunuh seorang Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu ada orang laki-laki berkata, “Bukankah Allah SWT. telah berfirman, Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya, “Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.” (1: 67 – 68 – Sahih Muslim)
Dari Usamah bin Zaid ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w. mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Dari Jundub bin Abdullah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahwa mereka itu telah bertemu -berhadap-hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahwa orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha illallah.” Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w. -memberitahukan kemenangan-, beliau s.a.w. bertanya kepadanya -perihal jalannya peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi menjawab: “Ya Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha illallah.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Beliau s.a.w. tidak menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” (Riwayat Muslim)
Dan hadits Ibnu Umar tentang Kholid yang membunuh tawanan Bani Jadzi’ah setelah mereka mengucapkan:
صبأنا صبأنا
Artinya menurut mereka adalah “Kami telah Islam.” Dan pengingkaran nabi terhadap Kholid. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori.)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11]
[1409]. Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410]. Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Dari ayat di atas, sering orang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal kalau dia introspeksi, bisa jadi kesalahannya lebih banyak daripada orang yang dia cari.
“… Dan melaknat seorang Mukmin seperti membunuhnya. Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”. [HR Bukhari]
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Ra, bahwa Nabi SAW bersabda: “Bila seseorang mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu. Dalam riwayat lain: Jika seperti apa yang dikatakan. Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri”.[HR Muslim]
Dari Abu Dzarr Ra, Nabi SAW bersabda “Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR Muslim]
Janganlah kita mengkafirkan seorang Muslim hanya karena dia tidak mampu melaksanakan 100% dari perintah Allah dalam Al Qur’an. Itu bukan berarti dia kafir. Tapi karena memang manusia itu sifatnya lemah. Tempat salah dan lupa. Hanya Nabi yang mampu melaksanakan 100% perintah Allah. Hanya Nabi yang maksum/terlindung dari dosa. Kita semua niscaya tak lepas dari dosa. Jadi jangan seenaknya mengkafirkan sesama Muslim.
Saat jumhur Ulama telah sepakat bahwa satu kelompok seperti Ahmadiyyah atau Islam Liberal itu sesat, kita wajib tunduk dengan meyakini mereka sesat. Namun jika jumhur Ulama tidak menyatakan demikian, cuma segelintir dari kelompok ekstrim saja yang menyatakan sesat bahkan kafir, hendaknya kita tidak ikut-ikutan mengkafirkan mereka. Sebab jika ternyata pendapat mayoritas ulama benar, bahwa mereka tidak sesat/kafir, maka kitalah yang kafir. Jadi mengkafirkan sesama Muslim itu gampang. Tapi resikonya berat. Kita bisa kafir dan masuk neraka. Padahal jika kita ragu-ragu, kita tidak usah masuk kelompok tersebut, tapi juga tidak mengkafirkannya. Itu lebih aman dan bijak.
Ada banyak aliran sesat atau sempalan yang merasa kelompok mereka adalah Firqotun Najiyyah (golongan yang selamat) dari 73 golongan Islam seraya mengkafirkan mayoritas ummat Islam. Ummat Islam yg selamat adalah Ahlus Sunnah wal JAMA’AH. Artinya yg selamat JAMA’AH yang Banyak. Bukan FIRQOH/Pecahan kecil. Ini sesuai hadits Nabi. Jadi jika ada kelompok yang mengkafirkan mayoritas ummat Islam misalnya NU yang merupakan ormas Islam terbesar, bisa jadi kelompok itu yang sesat/kafir. Seandainya dalihnya adalah NU tak mau Negara Islam tegak, itu bukan seperti itu. Tapi karena yang mau menegakkan “Negara Islam” itu adalah justru kelompok Islam yang tidak benar/ekstrim. Bisa menindas/menzalimi ummat Islam lainnya. Jika Islamnya benar, akhlaknya benar, insya Allah ummat Islam yang baik tidak akan menolak Negara Islam:
Dari ‘Umar bin Khaththab ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَماعَةِ
“Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” [HR Ahmad, Tirmizi, dan Al Hakim]
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم عَلَى ضَلاَلَةٍ
Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad di atas kesesatan.” [HR Thabrani]
Begitu juga hadits dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ .
“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan.” [Ibnu Majah dan Tirmizi]
Namun jika tidak, kita harus hati-hati dalam mengkafirkan seseorang. Karena dosanya besar. Jika yang dituduh tidak kafir, maka kitalah yang kafir.
Tuduhan KAFIR adalah tuduhan yang amat berat. Jika seorang suami dinyatakan kafir, maka dia harus diceraikan dari istrinya yang Muslim. Hubungan waris dengan keluarganya yang Muslim putus. Saat meninggal, tidak boleh disholatkan dan tidak boleh didoakan. Jadi tuduhan kafir bukan tuduhan yang main-main.
Ada kelompok Khawarij yang begitu mudah mengkafirkan seorang Muslim bahkan menghalalkan darahnya untuk dibunuh. Mereka menganggap hanya kelompok mereka saja yang paling benar. Para ulama sepakat bahwa kelompok Khawarij ini sudah keluar dari Islam. Semoga kita tidak terjebak dalam kelompok ini.
Ucapan salam di medan perang sudah cukup untuk mencegah seseorang untuk tidak dibunuh:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu (atau mengucapkan Tahlil): “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [dulu juga kafir], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” [An Nisaa’ 94]
Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Rosululloh saw., bersabda:
من صلّى صلاتنا واستقبل قبلتنا وأكل ذبيحتنا فذلك المسلم
Barang siapa yang sholat sebagaimana kami sholat, menghadap ke kiblat kami dan memakan sembelihan kami maka ia muslim.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 391. Ibnu Hajar dalam syarahnya mengatakan: “Di dalam hadis ini menunjukkan bahwa masalah manusia itu dianggap yang nampak padanya. Maka barangsiapa yang menampakkan syi’ar-syi’ar agama diberlakukan padanya hukum-hukum yang berlaku pada pemeluk agama tersebut selama ia tidak menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut.” (Fathul Bari I/497)
Dari hadits di atas jelas kalau seseorang Sholat, berarti dia Muslim. Karena dalam sholat itu ada Salam dan juga ada Tahlil.
Mungkin ada yang berdalih dengan Hadits Abu Bakar yang memerangi orang yang tidak bayar zakat untuk membunuh orang yang sholat:
Mereka tidak paham konteks hadits tsb. Abu Bakar bertindak selaku Khailfah. Kepala Negara yang memerangi kaum yang tidak mau bayar zakat. Karena memungut dan mengelola zakat itu adalah tugas pemerintah. Tapi kalau bukan Khalifah, misalnya cuma orang biasa, tidak bisa dia seenaknya membunuh orang yang tidak bayar zakat.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ [رواه البخاري ومسلم ]
Dari Ibnu Umar ra sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits ini dipakai istilah أقاتل (aku memerangi) bukan أقتل (aku membunuh). Keduanya berbeda. Dan dalam kerangka hadits inilah Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Tidak ada satupun riwayat yang menunjukkan beliau membunuh mereka.
Saat Abu Bakar ingin memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat, Umar bin Khoththob mencegahnya.
Apakah engkau akan memerangi orang yang mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah? Padahal Nabi bersabda: Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Barangsiapa yang bersaksi demikian maka akan terjaga dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya dan perhitungan (hisabnya) ada di sisi Allah. Abu Bakr menyatakan : Demi Allah, sungguh-sungguh aku akan perangi orang-orang yang memisahkan antara sholat dengan zakat (mau sholat tapi tidak mau zakat), karena sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah, kalau seandainya mereka tidak memberikan kepadaku tali untuk menggiring binatang ternak zakat yang biasa mereka berikan pada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam, niscaya aku akan perangi mereka.
Hingga kemudian Umar menerima pendapat Abu Bakar dan mendukungnya (HR Bukhari dan Muslim).
Dan memang di berbagai ayat Al Qur’an, kata sholat dan zakat sering disebut bersamaan. Aqiimush sholaat wa aatuz zakaat. Dirikanlah Sholat dan Bayarkanlah Zakat [Al Baqarah 43]
Tapi kalau seorang Muslim sudah sholat dan membayar zakat, haram bagi kita mengkafirkan atau membunuhnya. Kecuali secara zahir/lisan mereka mengaku tidak percaya pada 6 Rukun Iman dan mengkafirkan sesama Muslim.
Dari Abu Musa r.a., katanya: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?” Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari tangannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Larangan membunuh orang kafir yang telah mengucapkan: Laa ilaaha illallah
Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan. (Shahih Muslim No.139)
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a.: Rasulullah SAW. pernah mengirimkan kami dalam suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang laki-laki, dia berkata, “La ilaha illallah – tiada tuhan selain Allah,” tetapi saya tetap menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi SAW., lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan, ‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.” Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?” Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak membunuh seorang Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu ada orang laki-laki berkata, “Bukankah Allah SWT. telah berfirman, Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya, “Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.” (1: 67 – 68 – Sahih Muslim)
Dari Usamah bin Zaid ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w. mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Dari Jundub bin Abdullah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahwa mereka itu telah bertemu -berhadap-hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahwa orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha illallah.” Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w. -memberitahukan kemenangan-, beliau s.a.w. bertanya kepadanya -perihal jalannya peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi menjawab: “Ya Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha illallah.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Beliau s.a.w. tidak menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” (Riwayat Muslim)
Dan hadits Ibnu Umar tentang Kholid yang membunuh tawanan Bani Jadzi’ah setelah mereka mengucapkan:
صبأنا صبأنا
Artinya menurut mereka adalah “Kami telah Islam.” Dan pengingkaran nabi terhadap Kholid. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori.)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11]
[1409]. Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410]. Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Dari ayat di atas, sering orang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal kalau dia introspeksi, bisa jadi kesalahannya lebih banyak daripada orang yang dia cari.
“… Dan melaknat seorang Mukmin seperti membunuhnya. Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”. [HR Bukhari]
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Ra, bahwa Nabi SAW bersabda: “Bila seseorang mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu. Dalam riwayat lain: Jika seperti apa yang dikatakan. Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri”.[HR Muslim]
Dari Abu Dzarr Ra, Nabi SAW bersabda “Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR Muslim]
Janganlah kita mengkafirkan seorang Muslim hanya karena dia tidak mampu melaksanakan 100% dari perintah Allah dalam Al Qur’an. Itu bukan berarti dia kafir. Tapi karena memang manusia itu sifatnya lemah. Tempat salah dan lupa. Hanya Nabi yang mampu melaksanakan 100% perintah Allah. Hanya Nabi yang maksum/terlindung dari dosa. Kita semua niscaya tak lepas dari dosa. Jadi jangan seenaknya mengkafirkan sesama Muslim.
Saat jumhur Ulama telah sepakat bahwa satu kelompok seperti Ahmadiyyah atau Islam Liberal itu sesat, kita wajib tunduk dengan meyakini mereka sesat. Namun jika jumhur Ulama tidak menyatakan demikian, cuma segelintir dari kelompok ekstrim saja yang menyatakan sesat bahkan kafir, hendaknya kita tidak ikut-ikutan mengkafirkan mereka. Sebab jika ternyata pendapat mayoritas ulama benar, bahwa mereka tidak sesat/kafir, maka kitalah yang kafir. Jadi mengkafirkan sesama Muslim itu gampang. Tapi resikonya berat. Kita bisa kafir dan masuk neraka. Padahal jika kita ragu-ragu, kita tidak usah masuk kelompok tersebut, tapi juga tidak mengkafirkannya. Itu lebih aman dan bijak.
Ada banyak aliran sesat atau sempalan yang merasa kelompok mereka adalah Firqotun Najiyyah (golongan yang selamat) dari 73 golongan Islam seraya mengkafirkan mayoritas ummat Islam. Ummat Islam yg selamat adalah Ahlus Sunnah wal JAMA’AH. Artinya yg selamat JAMA’AH yang Banyak. Bukan FIRQOH/Pecahan kecil. Ini sesuai hadits Nabi. Jadi jika ada kelompok yang mengkafirkan mayoritas ummat Islam misalnya NU yang merupakan ormas Islam terbesar, bisa jadi kelompok itu yang sesat/kafir. Seandainya dalihnya adalah NU tak mau Negara Islam tegak, itu bukan seperti itu. Tapi karena yang mau menegakkan “Negara Islam” itu adalah justru kelompok Islam yang tidak benar/ekstrim. Bisa menindas/menzalimi ummat Islam lainnya. Jika Islamnya benar, akhlaknya benar, insya Allah ummat Islam yang baik tidak akan menolak Negara Islam:
Dari ‘Umar bin Khaththab ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَماعَةِ
“Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” [HR Ahmad, Tirmizi, dan Al Hakim]
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم عَلَى ضَلاَلَةٍ
Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad di atas kesesatan.” [HR Thabrani]
Begitu juga hadits dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ .
“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan.” [Ibnu Majah dan Tirmizi]
Fitnah Bermaharajalela..
سَتَكُوْنُ فِتَنٌ وَفِرْقَةٌ فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَاكْسِرْ سَيِفَكَ وَاتَّخِذْ سَيْفاً مِنْ خَشَبٍ
“Kelak akan ada banyak FITNAH kekacauan dan perpecahan. Jika sudah seperti itu maka patahkanlah pedangmu dan pakailah pedang dari kayu.” (HR. Ahmad no. 20622)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
سَتَكُوْنَ فِتَنٌ القاعِدُ فِيْها خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ والقائمُ فيها خيرٌ من المَاشِي والماشِي فيها خير من السَّاعِي. مَنْ تَشَرَّفَ لَها تَسْتَشْرِفْهُ وَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذاً فَلْيَعِذْ بِهِ
“Kelak akan ada banyak FITNAH kekacauan dimana di dalamnya orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berusaha (dalam fitnah). Siapa yang menghadapi kekacauan tersebut maka hendaknya dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung.” (HR. Al-Bukhari no. 3601 dan Muslim no. 2886)
Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka. (HR. Muslim)
Jauhi Da’i2/Ulama2 yang menyeru kepada fitnah/pembunuhan/neraka jahannam:
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman ra berkata: Manusia bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliah dan keburukan, kemudian Alloh mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan? Beliau bersabda: ‘Ada’. Aku bertanya: Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan? Beliau bersabda: “Ya, akan tetapi di dalamnya ada dakhanun”. Aku bertanya: Apakah dakhanun itu? Beliau menjawab: “Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah”. Aku bertanya: Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan? Beliau bersabda: “Ya”, dai – dai yang mengajak ke pintu Jahanam. Barang siapa yang mengikutinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda: “Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita”. Aku bertanya: Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya? Beliau bersabda: “Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya”. Aku bertanya: “Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya?” Beliau bersabda: “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Satu Tanda Kiamat akan ada peperangan antara 2 kelompok besar Muslim. Mereka bersyahadah dan sholat. Namun saling bunuh. Hindarilah peperangan agar aman dari neraka.
Hadis riwayat Abu Bakrah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Apabila dua orang muslim saling bertarung dengan menghunus pedang mereka, maka pembunuh dan yang terbunuh, keduanya akan masuk neraka. Aku (Abu Bakrah) bertanya atau beliau ditanya: Wahai Rasulullah, kalau yang membunuh itu sudah jelas berdosa, tetapi bagaimana dengan yang terbunuh? Beliau menjawab: Karena sesungguhnya ia juga ingin membunuh saudaranya. (Shahih Muslim No.5139)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Hari kiamat tidak akan terjadi kecuali setelah dua golongan besar saling berperang sehingga pecahlah peperangan hebat antara keduanya padahal dakwah mereka adalah satu. (Shahih Muslim No.5142)
Jadi jika ingin jihad dan masuk surga, cek dulu musuh yang akan dibunuh itu Muslim atau tidak? Mengucapkan syahadah dan sholat apa tidak? Kalau ternyata Muslim dan mengucap syahadah serta sholat, bukannya surga yang didapat, justru neraka yang didapat. Jadi harus hati-hati. Tidak boleh sembarang jihad. Harus pakai ilmu.
Kita juga harus hati2 terhadap kaum Khawarij yang gemar mengkafirkan sesama Muslim. Mereka fasih mengutip Al Qur’an dan Hadits sehingga banyak orang tertipu. Namun cuma di tenggorokan mereka saja. Mereka tidak memahami dan mengamalkannya:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara ummatku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
Hindari juga Fitnah dari Najd. Tak ada salahnya berhati-hati terhadap ulama/media massa Islam yang berhubungan dengan Najd. Khawatirnya mereka benar menyebar Fitnah seperti disebut Hadits2 Nabi di bawah:
Ibnu Umar berkata, “Nabi berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, Terhadap Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, ‘Dan Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Yaman.’ Maka, saya mengira beliau bersabda pada kali yang ketiga, ‘Di sana terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula munculnya tanduk setan.’” [HR Bukhari]
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda sambil menghadap ke arah timur: Ketahuilah, sesungguhnya fitnah akan terjadi di sana! Ketahuilah, sesungguhnya fitnah akan terjadi di sana. Yaitu tempat muncul tanduk setan. (Shahih Muslim No.5167)
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla bani hasyim yang berkata telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi Shahba’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat fajar kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410 dengan sanad shahih]
Ada seorang tokoh yang kontroversial. Oleh pengikutnya disebut pembaharu. Tapi oleh bukan pengikutnya, disebut sebagai Ahlul Fitnah dari Najd. Jadi kita harus hati-hati dan selalu berpegang kepada Al Qur’an dan Hadits.
Kalau Orang Tak Suka Kita…Tak Apa..
Adakala kita terfikir… Kita mungkin tidak pernah menyusahkan hidup sesiapa, kita mungkin tidak pernah menganggu hidup orang dan tidak pernah pula membenci atau menyakiti mereka. Namun tiba-tiba sahaja mereka membenci kita. Berkata-kata buruk tentang kita di belakang dan mengaturkan pelbagai strategi untuk menyakitkan hati kita.
Sebagai manusia biasa, kita tidak akan terlepas dari mempunyai kekurangan pada diri. Mungkin pada cara kita bercakap, mungkin pada cara kita berjalan, mungkin pada mata, mulut, hidung dan seumpamanya yang menyebabkan ada sesetengah orang tidak suka, benci dan meluat melihat kita.
Jika mereka tidak berbuat apa-apapun mereka akan cuba melarikan diri dari kita. Seolah-olah kita ini makhluk yang aneh atau manusia yang tidak berguna, tidak perlu mendekati orang seperti kita. Keadaan yang diceritakan ini semakin menjadi-jadi apabila perbuatan masing-masing mula dizahirkan dalam kehidupan.
Saya melihat ramai kawan-kawan yang mem’buang’ kawannya yang menyakitkan hati. Hampir setiap hari juga saya melihat kenalan dimedia sosial memaki-maki, marah dan menulis status-status berkaitan dengan orang yang dibenci dan orang membencinya. Apa sudah jadi dan apa yang harus kita lakukan?
Berfikir & Renung Sejenak…
Muhasabah diri. Adakala sikap orang adalah cermin kepada sikap kita sendiri. Mungkin kita rasa kita tidak menyakiti hati orang, tetapi orang tetap terasa sakit. Carilah kelemahan pada diri yang mungkin kita terlepas pandang dan perbetulkan kembali. Bertenang dan jangan membalas kebencian mereka dengan terus membenci mereka.
Seandainya kita sememangnya tidak melakukan kesilapan, kenapa mahu bersedih? Allah sentiasa bersama dengan orang-orang yang benar. Jika mereka membenci kita dan menyakitkan hati kita, itu dosa mereka. Kita tak rugi apa-apa, yang perlu kita sedih bukan sebab mereka membenci kita tetapi jika kita membenci orang dan cuba menyakitkan hati mereka. Kerana perbuatan itu akan membuatkan kita hampir dengan dosa.
Cukuplah Berbakti Kepada Orang Yang Wajib
Jika kita punyai kawan yang menyakitkan hati, abaikan sahaja dirinya. Cukuplah berbakti kepada orang yang kita perlu taat seperti ibu ayah, taat suami bagi seorang isteri dan taat kepada Allah sebagai seorang manusia. Mereka yang tidak tersenarai dalam rantaian kewajipan kita untuk taat itu kita boleh abaikan sahaja.
Biarlah semua kenalan menolak kita yang penting kita jaga suami/isteri kita dengan baik.
Biarlah kawan-kawan meninggalkan kita yang penting kita tidak meninggalkan keluarga.
Biarlah seluruh kaum keluarga memulaukan kita yang penting kita tidak memutuskan tali silaturrahim.
Biarlah seluruh orang menyakitkan hati kita, yang penting kita tidak melakukan perbuatan salah yang menjadi DOSA pada nilaian Allah.
Kebahagiaan terletak dalam hati. Ia bergantung kepada kepercayaan kita. Seandainya kita percaya bahawa dipulaukan orang adalah suatu yang menyedihkan, maka hidup kita akan terseksa. Namun seandainya kita faham bahawa perbuatan terkutuk mereka dapat menyumbangkan pahala yang banyak untuk bekalan akhirat, kita akan bahagia. Biarlah manusia yang leka dengan sandiwara dunia dengan sikap buruk mereka, yang penting jangan kita bersikap buruk pada mereka kerana hidup kita untuk mencari kebahagiaan di sana. Bukan melayan persengketaan yang sia-sia.
UsahLah Sedih Usah Resah.. Usah Gundah Gulana..
“Jangan resah andai ada yang membencimu, kerana masih ramai yang mencintaimu di dunia. Tetapi resah dan takutlah andai Allah membencimu, kerana tiada lagi yang mencintaimu di akhirat.” – Imam Al-Ghazali..
Sebagai manusia biasa, kita tidak akan terlepas dari mempunyai kekurangan pada diri. Mungkin pada cara kita bercakap, mungkin pada cara kita berjalan, mungkin pada mata, mulut, hidung dan seumpamanya yang menyebabkan ada sesetengah orang tidak suka, benci dan meluat melihat kita.
Jika mereka tidak berbuat apa-apapun mereka akan cuba melarikan diri dari kita. Seolah-olah kita ini makhluk yang aneh atau manusia yang tidak berguna, tidak perlu mendekati orang seperti kita. Keadaan yang diceritakan ini semakin menjadi-jadi apabila perbuatan masing-masing mula dizahirkan dalam kehidupan.
Saya melihat ramai kawan-kawan yang mem’buang’ kawannya yang menyakitkan hati. Hampir setiap hari juga saya melihat kenalan dimedia sosial memaki-maki, marah dan menulis status-status berkaitan dengan orang yang dibenci dan orang membencinya. Apa sudah jadi dan apa yang harus kita lakukan?
Berfikir & Renung Sejenak…
Muhasabah diri. Adakala sikap orang adalah cermin kepada sikap kita sendiri. Mungkin kita rasa kita tidak menyakiti hati orang, tetapi orang tetap terasa sakit. Carilah kelemahan pada diri yang mungkin kita terlepas pandang dan perbetulkan kembali. Bertenang dan jangan membalas kebencian mereka dengan terus membenci mereka.
Seandainya kita sememangnya tidak melakukan kesilapan, kenapa mahu bersedih? Allah sentiasa bersama dengan orang-orang yang benar. Jika mereka membenci kita dan menyakitkan hati kita, itu dosa mereka. Kita tak rugi apa-apa, yang perlu kita sedih bukan sebab mereka membenci kita tetapi jika kita membenci orang dan cuba menyakitkan hati mereka. Kerana perbuatan itu akan membuatkan kita hampir dengan dosa.
Cukuplah Berbakti Kepada Orang Yang Wajib
Jika kita punyai kawan yang menyakitkan hati, abaikan sahaja dirinya. Cukuplah berbakti kepada orang yang kita perlu taat seperti ibu ayah, taat suami bagi seorang isteri dan taat kepada Allah sebagai seorang manusia. Mereka yang tidak tersenarai dalam rantaian kewajipan kita untuk taat itu kita boleh abaikan sahaja.
Biarlah semua kenalan menolak kita yang penting kita jaga suami/isteri kita dengan baik.
Biarlah kawan-kawan meninggalkan kita yang penting kita tidak meninggalkan keluarga.
Biarlah seluruh kaum keluarga memulaukan kita yang penting kita tidak memutuskan tali silaturrahim.
Biarlah seluruh orang menyakitkan hati kita, yang penting kita tidak melakukan perbuatan salah yang menjadi DOSA pada nilaian Allah.
Kebahagiaan terletak dalam hati. Ia bergantung kepada kepercayaan kita. Seandainya kita percaya bahawa dipulaukan orang adalah suatu yang menyedihkan, maka hidup kita akan terseksa. Namun seandainya kita faham bahawa perbuatan terkutuk mereka dapat menyumbangkan pahala yang banyak untuk bekalan akhirat, kita akan bahagia. Biarlah manusia yang leka dengan sandiwara dunia dengan sikap buruk mereka, yang penting jangan kita bersikap buruk pada mereka kerana hidup kita untuk mencari kebahagiaan di sana. Bukan melayan persengketaan yang sia-sia.
UsahLah Sedih Usah Resah.. Usah Gundah Gulana..
“Jangan resah andai ada yang membencimu, kerana masih ramai yang mencintaimu di dunia. Tetapi resah dan takutlah andai Allah membencimu, kerana tiada lagi yang mencintaimu di akhirat.” – Imam Al-Ghazali..
Tuesday, 13 June 2017
Ujian - Bukti Allah Sayang Aku
Kalau ada yang mengumpamakan hidup itu ibarat sekolah, mungkin ada benarnya. Di sekolah ada guru, buku, teman-teman, belajar, ujian, nilai, dan sebagainya. Begitupun dengan hidup. Ada tuntunannya, ada ‘guru’nya, orang-orang di sekeliling, ada belajarnya, ada pula ujian dan hasilnya. Maka katakan, sekolah mana yang lebih lama waktu ujiannya dibanding waktu belajarnya?
Hitam putih jalan hidup, pahit getir warna dunia,tangis tawa rasa hati terluka atau bahagia Bersabarlah sementara, setiap duka tak abadi Semua wajah kan diuji, pada Allah kita kan kembali (Opick, Di Bawah Langit-Mu)
Jadi, kalau di antara kita pernah mengalami ujian yang sangat berat, yang membuat kita hampir putus asa, bahkan mungkin ada yang sampai terlintas untuk membenci Tuhan, kini sedarlah, bahawa ujian berat itu tanda Allah sayang padaMu. Layaknya Nabi Ayyub as yang ditimpa penyakit bertahun-tahun, lalu ia berdoa pada Rabbnya,
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, sungguh, aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS: 21: 83)
Harus diingat berkali-kali, setiap ujian yang menimpa manusia ada hikmah yang tersembunyi. Semua umat manusia terdedah kepada pelbagai bentuk ujian daripada Allah dan sifat sabar dapat membantu mereka menangani cabaran yang datang.
UJIAN : TANDA KASIH SAYANG ALLAH
Sesungguhnya, dalam ujian Allah terselit nikmatNya. Mungkin kita tertanya-tanya apakah nikmatnya bila sakit, miskin, gagal, dihina dan sebagainya?
Hendaklah kita faham bahawa nikmat di sisi Allah itu terbahagi dua. Pertama, nikmat lahir. Dan kedua, nikmat batin (rohaniah).
Nikmat lahiriah ialah sihat, selamat dan kebaikan fizikal yang lain. Manakala nikmat batiniah ialah nilai-nilai keimanan, keyakinan dan kesabaran. Dengan ujian kesusahan misalnya, barulah terbina sifat sabar. Dan sabar itu adalah separuh daripada keimanan. Ujian juga akan menghapuskan dosa dan kesalahan seseorang terhadap Allah. Nabi Isa pernah berkata, "belum dikatakan seorang itu kenal Allah, sebelum dia bergembira dengan musibah dan penyakit ke atas dirinya, kerana berharap supaya dihapuskan kesalahannya."
Bila kita benci dengan ujian, ertinya kita belum kenal Allah dan (kerana) tidak faham itulah cara (kaedah) Allah mengampunkan dosa kita. Bila kita gembira (terima dengan baik) ujian itu, kerana yakin bahawa yang datangkan ujian itu juga adalah Allah. Jadi, apabila kita ditimpa ujian maka berusaha dan berikhtiarlah untuk menangani ujian itu tetapi jangan sesekali lupa mencungkil hikmahnya. Oleh yang demikian, apabila diuji, terimalah dengan baik dengan mencari hikmah-hikmahnya kerana tidak ada takdir Allah yang tidak ada hikmahnya.
Ingatlah, bahawa orang soleh itu bila diuji, hikmah-hikmah ujian akan mendekatkan mereka kepada Allah. Jangan sesekali kita menjadi orang yang rugi yakni mereka yang buta daripada melihat hikmah justeru akal dan hati hanya melihat sesuatu yang selari dengan hawa nafsunya sahaja. Ingatan para hamba yang soleh kepada Allah akan bertambah dengan ujian-ujian-Nya. Mereka merasakan ujian itu satu petanda yang Allah telah memilih mereka. Mereka sentiasa berbaik sangka dengan Allah dengan cara menyedari (mencari) bahawa setiap yang berlaku samada pahit atau manis pasti ada hikmahnya. Mereka tidak melihat hanya 'asbab' (sebab-sebab) tetapi matahati mereka dapat menjangkau 'musabbabil asbab' (penyebab – Tuhan).
Hati mereka berkata: "Inilah hakikat hidup yang dipilih Allah untukku. Aku akan terus berbaik sangka kepada Allah. Dia akan mengubat, melapang dan memberi kemenangan di sebalik ujian ini. Ya, aku tidak tahu, kerana ilmuku terbatas. Tetapi kerana Allah yang Maha Penyayang telah memilih ujian ini untuk diriku maka aku yakin ilmu-Nya Maha luas. Yang pahit ini akan menjadi ubat. Yang pedih ini akan menjadi penawar. Ya, Allah tingkatkanlah imanku bagi mendepani setiap ujian dari-Mu!" Akhir sekali, renungilah sebuah hadis Nabi saw : "Sungguh indah urusan umat Islam. Apabila ia ditimpa kesulitan ia bersabar, dan apabila ia mendapat nikmat, ia bersyukur. Ujian pertama mengajari kita untuk bersabar, ujian kedua mengajari kita bersyukur. Tidak ada alasan untuk berkeluh kesah".
Hitam putih jalan hidup, pahit getir warna dunia,tangis tawa rasa hati terluka atau bahagia Bersabarlah sementara, setiap duka tak abadi Semua wajah kan diuji, pada Allah kita kan kembali (Opick, Di Bawah Langit-Mu)
Jadi, kalau di antara kita pernah mengalami ujian yang sangat berat, yang membuat kita hampir putus asa, bahkan mungkin ada yang sampai terlintas untuk membenci Tuhan, kini sedarlah, bahawa ujian berat itu tanda Allah sayang padaMu. Layaknya Nabi Ayyub as yang ditimpa penyakit bertahun-tahun, lalu ia berdoa pada Rabbnya,
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, sungguh, aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS: 21: 83)
Harus diingat berkali-kali, setiap ujian yang menimpa manusia ada hikmah yang tersembunyi. Semua umat manusia terdedah kepada pelbagai bentuk ujian daripada Allah dan sifat sabar dapat membantu mereka menangani cabaran yang datang.
UJIAN : TANDA KASIH SAYANG ALLAH
Sesungguhnya, dalam ujian Allah terselit nikmatNya. Mungkin kita tertanya-tanya apakah nikmatnya bila sakit, miskin, gagal, dihina dan sebagainya?
Hendaklah kita faham bahawa nikmat di sisi Allah itu terbahagi dua. Pertama, nikmat lahir. Dan kedua, nikmat batin (rohaniah).
Nikmat lahiriah ialah sihat, selamat dan kebaikan fizikal yang lain. Manakala nikmat batiniah ialah nilai-nilai keimanan, keyakinan dan kesabaran. Dengan ujian kesusahan misalnya, barulah terbina sifat sabar. Dan sabar itu adalah separuh daripada keimanan. Ujian juga akan menghapuskan dosa dan kesalahan seseorang terhadap Allah. Nabi Isa pernah berkata, "belum dikatakan seorang itu kenal Allah, sebelum dia bergembira dengan musibah dan penyakit ke atas dirinya, kerana berharap supaya dihapuskan kesalahannya."
Bila kita benci dengan ujian, ertinya kita belum kenal Allah dan (kerana) tidak faham itulah cara (kaedah) Allah mengampunkan dosa kita. Bila kita gembira (terima dengan baik) ujian itu, kerana yakin bahawa yang datangkan ujian itu juga adalah Allah. Jadi, apabila kita ditimpa ujian maka berusaha dan berikhtiarlah untuk menangani ujian itu tetapi jangan sesekali lupa mencungkil hikmahnya. Oleh yang demikian, apabila diuji, terimalah dengan baik dengan mencari hikmah-hikmahnya kerana tidak ada takdir Allah yang tidak ada hikmahnya.
Ingatlah, bahawa orang soleh itu bila diuji, hikmah-hikmah ujian akan mendekatkan mereka kepada Allah. Jangan sesekali kita menjadi orang yang rugi yakni mereka yang buta daripada melihat hikmah justeru akal dan hati hanya melihat sesuatu yang selari dengan hawa nafsunya sahaja. Ingatan para hamba yang soleh kepada Allah akan bertambah dengan ujian-ujian-Nya. Mereka merasakan ujian itu satu petanda yang Allah telah memilih mereka. Mereka sentiasa berbaik sangka dengan Allah dengan cara menyedari (mencari) bahawa setiap yang berlaku samada pahit atau manis pasti ada hikmahnya. Mereka tidak melihat hanya 'asbab' (sebab-sebab) tetapi matahati mereka dapat menjangkau 'musabbabil asbab' (penyebab – Tuhan).
Hati mereka berkata: "Inilah hakikat hidup yang dipilih Allah untukku. Aku akan terus berbaik sangka kepada Allah. Dia akan mengubat, melapang dan memberi kemenangan di sebalik ujian ini. Ya, aku tidak tahu, kerana ilmuku terbatas. Tetapi kerana Allah yang Maha Penyayang telah memilih ujian ini untuk diriku maka aku yakin ilmu-Nya Maha luas. Yang pahit ini akan menjadi ubat. Yang pedih ini akan menjadi penawar. Ya, Allah tingkatkanlah imanku bagi mendepani setiap ujian dari-Mu!" Akhir sekali, renungilah sebuah hadis Nabi saw : "Sungguh indah urusan umat Islam. Apabila ia ditimpa kesulitan ia bersabar, dan apabila ia mendapat nikmat, ia bersyukur. Ujian pertama mengajari kita untuk bersabar, ujian kedua mengajari kita bersyukur. Tidak ada alasan untuk berkeluh kesah".
Subscribe to:
Posts (Atom)