Kita lahir tidak punya apa-apa, bahkan sehelai kain untuk menutupi tubuh kita. Begitu juga ketika mati, kita tidak punya apa apa kecuali seutas kain belacu (putih) untuk menutupi tubuh kita. Apa yang harus kita banggakan semua harta benda. Semuanya pada hakikatnya adalah karena Allah. Terlalu bodoh ketika kita mengagungkan harta benda sebagai sesuatu yang menjadi segala-galanya dalam hidup ini.


Saturday, 8 July 2017
Berdoa Kepada Yang Lain
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Jangan Mementingkan Diri Sendiri Sahaja (Ananiah)
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita ananiah ? Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.
Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah rnenciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis). Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam Al-Qur’an: “Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya.” (Qs.Asy-Syam : 7-10) “dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”(Qs: Luqman ayat 18:2.)
Contoh-Contoh Perilaku Ananiah
Tidak peduli terhadap penderitaan orang lain
Tidak mau membantu orang yang ditimpa kesusahan
Selalu ingin menang sendiri
Merasa diri paling memiliki kelebihan Angkuh, sombong, dan tidak mau bergaul dengan orang yang lebih rendah dari dirinya
Menganggap lemah dan remeh terhadap orang lain
Tidak mau menerima masukkan, saran, kritik, dan nasihat dari orang lain
Cara Menghindari Perilaku Ananiah
1. Senantiasa sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Hal ini tercermin dalam Pancasila sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
2. Menghargai pendapat atau saran dari orang lain
3. Senantiasa menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing
4. Tanamkan keimanan yang kuat agar tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia ke jurang kesalahan dan dosa
5. Perbanyak membaca dan belajar berbagai ilmu pengetahuan yang di miliki, serta kurangnya pergaulan pelaku dengan sesamanya.
6. Perbanyak bergaul dengan orang-orang yang bijak, banyak ilmunya, mulia akhlaknya, serta taat beribadah, sehingga kelak dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
Larangan Bersikap Ananiah
Islam melarang umatnya bersikap ananiah dan mendidik umatnya agar pandai-pandai menghormati orang lain sebagaimana wajarnya. ’Aisyah r.a. berkata sebagai berikut. Artinya: Rasulullah saw.. menyuruh kita agar kita menghormati manusia (orang lain) sesuai dengan kedudukannya. (H.R. Muslim dari ‘Aisyah).[1] Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut. Artinya : Tidaklah seorang anak muda yang memuliakan orang tua karena ketuannya, melainkan Allah akan mengadakan baginya orang yang akan memuliakan dia setelah tuanya. (H.R. at-Tirmizi nomor 1945 dari Anas bin Malik).
Apabila kita sebagai generasi muda mau menghormati yang tua, insya Allah kelak (setelah tua) akan dihormati pula oleh yang muda. Dengan demikian , hadis di atas sebagai motivasi bagi kita untuk menghormati orang lain (terutama yang lebih tua). Walaupun pada hadist di atas dikatakan menghormati orang tua karena ketuaannya, bukan berarti bahwa selain orang tua tidak dihormati. Semua wajib dihormati sebagaimana diri kita ingin dihormati. Salah satu bentuk menghormati orang lain ialah menjaga diri agar tidak bersikap ananiah atau egois. Sebenarnya kehidupan semacam itu justru bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk social. Artinya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Bayangkan, bukankah untuk bisa berpakaian saja, kita membutuhkan peran orang banyak. Untuk bisa makan juga membutuhkan peran orang lain, yaitu orang yang menyediakan beras, lauk pauk dan sebagainya.
Karena itu, kita harus bisa hidup bersama dengan orang lain. Tanpa orang lain kita bukan apa-apa dan tidak akan bisa menjadi apa-apa. Sifat ananiah bertentangan dengan agama Islam. Karena Islam tidak pernah menganjurkan atau membolehkan pemeluknya untuk menjadi orang yang egois di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT memerintahkan kita untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan Allah SWT melarang kita untuk tolong-menolong dalam hal kejelekan. Allah berfirman yang berbunyi : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS: Al-Maidah: 2)
Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : “Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71) Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Pengusaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara. Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedhaliman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah.
Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan. Firman Allah subhanahu wa ta'ala : “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : “Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya). Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji. Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah.
Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepekaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain.
Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah. Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai; Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia” (Ali Imran : 112).
2. Pengikat Hati “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen. Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “Berjama’ah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab” (HR. Ahmad).
“Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah” (HR. Tirmidzi). Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh; “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama “Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain : “Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya). ·
Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini. ·
Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dan lain lain.
Ghadab GADHAB (baca: ghodhob)
Secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”.
Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya. Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif. Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya. Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya.
Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan). Marah Karena Allah Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah subhanahu wa ta'ala, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as. Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”. Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an: “Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….” (QS. Al A’raaf: 71)
Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah.
Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya: Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll.
Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada. Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.
Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati. Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah.
Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)
Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut. Hasad adalah akhlak tercela.
Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll. Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka. Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang.
Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak. Namimah Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman.
Pada edisi yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah tangga, masyarakat dan negara Pengertian An-Namimah (menebar fitnah)
Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya
Namimah merupakan salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat buruk dan sangat merugikan. Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing, sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan diri dari sifat tercela ini. Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan
Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi. Gibah Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati. Allah berfirman. .Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang melakukannya. Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah. Dalil yang menyebutkan tentang ghibah “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta".
Ghibah yang dibolehkan Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain. Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran. Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
Allahu Akbar
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita
Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita ananiah ? Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.
Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah rnenciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis). Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam Al-Qur’an: “Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya.” (Qs.Asy-Syam : 7-10) “dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”(Qs: Luqman ayat 18:2.)
Contoh-Contoh Perilaku Ananiah
Tidak peduli terhadap penderitaan orang lain
Tidak mau membantu orang yang ditimpa kesusahan
Selalu ingin menang sendiri
Merasa diri paling memiliki kelebihan Angkuh, sombong, dan tidak mau bergaul dengan orang yang lebih rendah dari dirinya
Menganggap lemah dan remeh terhadap orang lain
Tidak mau menerima masukkan, saran, kritik, dan nasihat dari orang lain
Cara Menghindari Perilaku Ananiah
1. Senantiasa sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Hal ini tercermin dalam Pancasila sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
2. Menghargai pendapat atau saran dari orang lain
3. Senantiasa menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing
4. Tanamkan keimanan yang kuat agar tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia ke jurang kesalahan dan dosa
5. Perbanyak membaca dan belajar berbagai ilmu pengetahuan yang di miliki, serta kurangnya pergaulan pelaku dengan sesamanya.
6. Perbanyak bergaul dengan orang-orang yang bijak, banyak ilmunya, mulia akhlaknya, serta taat beribadah, sehingga kelak dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
Larangan Bersikap Ananiah
Islam melarang umatnya bersikap ananiah dan mendidik umatnya agar pandai-pandai menghormati orang lain sebagaimana wajarnya. ’Aisyah r.a. berkata sebagai berikut. Artinya: Rasulullah saw.. menyuruh kita agar kita menghormati manusia (orang lain) sesuai dengan kedudukannya. (H.R. Muslim dari ‘Aisyah).[1] Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut. Artinya : Tidaklah seorang anak muda yang memuliakan orang tua karena ketuannya, melainkan Allah akan mengadakan baginya orang yang akan memuliakan dia setelah tuanya. (H.R. at-Tirmizi nomor 1945 dari Anas bin Malik).
Apabila kita sebagai generasi muda mau menghormati yang tua, insya Allah kelak (setelah tua) akan dihormati pula oleh yang muda. Dengan demikian , hadis di atas sebagai motivasi bagi kita untuk menghormati orang lain (terutama yang lebih tua). Walaupun pada hadist di atas dikatakan menghormati orang tua karena ketuaannya, bukan berarti bahwa selain orang tua tidak dihormati. Semua wajib dihormati sebagaimana diri kita ingin dihormati. Salah satu bentuk menghormati orang lain ialah menjaga diri agar tidak bersikap ananiah atau egois. Sebenarnya kehidupan semacam itu justru bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk social. Artinya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Bayangkan, bukankah untuk bisa berpakaian saja, kita membutuhkan peran orang banyak. Untuk bisa makan juga membutuhkan peran orang lain, yaitu orang yang menyediakan beras, lauk pauk dan sebagainya.
Karena itu, kita harus bisa hidup bersama dengan orang lain. Tanpa orang lain kita bukan apa-apa dan tidak akan bisa menjadi apa-apa. Sifat ananiah bertentangan dengan agama Islam. Karena Islam tidak pernah menganjurkan atau membolehkan pemeluknya untuk menjadi orang yang egois di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT memerintahkan kita untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan Allah SWT melarang kita untuk tolong-menolong dalam hal kejelekan. Allah berfirman yang berbunyi : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS: Al-Maidah: 2)
Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah Ananiyah Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : “Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71) Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Pengusaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara. Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedhaliman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah.
Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan. Firman Allah subhanahu wa ta'ala : “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : “Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya). Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji. Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah.
Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepekaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain.
Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah. Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai; Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia” (Ali Imran : 112).
2. Pengikat Hati “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen. Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “Berjama’ah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab” (HR. Ahmad).
“Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah” (HR. Tirmidzi). Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh; “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama “Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain : “Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya). ·
Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini. ·
Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dan lain lain.
Ghadab GADHAB (baca: ghodhob)
Secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”.
Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya. Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif. Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya. Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya.
Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan). Marah Karena Allah Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah subhanahu wa ta'ala, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as. Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”. Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an: “Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….” (QS. Al A’raaf: 71)
Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah.
Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya: Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll.
Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada. Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.
Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati. Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah.
Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)
Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut. Hasad adalah akhlak tercela.
Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll. Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka. Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang.
Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak. Namimah Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman.
Pada edisi yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah tangga, masyarakat dan negara Pengertian An-Namimah (menebar fitnah)
Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya
Namimah merupakan salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat buruk dan sangat merugikan. Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing, sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan diri dari sifat tercela ini. Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan
Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi. Gibah Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati. Allah berfirman. .Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang melakukannya. Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah. Dalil yang menyebutkan tentang ghibah “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta".
Ghibah yang dibolehkan Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain. Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran. Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
Allahu Akbar
Hadiah Orang Mu’min Adalah Kematian
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
“Hadiah Orang Mu’min Adalah Kematian.” (HR Thabrani Dan Al-Hakim)
Nabi SAW menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Ketika kita sudah mengetahui bahwa kematian orang yang kita cintai, mungkin saja adalah sebuah hadiah dari Allah SWT, lalu tidak ada gunanya bagi orang yang ditinggal mati meratapi dan berkeluh kesah. Karena jika yang meninggal gembira menerima hadiah, tentu tidak pantas kita menangisinya.
Sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang ditinggal mati oleh orang-orang yang dicintainya, maka tidak ada pelajaran yang paling baik kecuali kisah Ummul Mukminin, Ummu Salamah ra.
Dalam sebuah hadits shahih yang bersumber dari Ummu Salamah, ia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak ada seorang hamba pun yan ditimpa musibah lalu mengucapkan: Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun. Allahumma jurnii fii mushibatii wakhluflii khairan minhaa. (Sesungguhnya kami milik Allah, kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berikanlah pahala kepadaku lantaran musibah yang menimpaku ini dan berikanlah ganti kepadaku dengan yang lebih baik dari musibah ini). Kecuali Allah akan memberinya pahala lantaran musibahnya dan akan mengganti musibahnya dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”
Ummu Salamah berkata: ”Ketika Abu Salamah (suaminya) wafat, aku berdoa sebagaimana perintah Rasulullah padaku, dan ternyata kemudian Allah SWT memberiku ganti yang lebih baik daripada musibah itu, yaitu pribadi Rasulullah SAW yang menggantikan kedudukan suaminya dahulu.
Jadi doa yang paling mustajab bagi orang yang ditinggal pergi kekasihnya adalah:
إنا لله و إنا إليه راجعون, اللهم أَجُرْني في مصيبتي و اخْلُفْ لي خيرًا منها.
Friday, 7 July 2017
Aurat Wanita Mahkota Yang Perlu DiPelihara Dan DiJaga KesucianNya
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Aurat adalah kehormatan wanita yang perlu dipelihara dengan sebaik mungkin. Oleh yang demikian setiap wanita perlu mempertahankan kecantikan ini dan bersyukur di atas anugerah yang telah dikurniakan oleh Allah SWT. Islam telah pun menggariskan beberapa panduan agar kemuliaan dan kehormatan wanita dapat dijaga dengan baik. Justeru, akan berkongsi dengan pembaca mengenai tafsir Surah an-Nur ayat yang ke-31 yang berbunyi :
“…Dan hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka…”
Sayyid Qutb Rahimahullah telah menukilkan kitab tafsirnya yang terkemuka iaitu Tafsir Fi Zilalil Qur’an bahawa Al-jaib adalah belahan baju di bahagian dada.Khimar adalah kain penutup kepala,leher dan dada untuk menutup godaan-godaan fitnah yang ada padanya.
Janganlah seorang wanita memperlihatkannya kepada mata-mata yang kelaparan, bahkan kepada mata yang sekadar melintas.Orang-orang bertaqwa selalu menjaga diri dari godaan pandangan itu, baik dengan membiarkan orang melihat mahupun mengulanginya lagi.
Kerana kadangkala setelah pandangan tertuju kepada fitnah-fitnah nafsu itu, maka nafsu itu menjadi terpendam dan bergelora. Apatah lagi, jika fitnah-fitnah itu dibiarkan terbuka.
Sesungguhnya Allah tidak ingin menjerumuskan hati-hati orang-orang yang beriman kepada ujian dan musibah seperti ini!
Wanita-wanita mukminat yang mendapatkan peringatan tentang larangan ini dengan hati yang disinari cahaya Allah tidak akan pernah terlambat meresponnya melalui ketaatan, walaupun secara fitrahnya mereka ingin tampil dengan perhiasan dan kecantikan.
Wanita-wanita pada zaman jahiliyyah sebagaimana yang terjadi pada jahiliyyah moden ini dengan mudah membuka dadanya dihadapan lelaki. Bahkan, leher, bonggol rambut dan anting-anting dibiarkan terbuka atau lebih daripada itu.
Setelah Allah memerintahkan wanita untuk menutupi dadanya dengan khimar serta tidak menampakkan perhiasannya, wanita-wanita mukminat bersikap seperti yang telah digambarkan oleh
‘Aisyah dalam riwayat Bukhari: “Semoga Allah sentiasa merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama. Setelah Allah menurunkan ayat ‘…Dan hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka …’, maka mereka merobek pakaian mereka, kemudian menjadikannya sebagai kain yang menutupi tubuh mereka.”
Safiyyah binti Syaibah berkata:
“Ketika kami berada di sisi ‘Aisyah, kami menyebut-nyebut tentang keistimewaan wanita-wanita Quraisy.Maka, ‘Aisyah pun berkata ‘Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keistimewaan. Sesungguhnya demi Allah, aku tidak pernah melihat wanita yang lebih utama daripada wanita Ansar. Mereka paling percaya dengan al-Qur’an. Tidak ada wanita yang lebih beriman kepada ayat yang turun terhadap mereka.Ketika turun ayat 31 dari Surah an-Nur, ‘…Dan hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka …’, kaum lelaki dari Ansar segera pulang ke rumah masing-masing untuk membacakan ayat yang turun kepada wanita-wanita mereka. Seorang lelaki membacakan kepada isterinya, anak wanitanya, dan saudarinya, bahkan kepada setiap kerabatnya.
Maka, tidak seorang pun dari wanita itu melainkan bersegera mengambil pakaian mereka, kemudian mengikatnya ke kepala mereka, sebagai pembenaran dan keimanan mereka terhadap ayat yang diturunkan Allah dalam kitabnya.Pada pagi hari, mereka telah berada dibelakang Rasulullah dengan pakaian terikat di kepala seolah-olah di atas mereka ada burung gagak’.”
Islam telah mengangkat citarasa masyarakat Islami dan membersihkan pengiktirafan terhadap kecantikan. Sehingga, bukan lagi tabiat haiwan yang lebih dominan dalam mengukur kecantikan. Namun, tabiat manusiawi telah terbentuk dan terdidik. Kecantikan kerana membuka aurat dan tubuh merupakan kecantikan yang bercitarasa rendah dan darjat bintang, walaupun penuh dengan keserasian dan kesempurnaan.
Sedangkan kecantikan yang berkarakter itulah kecantikan suci yang mengangkat apresiasi seseorang terhadap kecantikan, manjadikannya layak dan sesuai bagi manusia serta meliputinya dengan kebersihan dan kesucian pancaindera dan khayalan.
Demikianlah Islam saat ini membangun apresiasi dalam barisan wanita-wanita mukminat, walaupun citarasa umum telah rosak dikuasi oleh nafsu haiwan dan membuatnya cenderang kepada buka-bukaan, telanjang, dan lepas kendali seperti binatang. Wanita-wanita mukminat itu dengan penuh ketaatan dan kesedaran menutupi bahagian-bahgaian fitnah tubuh mereka, dalam masyarakat yang senang dengan buka-bukaan dan bersolek secara berlebihan serta para wanita bebas merayau dan menggoda lelaki seperti si betina merayu ke kepada si jantan.
Kehormatan dengan penuh rasa malu ini merupakan salah satu langkah berjaga-jaga untuk menjaga individu dan jamaah. Oleh kerana itu, ketika fitnah aman, Al-Qur’an membolehkan untuk meninggalkan perintah itu. Sehingga, dikecualikan para lelaki mahram yang biasanya cenderung tidak tertarik dan biasanya syahwat mereka tidak bangkit..
Aku Tak Punya Apa Apa
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Kekosongan
Aku tak punya apa apa!
Aduhai …..
Memang aku tak punya apa apa. Apa saja dalam hidup ini. Kekosongan sering merengkuh kehidupan ini. Bukan aku menyesal. Tidak sedikit pun hati ini mengeluh apabila aku ditinggalkan sesiapa saja. Ibu ku, ayah ku atau sesiapa saja yang ku sayangi didunia ini yang amat aku dambakan kasih sayangnya.
Aku memang telah terbiasa keseorangan. Mungkin aku akan keseorangan dimasa mendatang. Malah aku rasa manusia yang biasa dengan kesunyian dan keseorangan ini punya kekuatan untuk meneruskan kehidupan yang bermakna!
Apakah orang orang yang menyayangi kita dan sering bersama kita dan disekeliling kita dapat mengisi kekosongan jiwa ini?
Ketika waktu memisahkan kita dari insan disekeliling kita dan sang sunyi sedang mengisi ruang batin kita dan hari hari yang kita lalui sebagai pelajar yang sentiasa sibuk dan stress dengan assingnment dan tugasan yang tak pernah habis hingga saban hari saban waktu kita lalui waktu yang rutin. Kita tidak tersedar bahawa kita menyembunyikan jiwa yang kosong.
Bersama teman teman kita bahagia sebentar. Bersama halakat dan usrah kita terasa, terisi jiwa dan iman dan ketenangan. Namun itu semua itu bersifat sementara. Ada saatnya kita terasa sayu. Sunyi dan terasa kehilangan!
Kenapa jiwa kita begini? Apakah kita kehilangan sesuatu?
Terkadang kita menangis sendirian.
Tidak tahu apa yang kita tangiskan.
Semua jauh dari kita. Yang dulunya amat dekat!
Ibu ayah, saudara dan teman teman dahulu yang kita pernah bersamanya!
Tidak bersama kita ini saat ini.
Kita rasa terpisah. Kita rasa kita terhukum!
Ada antara kita punya teman istimewa yang kita berjanji bersamanya disuatu hari nanti. Namun apakah itu pencarian hakiki kita dan dapat mengisi jiwa kosong kita tika ini? Mungkin dia juga akan meninggalkan kita pabila mendapat yang terbaik selain kita. Tiada jaminan semua itu. Apakah teman itu akan dapat memberi apa yang kita kehendaki dalam hidup ini? Seperti punya keluarga dakwah yang kita dambakan. Kasih sayang yang punya aura romantik yang kita citakan? Bolehkah kita yakin dengan semua itu?
Ini semua mengajar ku apabila aku ditinggalkan terpingga pingga oleh seseorang yang telah mencetuskan jiwa cinta untuk ku. Meninggalkan aku disebabkan asbab yang amat kecil!.. Waktu yang mengajakku memujuk kesudut kesendirian akhirnya semakin mengkelanakan aku untuk berjalan mengelilinginya.
Perjalanan kehidupan manusia ini yang begitu menarik bagiku, sentiasa mengajakku untuk merenungi lama dan menyadarkan ku kembali untuk menghayati hakikat perjalanan hidup ini.
Perjalanan hidup yang mencabar dan menghadapi berbagai jenis manusia akhirnya mengajak ku untuk mengoreksi diri supaya berhati hati..
Terkadang ada kebahagiaan dalam kekosongan ini. Dalam kesunyian ini. Biar pun adakala nya kita memerlukan seseorang disamping agar bertanya tentang kita. Agar dapat berbagi kasih dengan kita.
Namun …
Orang yang biasa dengan kesunyian dapat menilainya. Ada pun terkadang kita seolah olah mencari Tuhan yang hilang. Subhanallah... Bukan niat ku mengatakan Tuhan itu hilang tapi kita sebenarnya kehilangan Tuhan dicelah kesunyian ini.
Peristiwa peristiwa hidup yang yang ku lalui mengajak ku pada kesimpulan betapa ini adalah perjalanan misteri terkadang menghempas ku ketitik sepi dan aku seolah menghabiskan semangat ku walau suatu saat aku tergilakan untuk menjalani kehidupan dunia ini sebaiknya bersama seseorang yang telah memberiku cahaya kemudian hilang …..
Begitulah akhirnya manusia meninggalkan kita satu persatu dalam hidup ini.
Mungkin hari ini kita meninggalkan orang lain. Orang yang pernah mengharap dan menyayangi kita tapi esok pastinya akan berlaku sebaliknya.
Tidak kira apa suasananya.
Tidak kira.
Dalam bercinta.
Dalam berteman.
Dalam berkeluarga.
Semua akan meninggalkan kita. Satu persatu kesedihan merenggut kita. Kita akan kehilangan segala galanya.
Kita hidup diruangan hampa.
Akhirnya kekosongan dan kesunyian menyedarkan aku bahawa tubuh yang kumiliki ini juga akan meninggalkan jiwa ku tanpa payah aku menghalaunya atau meninggalkannya. Semua bahagiannya adalah untuk cacing dan untuk tanah kerana aku adalah sebahagiaan darinya. Masakan aku boleh sombong dengan bumi ini!..
Jiwaku sebenarnya bukan pemilik tubuh ini. Hanya pinjaman. Pinjaman dari bumi.
Ruhku?
Pastinya akan kembali pada penciptaNya.
Apa lagi yang tinggal dalam hidup ini?
Sebenarnya memang aku tak punya apa apa!
Cara Cara Berubah Secara Istiqamah.. Insya Allah..
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيم
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan yg mencipta segala kejadian. Selawat dan salam keatas Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W. serta keluarga dan sahabatnya sekalian
Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya : “Tidaklah berdoa seorang muslim terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).
Istiqamah. Huruf yang ringan dibicarakan namun liat dan begitu berat untuk melakukannya. Ada pelbagai aspek istiqamah yang kita boleh adaptasi. Antaranya:
1) Orang yang ingin berhijrah daripada dunia jahiliahnya.
2) Orang yang ingin berubah daripada tabiat yang buruk kepada tabiat yang lebih baik, sekaligus meninggalkan tabiatnya yang buruk.
3) Orang yang ingin menjadikan rutin hariannya produktif tanpa sesaat pun mensia-siakan masanya di dunia.
Dan ada pelbagai jenis istiqamah yang boleh kita renungkan. Akhirnya pasti jawapannya adalah, untuk berubah ke arah sesuatu yang lebih baik.
Berubah secara berterusan ini adalah, antara yang kita boleh lakukan supaya paling minima, kita menghasilkan perubahan walau sekecil zarah. Kerana sesungguhnya gunung-ganang itu terdiri daripada kerikil-kerikil kecil.
Anda boleh lakukan cara ini mengikut kesesuaian anda. Mungkin tidak perlu ikut urutan.
Istiqamah #1 – Matlamat Yang Jelas
Andai kita belajar hadis, perkara yang pertama yang disebut adalah tentang niat. Begitulah pentingnya sebelum kita berubah, kita jelaskan matlamat ‘kenapa kita nak berubah?’. Analoginya begini:
Kita nak pergi ke sesuatu tempat. Pasti ada destinasi betul? Apabila kita tahu destinasi, maka kita akan lebih mudah dapat membuat pilihan dan keputusan, jalan mana yang mahu digunakan untuk ke sana.
Nah! Beginilah pentingnya menetapkan matlamat tentang, ‘mengapa kita nak berubah?’. Minda ini apabila kita jelaskan apa yang kita mahu, maka inshaAllah lebih mudah ia faham dan memberi arahan kepada yang lain.
Ambil satu kertas A4, jawab 2 soalan di bawah,
Mengapa aku nak berubah? Apakah impak apabila aku berubah? catat tulis
Mencatat perkara penting membantu sebagai peringatan berterusan.
Anda boleh bermula dengan menulis perkara-perkara negatif. Contoh:
“Aku tak suka, aku selalu solat lewat.”
Selepas anda senaraikan semua perkara-perkara negatif yang menyebabkan anda ingin berubah, tukarkan kepada ayat-ayat positif seperti contoh di bawah:
“Aku suka, aku selalu solat awal waktu.”
Kemudian, slash ayat-ayat negatif yang anda tulis tadi. Hasilnya, otak anda akan mula fokus apa yang anda inginkan. Barangkali antara sebab kita masih berubah, kita fokus kuat kepada perkara-perkara yang kita tidak suka. Dan ia semakin membuat kita membencinya. Justeru, tukar fokus kita. Mula fokuskan pada perkara-perkara positif.
Istiqamah #2 – Melazimi Taubat
Mungkin istiqamah yang anda sangkakan bukan tentang dosa, namun pasti yang anda mahukan adalah perubahan yang lebih baik kan? Syarat untuk berubah adalah meninggalkan yang tidak mahu, dan mula fokus kepada perkara yang kita mahu. Ada pepatah dalam bahasa Inggeris, “Let go of the past and the past will let go of you.”
Taubat adalah bermaksud menyesali perbuatan lalu dan berazam memperbaiki perbuatan akan datang. Yakni, kita nak bina sesuatu yang baru dalam diri kita, dan syaratnya adalah perlu meninggalkan perbuatan lalu.
“Jika kamu bertaubat sehingga taubat itu gugur dan kamu kembali melakukan dosa, maka, bersegeralah bertaubat kembali! Katakanlah pada dirimu: Moga-moga aku mati sebelum sempat mengulangi dosa kali ini.” Imam Ghazali
Selagi kita masih di takuk yang lama, pasti susah untuk kita beralih kepada sesuatu yang baru betul? Justeru, penting untuk sentiasa melazimi taubat.
Supaya kita sentiasa bersihkan diri daripada perkara-perkara lalu, sama ada dosa atau tabiat buruk, seterusnya fokus dengan keras untuk membina pahala dan tabiat baru yang lebih baik.
Istiqamah #3 – Berdoa Kepada Allah
Mu’az bin Jabal ra menceritakan bahawa suatu hari Rasulullah saw memegang tangannya seraya mengucapkan: “Hai Mu’az, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.”
Lalu baginda bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’az, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir solat hendaknya kamu berdoa, ‘Allahumma a’in ni ‘ala zikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” Riwayat Abu Daud
Doa adalah penyerahan bukan tuntutan. Selepas kita berniat, kita serah ke Allah terus untuk menguruskan diri kita. Sesungguhnya Allah sebaik-baik pengurus. Hatta jantung yang berdegup inipun kita tidak mampu uruskan, apatah lagi, menguruskan seluruh diri kita.
doa taubat
Berdoalah kepada Allah, memohon hidayah dan rahmat limpah kurniaNya.
Boleh juga baca doa ini supaya Allah membaiki segala urusan kita, dan seterusnya menguruskan diri kita mengikut kebijaksanaan-Nya:
“Ya Haiyyu, Ya Qayyum, dengan rahmat-Mu daku memohon pertolongan. Baikilah seluruh urusanku, dan janganlah Engkau serahkan diriku ini kepadaku walaupun sekelip mata.” Riwayat al-Nasai, dinilai sahih oleh al-Albani
Istiqamah #4 – Mulakan Dengan Perubahan Yang Ringan Dan Termampu
Jangan gelojoh. Tergesa-gesa itu daripada syaitan. Analoginya, andai sekarang berat kita 150kg, jangan gelojoh mahu terus turunkan kepada 50kg. Hatta Al-Quran diturunkan secara berperingkat.
“Jangan takut perlahan. Yang lebih patut ditakuti adalah, apabila tidak bergerak langsung.”
Lebih baik turunkan berat badan sedikit demi sedikit secara natural dan tanpa penyakit. Berbanding, turun menjunam namun mendapat 101 penyakit kerana, pemakanan yang tidak sihat dan penggunaan produk kuruskan badan yang banyak. Ini analogi sahaja supaya lebih mudah faham.
Daripada Aisyah rha, Nabi Muhammad saw bersabda: “Wahai manusia lakukanlah amalan mengikut keupayaan kamu. Amalan yang paling Allah sukai ialah amalan yang berterusan walaupun sedikit.” Riwayat al-Bukhari dan Muslim
Contoh, seumur hidup tak pernah baca Al-Quran terjemahan. Jangan terus gelojoh mahu habiskan satu juz. Memadai baca 1 ayat pada tiap hari. Biar perlahan asal bergerak.
Contoh lain, bagi yang ingin melatih fokus, boleh mulakan tugasan itu tiap 5 minit. Selepas itu andai rasa boleh lama, teruskan. Sekiranya rasa sudah tak mampu, berhenti sekejap, dan sambung semula. Biar perlahan asal tugasan itu dapat diselesaikan sedikit demi sedikit.
Istiqamah #5 – Pilih Persekitaran Yang Sama Dengan Misi Kita
Rasulullah saw bersabda, “Perbandingan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang tukang besi.
Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau akan membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan tukang besi, mungkin (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak enak.” Riwayat Bukhari 5534 dan Muslim 2628
Andai kita pelajar yang mahu capai segala yang baik pada nilaian Allah, bergaul lah dengan orang yang sama misi dengan kita. Supaya misi kita tidak terganggu sebaliknya saling mendorong sesama rakan bagi mencapai misi itu.
Persekitaran yang baik dapat membawa hati dan jiwa yang tenang.
Andai kita orang yang mahu berniaga, maka bergaul lah dengan orang yang sudah lama berniaga. Supaya daripada situ, kita boleh mendapatkan tip perniagaan daripadanya. Berbanding kita bersama dengan orang yang tidak suka berniaga, pasti dicemuh atau direndah-rendahkan niat kita untuk mulakan pernaigaan.
Istiqamah #6 – Jaga Solat, Dan Sentiasa Mengingati Allah
Solat mempunyai rahsia tersembunyi yang boleh membantu kita perbaiki perubahan kita. Andai kita seorang yang suka bertangguh, cuba kita perhatikan adakah kita seorang yang selalu melengahkan solat?
Andai kita seorang yang selalu tergesa-gesa, cuba renung cara kita solat. Adakah tergesa-gesa atau secara perlahan-lahan dan khusyuk? Pepatah Inggeris mengatakan
“How you do anything is how you do everything.”
Pasakkan diri untuk sentiasa berusaha menunaikan solat pada awal waktu, dan memperbaiki cara kita solat selama 21 hari. Kemudian, lihat bagaimana kehidupan kita setelah memperbaiki solat kita. InshaAllah pasti ada perubahan untuk projek istiqamah kita.
Solat - Solat merupakan salah satu tanda kita sebagai hamba mengingati Pencipta.
Di samping itu, bagi meningkatkan potensi perubahan kita, usahakan untuk sentiasa mengingati Allah. Sama ada berzikir atau berdialog atau meluahkan kepada Allah apa yang kita mahukan untuk perubahan kita itu, dan betapa kita sangat perlukan Allah untuk membuat transformasi kita berjaya dengan izin-Nya.
Istiqamah #7 – Bersyukur Pada Tiap Proses
Apabila kita masuk syurga, apa yang kita boleh raikan bukanlah tentang matlamat kita dapat masuk syurga. Tetapi proses yang telah kita lalui untuk masuk ke syurga.
Satu kegembiraan yang tak dapat diluahkan dengan kata-kata.
Hari itu adalah hari kita raikan segala usaha dan penat lelah. Sama juga dalam projek istiqamah ini.
Setelah berjaya satu perkara yang buat kita gembira, dan berpuas hati pada hari itu, tulis dalam satu buku yang kita boleh namakan sebagai, Buku Kejayaan.
ContohNya. Tulis Pada Tarikh Sekian, Bulan Sekian, Tahun Sekian... Apa Yang Kita Lakukan.. 20 April 2013.. Seumpama Di bawah Ini Yang Di Senaraikan:
1. Saya siapkan kerja kerja saya bersama rakan dalam masa 3 jam.
2. Saya telefon ibu/ayah/isteri/anak/kawan kawan selama 5 minit untuk bertanya khabar.
3. Saya baca 1 ayat Al-Quran nombor 216 dalam surah Al-Baqarah.
Antara tip hidup tenang adalah kita membandingkan diri kita pada hari semalam dengan hari ini. Bukan dengan membandingkan diri kita dengan diri orang lain yang sudah Bab 20, sedangkan diri kita yang baru Bab 1.
InshaAllah dengan menulis dalam Buku Kejayaan, kita lebih jelas tentang perubahan yang kita lakukan. Sedikit namun ada penambahbaikan pada tiap hari.
Buku Kejayaan juga adalah salah satu cara kita bersyukur kepada Allah dan diri, bahawa kita dapat buat lebih baik pada hari itu berbanding sebelum ini.
RumusanNya – Jangan Pandang Belakang, Jalan Terus
Allah tidak akan jemu selagi kita tidak jemu untuk berubah. Allah tidak melihat hasil, sebaliknya Allah melihat usaha kita. Walau kita berusaha sekecil 0.0001mm, pasti Allah akan mengganjarkan usaha kita berubah ke arah lebih baik untuk-Nya.
Perbanyakkanlah apa yang Allah suka, inshaAllah Allah beri apa yang kita suka mengikut kebijaksanaan-Nya. Saat kita ada terdetik untuk meminta, barangkali itu tanda Allah nak beri. Justeru, mintalah.
Istiqamah untuk memulakan transformasi. Selamat berjuang! Bismillah.
Sunday, 25 June 2017
Syukur Kita Kepada Allah Terkadang Tertutupi Oleh Permintaan Kita Yang Berlebihan..
Rasa syukur kita kepada Allah terkadang tertutupi oleh permintaan kita yang cenderung berlebihan dalam hidup ini.
Kita menjadi sosok yang gampang mengeluh dan terkadang menyalahkan takdir yang Allah tetapkan dalam hidup yang kita miliki, saat kita tak pernah berfikir dan memknai segala sesuatunya dengan hati yang bijak.
Permintaan yang disemukan oleh keinginan nafsu belaka terkadang menutup hati dan mata kita untuk menyadari betapa Elegannya kisah hidup yang telah Allah gariskan kepada kita, sehingga bersyukurpun kita menjadi lupa.
Seseorang Cenderung Lupa Caranya Bersyukur Ketika Ia Terlalu Banyak Menuntut Dalam Hidupnya
Karena seseorang cenderung lupa caranya bersyukur kepada sang pemberi kehidupan ini, ketika ia terlalu banyak menuntut dalam hidupnya, inginnya selalu mengajaknya bermanja dalam angan dan nafsu.
Sehingga yang nampak jelas dimatanya hanya bagaiamana dan bagaimana mendapatkan hidup yang serba nyaman sesuai dengan apa yang direncanakan, bukan berfikir bagaimana caranya mendapatkan hidup terbaik menurut jalan yang dihaturkan oleh Allah.
Seseorang Terkadang Lupa Untuk Bersyukur Saat Dirinya Tidak Ikhlas Menerima Takdir Yang Ditetapkan Allah
Seseorang terkadang lupa untuk bersyukur saat dirinya tidak ikhlas menerima takdir yang telah Alah tetapkan dalam hidupnya.
Sebab saat hatinya telah dibidik untuk selalu ikhlas maka setiap takdir yang Allah gariskan kepadanya, ntah yang buruk ataupun yang baik, tentu akan membuatnya tetap bersyukur dengan bijak.
Seseorang Dengan Begitu Gampangnya Mengeluh Saat Yang Diterimanya Dalam Hidup Tak Dapat Ia Maknai Dengan Bijkasana
Seseorang dengan begitu gampangnya mengeluhkan keadaan, saat yang diterimanya dalam hidup ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan hal itu terjadi saat hati tidak bisa memaknai dengan bijaksana apa yang telah menjadi ketetapan Allah dalam hidupnya.
Dan coba saja ia pandai memaknai segala sesuatunya dengan hati ikhlas dan sabar, maka sudah tentu sesulit apapun keadaan yang membelenggu takkan membuat hatinya gegabah untuk gusar dalam mengeluh.
Seseorang Dengan Begitu Gampangnya Menyalahkan Takdir Allah Saat Yang Menjadi Inginnya Tak Sesuai Dengan Kenyataan
Seseorang dengan begitu gampangnya menyalahkan takdir Allah, saat yang menjadi inginnya tak sesuai dengan kenyataan. Karena tak jarang diantara kita terkadang berkata “Ya allah, kenapa engkau beri hamba takdir seperti ini?”
Padahal yang harus kita tanyai sebenarnya adalah hati kita sendiri, bukan takdir Allah, sebab apapun takdir Allah sudah pasti yang terbaik untuk kita.
Segala Yang Ditakdirkan Allah Adalah Yang Terbaik Untuk Hidup Kita, Hanya Tergantung Bagaimana Kita Mensyukurinya
Dan segala yang ditakdirkan Allah dalam kehidupan ini, baik buruk maupun baik sudah pasti yang terbaik, jadi hanya tergantung bagaimana kita mensyukurinya, hanya tergantung bagaimana kita memknainya dengan hati yang bijak. Karena saat kita sudah bijak memaknai segala sesuatunya, maka hatipun akan ikhlas menerima segala ketentuan-Nya dengan terus bersyukur, dan takkan mungkin lagi hati kita meminta sesuatu yang berlebihan dalam hidup..
Kita menjadi sosok yang gampang mengeluh dan terkadang menyalahkan takdir yang Allah tetapkan dalam hidup yang kita miliki, saat kita tak pernah berfikir dan memknai segala sesuatunya dengan hati yang bijak.
Permintaan yang disemukan oleh keinginan nafsu belaka terkadang menutup hati dan mata kita untuk menyadari betapa Elegannya kisah hidup yang telah Allah gariskan kepada kita, sehingga bersyukurpun kita menjadi lupa.
Seseorang Cenderung Lupa Caranya Bersyukur Ketika Ia Terlalu Banyak Menuntut Dalam Hidupnya
Karena seseorang cenderung lupa caranya bersyukur kepada sang pemberi kehidupan ini, ketika ia terlalu banyak menuntut dalam hidupnya, inginnya selalu mengajaknya bermanja dalam angan dan nafsu.
Sehingga yang nampak jelas dimatanya hanya bagaiamana dan bagaimana mendapatkan hidup yang serba nyaman sesuai dengan apa yang direncanakan, bukan berfikir bagaimana caranya mendapatkan hidup terbaik menurut jalan yang dihaturkan oleh Allah.
Seseorang Terkadang Lupa Untuk Bersyukur Saat Dirinya Tidak Ikhlas Menerima Takdir Yang Ditetapkan Allah
Seseorang terkadang lupa untuk bersyukur saat dirinya tidak ikhlas menerima takdir yang telah Alah tetapkan dalam hidupnya.
Sebab saat hatinya telah dibidik untuk selalu ikhlas maka setiap takdir yang Allah gariskan kepadanya, ntah yang buruk ataupun yang baik, tentu akan membuatnya tetap bersyukur dengan bijak.
Seseorang Dengan Begitu Gampangnya Mengeluh Saat Yang Diterimanya Dalam Hidup Tak Dapat Ia Maknai Dengan Bijkasana
Seseorang dengan begitu gampangnya mengeluhkan keadaan, saat yang diterimanya dalam hidup ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan hal itu terjadi saat hati tidak bisa memaknai dengan bijaksana apa yang telah menjadi ketetapan Allah dalam hidupnya.
Dan coba saja ia pandai memaknai segala sesuatunya dengan hati ikhlas dan sabar, maka sudah tentu sesulit apapun keadaan yang membelenggu takkan membuat hatinya gegabah untuk gusar dalam mengeluh.
Seseorang Dengan Begitu Gampangnya Menyalahkan Takdir Allah Saat Yang Menjadi Inginnya Tak Sesuai Dengan Kenyataan
Seseorang dengan begitu gampangnya menyalahkan takdir Allah, saat yang menjadi inginnya tak sesuai dengan kenyataan. Karena tak jarang diantara kita terkadang berkata “Ya allah, kenapa engkau beri hamba takdir seperti ini?”
Padahal yang harus kita tanyai sebenarnya adalah hati kita sendiri, bukan takdir Allah, sebab apapun takdir Allah sudah pasti yang terbaik untuk kita.
Segala Yang Ditakdirkan Allah Adalah Yang Terbaik Untuk Hidup Kita, Hanya Tergantung Bagaimana Kita Mensyukurinya
Dan segala yang ditakdirkan Allah dalam kehidupan ini, baik buruk maupun baik sudah pasti yang terbaik, jadi hanya tergantung bagaimana kita mensyukurinya, hanya tergantung bagaimana kita memknainya dengan hati yang bijak. Karena saat kita sudah bijak memaknai segala sesuatunya, maka hatipun akan ikhlas menerima segala ketentuan-Nya dengan terus bersyukur, dan takkan mungkin lagi hati kita meminta sesuatu yang berlebihan dalam hidup..
Orang Yang Benar Itu, SebenarNya Bagaimana???
Orang benar, tidak akan berpikiran bahwa ia adalah yang paling benar. Sebaliknya orang yang merasa benar, di dalam pikirannya hanya dirinya yang paling benar.
Orang benar, bisa menyadari kesalahannya. Sedangkan orang yang merasa benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.
Orang benar, setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati. Tetapi orang yang merasa benar, merasa tidak perlu berintrospeksi. Karena merasa sudah benar, mereka cenderung tinggi hati.
Orang benar memiliki kelembutan hati. Ia dapat menerima masukan/kritikan dari siapa saja. Bahkan dari anak kecil sekalipun. Orang yang merasa benar, hatinya keras. Ia sulit untuk menerima nasihat,masukan apalagi kritikan.
Orang benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap penuh kehati-hatian. Orang yang merasa benar, berpikir, berkata dan berbuat sekehendak hatinya tanpa mempertimbangkan dan mempedulikan perasaan orang lain.
Pada akhirnya...
Orang benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang. Namun orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh orang-orang yang berpikir sempit, yang sepemikiran dengannya, atau orang-orang yang sekadar ingin memanfaatkan dirinya. Kita ini, termasuk tipe yang manakah? Apakah kita tipe "orang benar" atau "orang yang merasa benar" ? Mari bersama evaluasi diri. Bila kita sudah termasuk tipe "orang benar", bertahanlah dan tetap rendah hati. Luar biasa..!!
ADALAH wajar kalau secara umum tiap orang merasa pendapatnyalah yang benar, lebih benar atau paling benar. Hal-hal demikian karena tiap orang punya ego dan super ego. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang sengit yang berakhir dengan permusuhan. Hal ini karena ada yang keliru di dalam mengelola rasa benar sendiri.
Hampir semua orang disadari atau tak disadari tak mau menghargai pendapat orang lain. Tanpa mampu mengukur sendiri apakah pendapatnya lebih benar atau tidak. Itulah sebabnya maka sering muncul debat kusir yang tak ada manfaatnya.
Di dalam Surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa salah satu syarat berbeda pendapat atau berdebat adalah, kedua belah pihak harus orang berilmu.
Berilmu ini dalam arti keduanya harus menguasai ilmu yang sama. Misalnya, Si A adalah sarjana psikologi, maka Si B juga harus sarjana psikologi. Jika Si B yang bukan sarjana psikologi lantas berdebat dengan Si A yang sarjana psikologi, maka hanya akan menimbulkan kekacauan perdebatan yang tak bermakna
Dalam hal berbeda ilmu, maka masing-masing pihak harus menjelaskan dari mana sudut pandangnya. Dari psikologikah, dari agamakah, dari filsafatkah atau dari pandangan pribadi yang sifatnya sangat subjektif?
Langkah terbaik bagi Anda yaitu, mengetahui dengan siapa Anda berbicara dan di dalam kontek ilmu apa dia berbicara. Kalau Anda kurang faham maka lebih bijaksana Anda bertanya daripada Anda berkata tetapi salah.
Cukup banyak orang menderita “Fir’aunisme”, sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang merasa benar-lebih benar dan paling benar. Sikap ini tak ada salahnya jika diucapkan ahlinya disertai penalaran atau contoh. Dengan demikian orang yang tak faham psikologi bisa memahaminya. Istilah “Firaunisme” dengan istilah “Obsession Direct Syndrome”. Maknanya sama saja.
Masihkan Anda merasa benar sendiri? Hanya Anda yang bisa menjawabnya dan hanya orang lain yang bisa menilai Anda. Yang pasti, tiap Anda mengeluarkan pendapat, sebaiknya ada “penalaran” dan “contoh”. Dengan demikian pendapat Anda bukanlah pendapat yang berlumuran subjektivitas semata.
Merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan karena dengan bersikap tersebut berarti tidak tahu dimana letak kelemahan diri sehingga dapat mengetahui kelebihan yang dimilki makhluk lain. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri, memerlukan orang lain, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan dan yang lainnya.
Kenapa merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan?
Orang benar, bisa menyadari kesalahannya. Sedangkan orang yang merasa benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.
Orang benar, setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati. Tetapi orang yang merasa benar, merasa tidak perlu berintrospeksi. Karena merasa sudah benar, mereka cenderung tinggi hati.
Orang benar memiliki kelembutan hati. Ia dapat menerima masukan/kritikan dari siapa saja. Bahkan dari anak kecil sekalipun. Orang yang merasa benar, hatinya keras. Ia sulit untuk menerima nasihat,masukan apalagi kritikan.
Orang benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap penuh kehati-hatian. Orang yang merasa benar, berpikir, berkata dan berbuat sekehendak hatinya tanpa mempertimbangkan dan mempedulikan perasaan orang lain.
Pada akhirnya...
Orang benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang. Namun orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh orang-orang yang berpikir sempit, yang sepemikiran dengannya, atau orang-orang yang sekadar ingin memanfaatkan dirinya. Kita ini, termasuk tipe yang manakah? Apakah kita tipe "orang benar" atau "orang yang merasa benar" ? Mari bersama evaluasi diri. Bila kita sudah termasuk tipe "orang benar", bertahanlah dan tetap rendah hati. Luar biasa..!!
ADALAH wajar kalau secara umum tiap orang merasa pendapatnyalah yang benar, lebih benar atau paling benar. Hal-hal demikian karena tiap orang punya ego dan super ego. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang sengit yang berakhir dengan permusuhan. Hal ini karena ada yang keliru di dalam mengelola rasa benar sendiri.
Hampir semua orang disadari atau tak disadari tak mau menghargai pendapat orang lain. Tanpa mampu mengukur sendiri apakah pendapatnya lebih benar atau tidak. Itulah sebabnya maka sering muncul debat kusir yang tak ada manfaatnya.
Di dalam Surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa salah satu syarat berbeda pendapat atau berdebat adalah, kedua belah pihak harus orang berilmu.
Berilmu ini dalam arti keduanya harus menguasai ilmu yang sama. Misalnya, Si A adalah sarjana psikologi, maka Si B juga harus sarjana psikologi. Jika Si B yang bukan sarjana psikologi lantas berdebat dengan Si A yang sarjana psikologi, maka hanya akan menimbulkan kekacauan perdebatan yang tak bermakna
Dalam hal berbeda ilmu, maka masing-masing pihak harus menjelaskan dari mana sudut pandangnya. Dari psikologikah, dari agamakah, dari filsafatkah atau dari pandangan pribadi yang sifatnya sangat subjektif?
Langkah terbaik bagi Anda yaitu, mengetahui dengan siapa Anda berbicara dan di dalam kontek ilmu apa dia berbicara. Kalau Anda kurang faham maka lebih bijaksana Anda bertanya daripada Anda berkata tetapi salah.
Cukup banyak orang menderita “Fir’aunisme”, sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang merasa benar-lebih benar dan paling benar. Sikap ini tak ada salahnya jika diucapkan ahlinya disertai penalaran atau contoh. Dengan demikian orang yang tak faham psikologi bisa memahaminya. Istilah “Firaunisme” dengan istilah “Obsession Direct Syndrome”. Maknanya sama saja.
Masihkan Anda merasa benar sendiri? Hanya Anda yang bisa menjawabnya dan hanya orang lain yang bisa menilai Anda. Yang pasti, tiap Anda mengeluarkan pendapat, sebaiknya ada “penalaran” dan “contoh”. Dengan demikian pendapat Anda bukanlah pendapat yang berlumuran subjektivitas semata.
Merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan karena dengan bersikap tersebut berarti tidak tahu dimana letak kelemahan diri sehingga dapat mengetahui kelebihan yang dimilki makhluk lain. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri, memerlukan orang lain, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan dan yang lainnya.
Kenapa merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan?
Ingat kisah Nabi Musa yang pernah merasa paling pintar, lalu ditegur oleh Allah yang maha berilmu bahwa masih ada makhluk lain yang lebih pintar, lalu dipertemukan dengan Nabi khidir dan ternyata kebingungan ketika dihadapkan dengan beberapa peristiwa, hal ini bukan berarti Nabi musa lebih bodoh dari Nabi khidir atau sebaliknya. Yang terjadi adalah masing-masing punya kelebihan dibidang tertentu dan punya kelemahan pada bidang lainnya.
Coba bertanya pada diri sendiri, misalnya tanyakan apakah bisa membuat madu, jawabannya kemungkinan besar tidak bisa, kecuali jika sudah menemukan teknologi yang mampu mendukungnya. hal ini berarti lebah lebih pintar dari kita
Setiap hari kita menggunakan bermacam alat kebutuhan rumah tangga, siapa yang membuatnya? sudah pasti orang lain. jadi pada sisi tersebut ternyata kita lebih bodoh dari mereka.
Sebuah perusahan akan mampu berproduksi dengan bagus apabila ada quality kontrol yang bertugas mengoreksi hasil karya setiap karyawan yang telah memberikan karyanya, jadi sebagai karyawan pasti pernah melakukan tindakan bodoh sehingga harus ada petugas khusus yang melakukan kontrol.
Sikap merasa paling pintar adalah sesuatu yang justru membahayakan diri sendiri serta lingkungan sekitar, karena dalam bertingkah laku selalu merasa paling benar dan orang lain salah. Hal ini tentu akan sangat merugikan diri sendiri ketika apa yang kita lakukan ternyata sangat buruk imbasnya. jadi setiap orang membutuhkan orang lain untuk memberikan koreksi agar apa yang kita lakukan selalu berada pada jalan yang benar. kata mutiara terpopuler dalam hal ini adalah “Dalam berkata sebaiknya engkau merendah namun dalam bertindak sebaiknya tunjukan kemampuanmu
Saturday, 17 June 2017
Antara Ujian, Kepentingan Dan Keperluan
Kalau kita betul sayangkan seseorang, kita akan sentiasa doakan dia bahagia walaupun bukan bersama kita. Kebahgiaan dia adalah kebahgian kita juga. Biar kita kehilangan SESUATU kerana Allah, Jangan kita KEHILANGAN Allah kerana sesuatu.
Kita memang tak dapat memiliki insan tersebut, tapi kita dapat memiliki kenangan. Kenangan kenangan yang pernah buatkan kita rasa seronok, buatkan kita bersemangat, buatkan kita menanti dan bermacam macam kenangan lagi la.. Bukan ke kita memiliki kenangan dengan imej insan tersayang tu dalam kenangan kita..
Ujian adalah guru yang tidak bercakap, tetapi ia sangat mengajar dan mendidik. Ujian terkecil apalagi terbesar adalah takdir Allah. Yang mempunyai maksud tertantu. Kerana jahilnya kita, apabila ditimpa ujian samada secara langsung dari Allah atau melalui orang lain, kita mula melatah. Terasa Allah tidak adil, sengaja hendak menyusahkan kita. Atau kita menyalahkan, seolah olah orang itulah yang mendatangkan ujian tersebut. Hati berdendam, hati buruk sangka pada Allah yang mendatangkan ujian itu.
Allah Maha Pengasih; jauh sekali Allah takdirkan ujian hanya untuk menyusahkan hamba-Nya. Marilah kita sama-sama cungkil hikmah di sebalik ujian yang ditimpakan. Ujian sebenarnya melatih kita untuk mendapatkan sifat-sifat yang terpuji. Sabar, redha, tawakkal, baik sangka, mengakui diri sebagai hamba yang lemah, mendekatkan diri dengan Allah, harapkan pertolongan Allah, merasai dunia hanya nikmat sementara dan sebagainya.
Berasa diri berdosa adalah juga sifat terpuji. Sebab itu bagi orang yang sudah banyak melakukan dosa atau lalai daripada mengingati Allah, maka Allah datangkan ujian kesusahan kepadanya. Supaya hamba-Nya tadi tidak tenggelam dalam dosa dan noda.
Bagi orang yang Allah kasih, di dunia lagi Allah hukum, tidak di akhirat. Yakni dengan didatangkan kesusahan, penderitaan, kesakitan, kemiskinan, kehilangan orang tersayang, kecewa cinta dan sebagainya. Sekiranya kita boleh bersabar dan redha, maka itulah ganjaran pahala untuk kita. Sebaliknya kalau kita tidak boleh bersabar dan tidak redha, malah merungut-rungut, mengeluh dan memberontak, hanya akan menambahkan lagi dosa kita. Begitulah Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-hambanya, tidak mahu hukum kita di akhirat, kerana penderitaan di Neraka berpuluh-puluh kali ganda lebih dahsyat daripada penderitaan di dunia.
Kita memang tak dapat memiliki insan tersebut, tapi kita dapat memiliki kenangan. Kenangan kenangan yang pernah buatkan kita rasa seronok, buatkan kita bersemangat, buatkan kita menanti dan bermacam macam kenangan lagi la.. Bukan ke kita memiliki kenangan dengan imej insan tersayang tu dalam kenangan kita..
Ujian adalah guru yang tidak bercakap, tetapi ia sangat mengajar dan mendidik. Ujian terkecil apalagi terbesar adalah takdir Allah. Yang mempunyai maksud tertantu. Kerana jahilnya kita, apabila ditimpa ujian samada secara langsung dari Allah atau melalui orang lain, kita mula melatah. Terasa Allah tidak adil, sengaja hendak menyusahkan kita. Atau kita menyalahkan, seolah olah orang itulah yang mendatangkan ujian tersebut. Hati berdendam, hati buruk sangka pada Allah yang mendatangkan ujian itu.
Allah Maha Pengasih; jauh sekali Allah takdirkan ujian hanya untuk menyusahkan hamba-Nya. Marilah kita sama-sama cungkil hikmah di sebalik ujian yang ditimpakan. Ujian sebenarnya melatih kita untuk mendapatkan sifat-sifat yang terpuji. Sabar, redha, tawakkal, baik sangka, mengakui diri sebagai hamba yang lemah, mendekatkan diri dengan Allah, harapkan pertolongan Allah, merasai dunia hanya nikmat sementara dan sebagainya.
Berasa diri berdosa adalah juga sifat terpuji. Sebab itu bagi orang yang sudah banyak melakukan dosa atau lalai daripada mengingati Allah, maka Allah datangkan ujian kesusahan kepadanya. Supaya hamba-Nya tadi tidak tenggelam dalam dosa dan noda.
Bagi orang yang Allah kasih, di dunia lagi Allah hukum, tidak di akhirat. Yakni dengan didatangkan kesusahan, penderitaan, kesakitan, kemiskinan, kehilangan orang tersayang, kecewa cinta dan sebagainya. Sekiranya kita boleh bersabar dan redha, maka itulah ganjaran pahala untuk kita. Sebaliknya kalau kita tidak boleh bersabar dan tidak redha, malah merungut-rungut, mengeluh dan memberontak, hanya akan menambahkan lagi dosa kita. Begitulah Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-hambanya, tidak mahu hukum kita di akhirat, kerana penderitaan di Neraka berpuluh-puluh kali ganda lebih dahsyat daripada penderitaan di dunia.
Tadbir Takdir Dengan Iman
HIDUP lawannya mati. Apabila sampai waktunya kita akan pergi ke alam abadi menemui Ilahi. Cara kematian kita dan bila kita mati itu menjadi rahsia Ilahi. Ada orang meninggal dunia kerana sakit, dan ada pula yang meninggal dunia tanpa sebarang sakit. Contohnya, umurnya habis ketika dalam tidur. Bagaimana pun cara kematian itu, ia memberikan kesedihan buat ahli keluarga yang ditinggalkan.
Kesan kehilangan orang yang disayangi secara mengejut dan tidak disangka-sangka ini, jika tidak dikawal dan dirawat dengan baik akan meninggalkan kesan negatif dan kemurungan yang berpanjangan dalam hidup keluarga yang ditinggalkan. Berbanding dengan kehilangan orang yang tersayang, yang kita tahu dia sakit berbulan-bulan atau terlantar sakit dalam keadaan koma berhari-hari, keluarga telah bersedia untuk menerima hakikat bahawa mereka akan kehilangan orang yang tersayang.
Kesedihan itu menjadi berganda kerana kita berasa belum puas untuk berkasih sayang, dan orang yang kita sayang itu pergi secara tiba-tiba. Disentap Allah dalam keadaan kita tengah sayang dan belum bersedia untuk kehilangan mereka.
Kita berasa ralat dan terkilan; kalaulah kita tahu pertemuan kita dengan ahli keluarga atau rakan taulan kita yang meninggal dunia itu adalah pertemuan terakhir, tentulah kita membuat sesuatu yang terbaik untuk dia yang telah pergi itu.
Kalaulah kita tahu itulah pertemuan dan lambaian terakhir kita untuk dia atau mereka yang telah pergi buat-buat selama-lamanya secara mengejut itu, tentulah kita akan tidak putus-putus mengucapkan bahawa kita amat menyayangi, kita kasih dan cinta kepada dia/mereka, dan kita tidak sanggup untuk berpisah dengan dia/mereka.
Kita mahu orang yang telah pergi buat selama-lamanya itu tahu bahawa kita amat menghargai kehadiran dia/mereka dalam hidup kita. Kita juga tentu mahu orang yang kita sayang, yang telah meninggalkan kita itu tahu, bahawa dia/mereka adalah orang yang penting dan amat bermakna dalam hidup kita, yang selama ini memberikan cahaya kebahagiaan dalam keluarga. Tetapi, hakikatnya takdir dalam genggaman Allah SWT, tidak ada siapa yang tahu bila kita akan mati?
Iktibarnya, lihatlah betapa pentingnya kita menyatakan menyayangi dan menghargai antara satu sama lain. Apatah lagi kepada orang yang banyak berjasa kepada kita, orang yang rapat dan penting dalam hidup kita. Bermurah hatilah untuk sentiasa memberikan senyuman, mengucapkan sayang, berterima kasih, menghargai, serta jauhkan sama sekali berdendam, berdengki, berprasangka buruk dan berperasaan negatif terhadap sesama kita.
Hanya orang yang pernah mengalami pengalaman kehilangan orang yang tersayang secara tiba-tiba ini sahaja yang tahu betapa berat untuk menerima hakikat ini. "Berat mata memandang, berat lagi bahu memikul". Apa yang perlu keluarga yang menerima ujian ini lakukan pertama, pujuklah hati sendiri untuk menerima hakikat bahawa orang yang kita sayangi telah tiada. Usahlah berkata, "Tempat bergantung kita telah tiada, kerana kita ada tempat pergantungan yang kekal untuk selama-lamanya, iaitu Allah SWT."
Kedua, kuatkan akidah. Kepercayaan yang kukuh kepada qada dan qadar Allah SWT sebagai Rukun Iman amat perlu. Apabila kita terima peristiwa kehilangan orang yang tersayang ini sebagai ujian daripada Allah serta kita sabar dan reda, kita akan tenang. Terima hakikat bahawa, kita ialah orang yang terpilih untuk menerima ujian Allah. Sebenarnya setiap hari, setiap masa, dan setiap saat kita diuji. Bersedialah untuk menerima ujian daripada 'Pembuat Ujian' dan 'Pemeriksa Ujian', iaitu Allah SWT.
Analoginya seperti kita seorang pelajar, selepas kita menghadapi ujian dan melepasi ujian dengan markah yang cemerlang diberikan oleh pensyarah, kita akan berasa bersyukur, bahagia dan berpuas hati. Segala penat lelah dan susah payah, yang kita telah lakukan untuk melalui ujian itu amat berbaloi.
Pandanglah dengan 'Mata hati' (keimanan). Kita mesti yakin, beriman dan percaya bahawa Allah hanya memberikan ujian untuk orang tertentu dan terpilih sahaja. Iaitu orang yang Dia sayang, supaya kita semakin rapat dengan-Nya. Allah tahu adakah kita mampu menanggung ujian itu ataupun tidak? Dan Allah tidak akan mungkiri janji bahawa selepas kegelapan ada cahaya yang menanti di hadapan kita. Kesyukuran dan ketakwaan adalah cara terbaik kita mentadbir takdir Ilahi.
Apabila ada tragedi kematian yang tidak disangka-sangka, siapa pun mereka; tidak kira apa agamanya dan apa bangsanya kita tidak dapat menyeka air mata daripada mengalir, lebih-lebih lagilah keluarga orang yang terlibat dalam kematian itu. Sebenarnya kepada keluarga yang ditinggalkan, kalau hendak menangis, menangislah jangan ditahan air mata. Tetapi, jangan sampai hilang punca hingga mempersoalkan ketentuan Allah.
Menangis itu satu terapi dan lain orang lain penerimaan dan pembawaannya. Ada orang yang mula-mua tidak menangis dengan kehilangan orang yang tersayang, dia seolah-olah menerima hakikat kehilangan itu. Tetapi, selepas seminggu atau sebulan baru dia menangis kerana dia baru sedar bahawa dia tidak boleh 'menipu' dirinya, untuk menafikan orang yang disayanginya itu telah tiada, dan dia tidak tertahan lagi menanggung kesedihan yang dipendamnya sebegitu lama.
Kesan kehilangan orang yang disayangi secara mengejut dan tidak disangka-sangka ini, jika tidak dikawal dan dirawat dengan baik akan meninggalkan kesan negatif dan kemurungan yang berpanjangan dalam hidup keluarga yang ditinggalkan. Berbanding dengan kehilangan orang yang tersayang, yang kita tahu dia sakit berbulan-bulan atau terlantar sakit dalam keadaan koma berhari-hari, keluarga telah bersedia untuk menerima hakikat bahawa mereka akan kehilangan orang yang tersayang.
Kesedihan itu menjadi berganda kerana kita berasa belum puas untuk berkasih sayang, dan orang yang kita sayang itu pergi secara tiba-tiba. Disentap Allah dalam keadaan kita tengah sayang dan belum bersedia untuk kehilangan mereka.
Kita berasa ralat dan terkilan; kalaulah kita tahu pertemuan kita dengan ahli keluarga atau rakan taulan kita yang meninggal dunia itu adalah pertemuan terakhir, tentulah kita membuat sesuatu yang terbaik untuk dia yang telah pergi itu.
Kalaulah kita tahu itulah pertemuan dan lambaian terakhir kita untuk dia atau mereka yang telah pergi buat-buat selama-lamanya secara mengejut itu, tentulah kita akan tidak putus-putus mengucapkan bahawa kita amat menyayangi, kita kasih dan cinta kepada dia/mereka, dan kita tidak sanggup untuk berpisah dengan dia/mereka.
Kita mahu orang yang telah pergi buat selama-lamanya itu tahu bahawa kita amat menghargai kehadiran dia/mereka dalam hidup kita. Kita juga tentu mahu orang yang kita sayang, yang telah meninggalkan kita itu tahu, bahawa dia/mereka adalah orang yang penting dan amat bermakna dalam hidup kita, yang selama ini memberikan cahaya kebahagiaan dalam keluarga. Tetapi, hakikatnya takdir dalam genggaman Allah SWT, tidak ada siapa yang tahu bila kita akan mati?
Iktibarnya, lihatlah betapa pentingnya kita menyatakan menyayangi dan menghargai antara satu sama lain. Apatah lagi kepada orang yang banyak berjasa kepada kita, orang yang rapat dan penting dalam hidup kita. Bermurah hatilah untuk sentiasa memberikan senyuman, mengucapkan sayang, berterima kasih, menghargai, serta jauhkan sama sekali berdendam, berdengki, berprasangka buruk dan berperasaan negatif terhadap sesama kita.
Hanya orang yang pernah mengalami pengalaman kehilangan orang yang tersayang secara tiba-tiba ini sahaja yang tahu betapa berat untuk menerima hakikat ini. "Berat mata memandang, berat lagi bahu memikul". Apa yang perlu keluarga yang menerima ujian ini lakukan pertama, pujuklah hati sendiri untuk menerima hakikat bahawa orang yang kita sayangi telah tiada. Usahlah berkata, "Tempat bergantung kita telah tiada, kerana kita ada tempat pergantungan yang kekal untuk selama-lamanya, iaitu Allah SWT."
Kedua, kuatkan akidah. Kepercayaan yang kukuh kepada qada dan qadar Allah SWT sebagai Rukun Iman amat perlu. Apabila kita terima peristiwa kehilangan orang yang tersayang ini sebagai ujian daripada Allah serta kita sabar dan reda, kita akan tenang. Terima hakikat bahawa, kita ialah orang yang terpilih untuk menerima ujian Allah. Sebenarnya setiap hari, setiap masa, dan setiap saat kita diuji. Bersedialah untuk menerima ujian daripada 'Pembuat Ujian' dan 'Pemeriksa Ujian', iaitu Allah SWT.
Analoginya seperti kita seorang pelajar, selepas kita menghadapi ujian dan melepasi ujian dengan markah yang cemerlang diberikan oleh pensyarah, kita akan berasa bersyukur, bahagia dan berpuas hati. Segala penat lelah dan susah payah, yang kita telah lakukan untuk melalui ujian itu amat berbaloi.
Pandanglah dengan 'Mata hati' (keimanan). Kita mesti yakin, beriman dan percaya bahawa Allah hanya memberikan ujian untuk orang tertentu dan terpilih sahaja. Iaitu orang yang Dia sayang, supaya kita semakin rapat dengan-Nya. Allah tahu adakah kita mampu menanggung ujian itu ataupun tidak? Dan Allah tidak akan mungkiri janji bahawa selepas kegelapan ada cahaya yang menanti di hadapan kita. Kesyukuran dan ketakwaan adalah cara terbaik kita mentadbir takdir Ilahi.
Apabila ada tragedi kematian yang tidak disangka-sangka, siapa pun mereka; tidak kira apa agamanya dan apa bangsanya kita tidak dapat menyeka air mata daripada mengalir, lebih-lebih lagilah keluarga orang yang terlibat dalam kematian itu. Sebenarnya kepada keluarga yang ditinggalkan, kalau hendak menangis, menangislah jangan ditahan air mata. Tetapi, jangan sampai hilang punca hingga mempersoalkan ketentuan Allah.
Menangis itu satu terapi dan lain orang lain penerimaan dan pembawaannya. Ada orang yang mula-mua tidak menangis dengan kehilangan orang yang tersayang, dia seolah-olah menerima hakikat kehilangan itu. Tetapi, selepas seminggu atau sebulan baru dia menangis kerana dia baru sedar bahawa dia tidak boleh 'menipu' dirinya, untuk menafikan orang yang disayanginya itu telah tiada, dan dia tidak tertahan lagi menanggung kesedihan yang dipendamnya sebegitu lama.
Apakah Kita Kehilangan ???...
Kenapa harus kita berpisah? Kenapa suami/isteri pergi dipanggil ALLAH tiada kembali? Kenapa suami pergi mengasihi isteri yang satu lagi? Kenapa berlaku perpisahan dengan teman-teman yang kita sayang? Kenapa ALLAH mengambil anak tersayang kita selama-lamanya? Kenapa ALLAH biarkan rumah dan harta benda kita lenyap dan musnah dalam bencana alam yang melanda? Kenapa ALLAH biarkan kita kehilangan?
..Yang sebenarnya, kita tak pernah kehilangan. Namun hati kita yang tersalah mencintai, tersalah harapan, tersalah ikatan. Kita mengikat hati dengan dunia, dengan isinya, dengan manusia, dengan harta, dengan perkara yang tak kekal dan akan hilang.
Lalu berulang kali kita merasa kelukaan dan kesakitan. Inilah sifat dunia, sifat lelaki perempuan, sifat harta dan anak-anak, semuanya akan hilang dan pergi meninggalkan kita. Lalu yang seharusnya kita lakukan ialah, meletak tali harapan dan penjagaan pada Tuhan, kerana tuhan tak pernah hilang, tak pernah menyakitkan. Tuhan tak pernah menjatuhkan dan memusnahkan jiwa-jiwa yang teguh berpaut di tali kasihNya.
Bila ALLAH ambil harta atau orang yang kita sayang, sebenarnya ALLAH mahu hati kita berpaut pada sesuatu yang lebih hebat dan agung- ALLAH.
Kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup jangan sesekali diletak pada ‘hadiah’ Tuhan. Hadiah adalah anak-anak, pasangan, duit, harta, danseluruh isi dunia yang kita cinta. Namun sandarkan kebahagiaan hidup kita pada Tuhan Sang Pemberi segala. Maka, nikmat dan ujian yang datang bersama hadiah itu, kita akan syukur, sabar, tabah, sangka baik, tak berputus asa, tak jatuh selama-lamanya. Kerana ALLAH ada di situ menyambut kita untuk memimpin ke syurga. Hanya di syurga, gembira adalalah selamanya, tiada duka, tiada kecewa, tiada luka.
Lepaskan hati dari dunia, dari suami, dari anak-anak, dari harta benda semampunya. Manfaat anugerah itu untuk kita beramal soleh, semakin mencintai dan mendekati Tuhan yang Esa. ALLAH tidak pernah mati. ALLAH tidak pernah pergi, sepertimana orang yang kita sayang dibawa pergi. Seperti Harta yang kita kumpul dan cari, musnah tak bersisa lagi.
#Pelajaran dari Yasmin Mogahed - 'Why do people have to leave each other'
“Those who rest not their hope on their meeting with Us, but are pleased and satisfied with the life of the present, and those who heed not Our Signs.” (Qur’an, 10:7)
Don’t let your definition of success, failure, or self-worth be anything other than your position with Him (Qur’an, 49:13)
..Yang sebenarnya, kita tak pernah kehilangan. Namun hati kita yang tersalah mencintai, tersalah harapan, tersalah ikatan. Kita mengikat hati dengan dunia, dengan isinya, dengan manusia, dengan harta, dengan perkara yang tak kekal dan akan hilang.
Lalu berulang kali kita merasa kelukaan dan kesakitan. Inilah sifat dunia, sifat lelaki perempuan, sifat harta dan anak-anak, semuanya akan hilang dan pergi meninggalkan kita. Lalu yang seharusnya kita lakukan ialah, meletak tali harapan dan penjagaan pada Tuhan, kerana tuhan tak pernah hilang, tak pernah menyakitkan. Tuhan tak pernah menjatuhkan dan memusnahkan jiwa-jiwa yang teguh berpaut di tali kasihNya.
Bila ALLAH ambil harta atau orang yang kita sayang, sebenarnya ALLAH mahu hati kita berpaut pada sesuatu yang lebih hebat dan agung- ALLAH.
Kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup jangan sesekali diletak pada ‘hadiah’ Tuhan. Hadiah adalah anak-anak, pasangan, duit, harta, danseluruh isi dunia yang kita cinta. Namun sandarkan kebahagiaan hidup kita pada Tuhan Sang Pemberi segala. Maka, nikmat dan ujian yang datang bersama hadiah itu, kita akan syukur, sabar, tabah, sangka baik, tak berputus asa, tak jatuh selama-lamanya. Kerana ALLAH ada di situ menyambut kita untuk memimpin ke syurga. Hanya di syurga, gembira adalalah selamanya, tiada duka, tiada kecewa, tiada luka.
Lepaskan hati dari dunia, dari suami, dari anak-anak, dari harta benda semampunya. Manfaat anugerah itu untuk kita beramal soleh, semakin mencintai dan mendekati Tuhan yang Esa. ALLAH tidak pernah mati. ALLAH tidak pernah pergi, sepertimana orang yang kita sayang dibawa pergi. Seperti Harta yang kita kumpul dan cari, musnah tak bersisa lagi.
#Pelajaran dari Yasmin Mogahed - 'Why do people have to leave each other'
“Those who rest not their hope on their meeting with Us, but are pleased and satisfied with the life of the present, and those who heed not Our Signs.” (Qur’an, 10:7)
Don’t let your definition of success, failure, or self-worth be anything other than your position with Him (Qur’an, 49:13)
Jika Allah Ambil Segala HakNya, Yang Diletak Dipinjamkan Kepada Manusia???
Katakanlah (wahai Muhammad): "Bagaimana fikiran kamu, jika Allah melenyapkan pendengaran serta penglihatan kamu, dan Ia pula memeteraikan atas hati kamu? Siapakah Tuhan selain Allah yang berkuasa mengembalikannya kepada kamu?" Lihatlah bagaimana Kami berulang-ulang menerangkan tanda-tanda kebesaran Kami (dengan berbagai cara), dalam pada itu, mereka tetap juga berpaling - ingkar. (Surah al-An’am:46)
Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang apabila Allah mengambil kembali nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya?
Maka dengan siapa kita akan meminta untuk dikembalikan nikmat tersebut?
Tazkirah kali ini akan membincangkan tentang apa bila Allah menarik nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya.
Maka di akhir tazkirah ini kita dapat mengambil manfaat dari segi pengajaran terhadap segala pemberian Allah s.w.t kepada kita dengan menghargainya.
Manusia tanpa pendengaran pasti sukar untuk mendengar sebarang perbicaraan. Apatah lagi mendengar ayat-ayat Allah s.w.t.
Penglihatan jika ia di tarik Allah s.w.t, maka kita tidak akan dapat melihat sekeliling kita apatah lagi peluang kita untuk membaca al-Quran dan sebagainya.
Maka bagaimanakah kita memanfaatkan peluang dan nikmat yang ada ini untuk kita sama-sama gunakannya dan manfaatkannya di atas jalan Allah s.w.t.
MANFAATKAN ANGGOTA DENGAN MENERIMA PERINGATAN
Berdasarkan ayat di atas tadi, Allah menerangkan kepada kita bahawa terdapat golongan yang telah diberikan nikmat anggota tubuh badan seperti mata dan telinga atas tujuan untuk menerima segala peringatan dari Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya mereka ini lebih suka untuk menolak segala seruan dan perintah serta peringatan dari Allah dan RasulNya.
Kenapa? Kerana mereka merasakan semua itu adalah sia-sia dan tidak sesuai untuk diaplikasikan di dunia ini. Tetapi mereka silap.
Apakah kita bersedia jika Allah menarik nikmat-nikmat tersebut? Sedangkan Allah sudah memberinya kepada kita tetapi kita tidak menggunakannya untuk menerima peringatan.
Kita terus ingkar dan ingkar hinggakan kita lupa akan siapa kita di muka bumi ini.
Bukankah kita dalam usaha melahrkan diri kita insan yang mukmin serta professional?
Maka dalam usaha ke arah tersebut perlu untuk kita menilai kembali atas tujuan apa Allah berikan segala nikmat anggota ini kepada kita?
MEMETERAI HATI: HILANG PANDUAN
Seperti lembu yang tidak di ikat, apabila dilepaskan maka ia boleh tersesat jauh tanpa ada sebarang pegangan atau kawalan.
Begitu juga kita. Tali taqwa yang sepatutnya mengikat hati kita dengan Allah s.w.t jika ia hilang maka kita akan sesat.
Itulah akan terjadi jika hati kita dimeterai oleh Allah s.w.t dan disebabkan itu kita gagal untuk menerima sebarang peringatan.
Bahayanya apabila hati dah mula gagal untuk menerima peringatan, maka kita akan terus sesat hingga ke akhir hayat.
PELBAGAI CARA PERINGATAN TETAPI TETAP INGKAR
Ada golongan yang siang malam di beri peringatan. Pebagai cara peringatan disampaikan. Melalui tazkirah, forum, video, papan kenyataan dan sebagainya bagi menyampaikan amanat Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya, peringatan itu seringkali diingkari.
Malah mereka ini tetap berpaling dari peringatan tersebut. Persoalannya, adakah kita tergolong dikalangan golongan tersebut?
Yang apabila diberi peringatan, kita ingkar. Apabila dibacakan amanat-amanat Allah dan RasulNya dia berpaling. Adakah kita sebegitu?
Maka bermuhasabahlah kita dalam memastikan kita tergolong dikalangan umat yang beriman dan beramal soleh.
Apabila peringatan diingkari, maka jangan salahkan sesiapa jika Allah s.w.t menarik kembali nikmat penglihatan dan pendengaran serta memetari hati kita dari sebarang pedoman.
NauzubillahI Min Zalik..
Pengajaran yang boleh diambil :-
1. Manfaatkanlah anggota tubuh badan terutama penglihatan dan pendengaran untuk menerima peringatan dari Allah s.w.t dan RasulNya.
5. Bermuhasabahlah “ Adakah aku hamba yang sentiasa ingkar dan berpaling tadah?”
Dari Allah Kita Datang Kepada Allah Jualah Kita Dikembalikan Kelak
Wallahualam
Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang apabila Allah mengambil kembali nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya?
Maka dengan siapa kita akan meminta untuk dikembalikan nikmat tersebut?
Tazkirah kali ini akan membincangkan tentang apa bila Allah menarik nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya.
Maka di akhir tazkirah ini kita dapat mengambil manfaat dari segi pengajaran terhadap segala pemberian Allah s.w.t kepada kita dengan menghargainya.
Manusia tanpa pendengaran pasti sukar untuk mendengar sebarang perbicaraan. Apatah lagi mendengar ayat-ayat Allah s.w.t.
Penglihatan jika ia di tarik Allah s.w.t, maka kita tidak akan dapat melihat sekeliling kita apatah lagi peluang kita untuk membaca al-Quran dan sebagainya.
Maka bagaimanakah kita memanfaatkan peluang dan nikmat yang ada ini untuk kita sama-sama gunakannya dan manfaatkannya di atas jalan Allah s.w.t.
MANFAATKAN ANGGOTA DENGAN MENERIMA PERINGATAN
Berdasarkan ayat di atas tadi, Allah menerangkan kepada kita bahawa terdapat golongan yang telah diberikan nikmat anggota tubuh badan seperti mata dan telinga atas tujuan untuk menerima segala peringatan dari Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya mereka ini lebih suka untuk menolak segala seruan dan perintah serta peringatan dari Allah dan RasulNya.
Kenapa? Kerana mereka merasakan semua itu adalah sia-sia dan tidak sesuai untuk diaplikasikan di dunia ini. Tetapi mereka silap.
Apakah kita bersedia jika Allah menarik nikmat-nikmat tersebut? Sedangkan Allah sudah memberinya kepada kita tetapi kita tidak menggunakannya untuk menerima peringatan.
Kita terus ingkar dan ingkar hinggakan kita lupa akan siapa kita di muka bumi ini.
Bukankah kita dalam usaha melahrkan diri kita insan yang mukmin serta professional?
Maka dalam usaha ke arah tersebut perlu untuk kita menilai kembali atas tujuan apa Allah berikan segala nikmat anggota ini kepada kita?
MEMETERAI HATI: HILANG PANDUAN
Seperti lembu yang tidak di ikat, apabila dilepaskan maka ia boleh tersesat jauh tanpa ada sebarang pegangan atau kawalan.
Begitu juga kita. Tali taqwa yang sepatutnya mengikat hati kita dengan Allah s.w.t jika ia hilang maka kita akan sesat.
Itulah akan terjadi jika hati kita dimeterai oleh Allah s.w.t dan disebabkan itu kita gagal untuk menerima sebarang peringatan.
Bahayanya apabila hati dah mula gagal untuk menerima peringatan, maka kita akan terus sesat hingga ke akhir hayat.
PELBAGAI CARA PERINGATAN TETAPI TETAP INGKAR
Ada golongan yang siang malam di beri peringatan. Pebagai cara peringatan disampaikan. Melalui tazkirah, forum, video, papan kenyataan dan sebagainya bagi menyampaikan amanat Allah s.w.t.
Akan tetapi malangnya, peringatan itu seringkali diingkari.
Malah mereka ini tetap berpaling dari peringatan tersebut. Persoalannya, adakah kita tergolong dikalangan golongan tersebut?
Yang apabila diberi peringatan, kita ingkar. Apabila dibacakan amanat-amanat Allah dan RasulNya dia berpaling. Adakah kita sebegitu?
Maka bermuhasabahlah kita dalam memastikan kita tergolong dikalangan umat yang beriman dan beramal soleh.
Apabila peringatan diingkari, maka jangan salahkan sesiapa jika Allah s.w.t menarik kembali nikmat penglihatan dan pendengaran serta memetari hati kita dari sebarang pedoman.
NauzubillahI Min Zalik..
Pengajaran yang boleh diambil :-
1. Manfaatkanlah anggota tubuh badan terutama penglihatan dan pendengaran untuk menerima peringatan dari Allah s.w.t dan RasulNya.
2. Rasulullah s.a.w sentiasa mengingatkan kepada kita untuk sentiasa patuh dan taat akan suruhan dan larangan Allah s.w.t.
3. Pastikan hati kita tetap mencintai Allah dan Rasulullah s.a.w bagi memastikan hati itu tidak dimeterai dari sebarang peringatan.
4. Jangan ingkar atau berpaling tadah kerana Allah s.w.t Maha Berkuasa terhadap sesuatu.
Dari Allah Kita Datang Kepada Allah Jualah Kita Dikembalikan Kelak
Wallahualam
Friday, 16 June 2017
Pandangan Manusia Terhadap Keindahan Dunia
Allah swt itu Maha indah dan Dia suka kepada yang indah. Begitu juga dengan ciptaan Allah, terlalu banyak keindahan jika dihayati dengan sebaik mungkin. Dengan flora dan faunanya, dengan planet dan bintangnya, dengan bahan-bahan galiannya dan macam-macam lagi. Tetapi persepsi manusia melihat kepada keindahan tersebut berbeza-beza. Sebagai contoh, ada yang suka kepada bunga ros, tetapi bagi manusia yang lain ada yang tidak sukakannya. Dan begitulah seterusnya selera manusia ini berbeza dalam menentukan keindahan sesuatu benda.
Mana mungkin manusia itu mempunyai selera dan citarasa yang sama 100%. Sudah tentu tidak kerana walau bagaimana pun akan ada juga perbezaan walaupun sedikit. Cuma di sini saya ingin menyentuh soal keimanan. Iaitu beriman kepada Allah, Tuhan pencipta alam ini. Bagi mereka yang beriman, sudah pasti meyakini bahawa alam yang indah ini adalah ciptaan Yang Maha Mencipta. Tetapi tidak semua akan memandang kepada ciptaan Allah ini akan sentiasa menghayati dan memuji penciptanya kerana keindahan tersebut. Di situ lah bezanya tingkatan iman seseorang. Seseorang yang mempunyai iman yang tinggi akan sentiasa merasakan kehadiran pencipta apabila melihat apa sahaja makhluk.
Maka kita disunatkan untuk membaca doa memuji Allah apabila melihat kepada keindahan alam ini. Doa tersebut yang maksudnya , “Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan ini sia-sia, Maha Suci Engkau jauhkanlah kami dari azab neraka”. Di sini lah letaknya maksud yang tersirat di sebalik kata-kata mengingati Allah di mana sahaja kita berada. Dan kerana itu juga lah Nabi Muhammad S.A.W. mengajar kita agar berfikir tentang kejadian yang diciptakan oleh Allah S.W.T. Berfikir tentang makhluk adalah merupakan satu ibadah yang ada ganjarannya. Dan ianya juga termasuk dalam bab berzikir.
Ketahuilah bahawa segala puji-pujian adalah layak bagi Allah dan Allah sangat suka dipuji. Kerana itu lah dengan memuji Allah kita akan dapat pahala. Manusia juga suka dipuji, apa lagi Tuhan yang telah mencipta alam ini. Dan Allah sangat suka orang-orang yang suka memujiNya. Manakala orang yang malas atau tidak mahu memuji Tuhan adalah orang yang sombong dengan Tuhannya. Banyak dalil-dalil yang menggalakkan kita memuji Allah, antaranya;
“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” ( Surah AL An’am : Ayat 1)
“Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil seorang anak, dan yang tidak ada sebarang sekutu dalam kerajaan, dan tidak juga sebarang wali (pelindung) daripada kerendahan diri.” (Surah AL Isra’ : Ayat 111)
“Segala yang di langit dan bumi menyanjung Allah. Kepunyaan-Nya Kerajaan, dan kepunyaan-Nya puji-pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” (Surah At Taghaabuun : Ayat 1)
“Kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan di bumi; sesungguhnya Allah, Dia Yang Kaya, Yang Terpuji.” (Surah Luqman : Ayat 26)
“Dia Allah; tidak ada tuhan melainkan Dia. Bagi-Nya segala pujian pada permulaan dan akhir, dan bagi-Nya juga Putusan, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Surah Al Qasas : Ayat 70)
Dan teramat banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang memuji Allah dan menggalakkan agar memuji Allah. Menunjukkan betapa pentingnya memuji Allah dan membesarkanNya, alhamdulillah. Yang penting adalah selalu menghubungkan kepada Allah apabila melihat makhluknya. Kerana manusia yang tidak mempercayai kewujudan Tuhan sememangnya akan memandang keindahan dunia ini semata-mata keindahan. Tanpa menghubungkannya terus dengan pencipta Yang Maha Bijaksana. Ini lah bezanya pandangan antara orang yang tidak beriman dengan orang yang beriman. Orang yang tidak beriman juga tahu menilai seni pada makhluk, tetapi sayang dia tidak tahu menghargai pencipta kepada seni tersebut malah tidak meyakini bahawa adanya pencipta.
Manakala orang-orang yang beriman, sedikit sebanyak akan menghargai pencipta makhluk itu. Bezanya hanya pada selalu atau kadang-kadang atau jarang-jarang. Orang yang imannya tinggi dan hatinya selalu berdamping dengan Allah akan selalu menghubungkan secara terus apabila melihat makhluk kepada Allah. Dan orang-orang yang imannnya tidak berapa tinggi akan ada masa-masa atau fasa-fasa tertentu dalam memuji Allah apabila melihat makhluk. Yang biasanya jika ada peristiwa pelik atau besar sahaja akan dipuji. Manakala apabila melihat sesuatu yang biasa, maka ianya pun merasakan seperti tiada apa-apa.
Sedangkan jika kita sentiasa menghayati alam ini, setiap sudut ciptaan Allah ini bernilai seni. Cuma ramai yang tidak perasan dan memerhatikannya. Cuba lah anda ambil satu kamera dan cuba mengambil gambar. Tetapi anda mesti berimaginasi sedikit lah, nescaya anda akan nampak betapa setiap sudut di dunia ini mempunyai unsur-unsur seni yang tidak ternilai dan semua itu tidak lain dan tidak bukan melainkan kesenian dari pencipta segala sesuatu.
Ada juga sesuatu yang nampak di luar adalah suatu yang buruk, tetapi apabila sudah diproses menjadi gambar dan diedit sedikit maka akan menjadi suatu yang indah. Maka di situ menunjukkan bahawa sesuatu yang buruk itu tidak semestinya buruk semata-mata, bahkan boleh menjadi indah jika kena pada caranya. Sama lah juga keadaannya pada manusia , seseorang yang kurang cantik sedikit rupanya tidak semestinya buruk semuanya, malahan ada yang lebih cantik hati dan pekertinya dari manusia yang cantik paras rupanya. Malah ada juga manusia yang cantik rupanya tetapi amat buruk perangai dan hatinya.
Kesimpulannya, Allah Maha Mencipta dan alam ciptaanNya ini sungguh indah dan unik sekali. Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan sekelian alam. SubhanAllah……. :)
Kita banyak berfikir hal keduniaan, tetapi kita tidak mengingati kepada yang lebih agung iaitu Allah…yang mencipta seluruh kejadian di muka bumi ini. Kita banyak memikirkan ciptaan Allah s.w.t tetapi…. Kita lupa kepada penciptaNya.
Mana mungkin manusia itu mempunyai selera dan citarasa yang sama 100%. Sudah tentu tidak kerana walau bagaimana pun akan ada juga perbezaan walaupun sedikit. Cuma di sini saya ingin menyentuh soal keimanan. Iaitu beriman kepada Allah, Tuhan pencipta alam ini. Bagi mereka yang beriman, sudah pasti meyakini bahawa alam yang indah ini adalah ciptaan Yang Maha Mencipta. Tetapi tidak semua akan memandang kepada ciptaan Allah ini akan sentiasa menghayati dan memuji penciptanya kerana keindahan tersebut. Di situ lah bezanya tingkatan iman seseorang. Seseorang yang mempunyai iman yang tinggi akan sentiasa merasakan kehadiran pencipta apabila melihat apa sahaja makhluk.
Maka kita disunatkan untuk membaca doa memuji Allah apabila melihat kepada keindahan alam ini. Doa tersebut yang maksudnya , “Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan ini sia-sia, Maha Suci Engkau jauhkanlah kami dari azab neraka”. Di sini lah letaknya maksud yang tersirat di sebalik kata-kata mengingati Allah di mana sahaja kita berada. Dan kerana itu juga lah Nabi Muhammad S.A.W. mengajar kita agar berfikir tentang kejadian yang diciptakan oleh Allah S.W.T. Berfikir tentang makhluk adalah merupakan satu ibadah yang ada ganjarannya. Dan ianya juga termasuk dalam bab berzikir.
Ketahuilah bahawa segala puji-pujian adalah layak bagi Allah dan Allah sangat suka dipuji. Kerana itu lah dengan memuji Allah kita akan dapat pahala. Manusia juga suka dipuji, apa lagi Tuhan yang telah mencipta alam ini. Dan Allah sangat suka orang-orang yang suka memujiNya. Manakala orang yang malas atau tidak mahu memuji Tuhan adalah orang yang sombong dengan Tuhannya. Banyak dalil-dalil yang menggalakkan kita memuji Allah, antaranya;
“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” ( Surah AL An’am : Ayat 1)
“Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil seorang anak, dan yang tidak ada sebarang sekutu dalam kerajaan, dan tidak juga sebarang wali (pelindung) daripada kerendahan diri.” (Surah AL Isra’ : Ayat 111)
“Segala yang di langit dan bumi menyanjung Allah. Kepunyaan-Nya Kerajaan, dan kepunyaan-Nya puji-pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” (Surah At Taghaabuun : Ayat 1)
“Kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan di bumi; sesungguhnya Allah, Dia Yang Kaya, Yang Terpuji.” (Surah Luqman : Ayat 26)
“Dia Allah; tidak ada tuhan melainkan Dia. Bagi-Nya segala pujian pada permulaan dan akhir, dan bagi-Nya juga Putusan, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Surah Al Qasas : Ayat 70)
Dan teramat banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang memuji Allah dan menggalakkan agar memuji Allah. Menunjukkan betapa pentingnya memuji Allah dan membesarkanNya, alhamdulillah. Yang penting adalah selalu menghubungkan kepada Allah apabila melihat makhluknya. Kerana manusia yang tidak mempercayai kewujudan Tuhan sememangnya akan memandang keindahan dunia ini semata-mata keindahan. Tanpa menghubungkannya terus dengan pencipta Yang Maha Bijaksana. Ini lah bezanya pandangan antara orang yang tidak beriman dengan orang yang beriman. Orang yang tidak beriman juga tahu menilai seni pada makhluk, tetapi sayang dia tidak tahu menghargai pencipta kepada seni tersebut malah tidak meyakini bahawa adanya pencipta.
Manakala orang-orang yang beriman, sedikit sebanyak akan menghargai pencipta makhluk itu. Bezanya hanya pada selalu atau kadang-kadang atau jarang-jarang. Orang yang imannya tinggi dan hatinya selalu berdamping dengan Allah akan selalu menghubungkan secara terus apabila melihat makhluk kepada Allah. Dan orang-orang yang imannnya tidak berapa tinggi akan ada masa-masa atau fasa-fasa tertentu dalam memuji Allah apabila melihat makhluk. Yang biasanya jika ada peristiwa pelik atau besar sahaja akan dipuji. Manakala apabila melihat sesuatu yang biasa, maka ianya pun merasakan seperti tiada apa-apa.
Sedangkan jika kita sentiasa menghayati alam ini, setiap sudut ciptaan Allah ini bernilai seni. Cuma ramai yang tidak perasan dan memerhatikannya. Cuba lah anda ambil satu kamera dan cuba mengambil gambar. Tetapi anda mesti berimaginasi sedikit lah, nescaya anda akan nampak betapa setiap sudut di dunia ini mempunyai unsur-unsur seni yang tidak ternilai dan semua itu tidak lain dan tidak bukan melainkan kesenian dari pencipta segala sesuatu.
Ada juga sesuatu yang nampak di luar adalah suatu yang buruk, tetapi apabila sudah diproses menjadi gambar dan diedit sedikit maka akan menjadi suatu yang indah. Maka di situ menunjukkan bahawa sesuatu yang buruk itu tidak semestinya buruk semata-mata, bahkan boleh menjadi indah jika kena pada caranya. Sama lah juga keadaannya pada manusia , seseorang yang kurang cantik sedikit rupanya tidak semestinya buruk semuanya, malahan ada yang lebih cantik hati dan pekertinya dari manusia yang cantik paras rupanya. Malah ada juga manusia yang cantik rupanya tetapi amat buruk perangai dan hatinya.
Kesimpulannya, Allah Maha Mencipta dan alam ciptaanNya ini sungguh indah dan unik sekali. Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan sekelian alam. SubhanAllah……. :)
Kita banyak berfikir hal keduniaan, tetapi kita tidak mengingati kepada yang lebih agung iaitu Allah…yang mencipta seluruh kejadian di muka bumi ini. Kita banyak memikirkan ciptaan Allah s.w.t tetapi…. Kita lupa kepada penciptaNya.
Subur Dengan Syukur
Nikmat Allah sangat banyak sehingga tidak dapat dihitung.Jika menghitung pun sudah tidak mampu, apalagi untuk membalasnya.
Firman Allah s.w.t., maksudnya: “Jika kamu ingin menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak akan dapat menghitung.” (Surah Ibrahim 14:34)
Malangnya, nikmat yang begitu banyak ini gagal dilihat oleh kebanyakan manusia. Sebab itulah kebanyakan manusia tidak bersyukur dan Allah telah mengingatkan, maksudnya: “Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (Surah al-Rahman 55: 13)
Sekiranya seseorang tidak merasakan dia mempunyai kelebihan, pasti tidak akan ada rasa syukur. Namun realitinya begitulah, ramai manusia Iebih cenderung melihat kekurangan berbanding kelebihan terutamanya apabila dia diuji dengan sedikit kesusahan. Maka, fikiran dan jiwanya hanya tertumpu kepada kesusahan yang sekelumit dan lupalah dia pada kesenangan yang melangit. Misalnya apabila diuji dengan kemiskinan, dia terlupa dia masih sihat. Ketika diuji dengan cercaan manusia, dia Iupa masih mempunyai sumber pendapatan yang baik.
Syukur itu letaknya di hati. Hati tidak boleh dipaksa melainkan mesti disedarkan dengan rela. Orang yang tidak bersyukur hakikatnya buta “mata hati”. Dia tidak dapat melihat nikmat yang melimpah di hadapan mata sendiri.
Umpama kelawar yang tidak dapat melihat pada siang hari bukan kerana siang itu gelap, tetapi kerana terlalu terang. Begitulah orang yang tidak bersyukur, mereka tidak dapat melihat kelebihan kerana mereka sedang tenggelam oleh kelebihan itu. Mulutnya hanya menuturkan: “Susah, sakit, malang…”, tanpa menyedari bahawa mereka masih mempunyai lidah untuk mengeluarkan kata-kata itu!
Bersyukur kepada Pemberi Nikmat
Manusia akan bersyukur sekiranya dia “melihat” Pemberi nikmat bagi sesuatu, bukan nikmat-Nya. Jika kita menyedari Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang itulah yang memberi nikmat, kita akan membesarkan pemberiannya walaupun kecil atau sedikit. Ini kerana bukan nikmat itu yang menjadi ukuran, tetapi siapa yang memberi nikmat itulah yang lebih diutamakan.
Dalam percintaan misalnya, pemberian seorang kekasih akan dilihat besar dan bernilai bukan kerana pemberiannya tetapi kerana pemberinya. Begitulah hati orang yang bersyukur. Nikmat yang kecil pun sudah dibesarkan, apatah lagi nikmat yang besar.
Jarang ada manusia yang mahu mengambil ‘ibrah daripada ujian yang menimpa Nabi Ayub a.s. Apabila baginda diuji dengan kesakitan, baginda berasa malu untuk berdoa kepada Allah kerana tempoh sihatnya lebih lama berbanding tempoh baginda diuji dengan kesakitan. Ramai manusia yang hanya menghitung kesukaran, bukan kesyukuran. Jika kita menghitung kesyukuran, nescaya kita akan dapati jumlahnya melebihi kesukaran!
Anehnya ada manusia yang apabila diberi tambahan nikmat, dia berasa ia kurang daripada sebelumnya. Ini berlaku kerana kehendaknya menjadi Iebih besar berbanding sebelumnya. Mulalah dia mengenangkan sesuatu yang “tiada”, bukannya sesuatu yang “ada”. Tanpa syukur, hidup menjadi sukar. Hati semakin terhimpit dengan keresahan dan kesusahan yang tidak berkesudahan. Sukarnya untuk bersyukur hakikatnya jauh Iebih mudah daripada sukarnya akibat tidak bersyukur.
Menurut Ibn ‘Ataillah; “Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, bererti dia bersedia untuk kehilangan nikmat tersebut. Namun sesiapa yang rnensyukurinya, bererti dia telah mengikatnya dengan kekangnya.
”Ada yang sukar bersyukur kerana pengertian mereka tentang nikmat sangat terbatas. Ada yang menganggap nikmat itu hanya berkaitan dengan sesuatu yang berbentuk fizikal dan material sahaja. Contohnya jika mendapat harta, rumah, pangkat dan kenderaan barulah mereka merasakan adanya nikmat atau kelebihan.
Malangnya, mereka tidak melihat nyawa, kesihatan, anak-anak, saudara-mara, isteri, suami dan lain-lain lagi sebagai nikmat yang wajib disyukuri. Allah mengajak manusia berfikir tentang perkara ini melalui firmannya yang bermaksud: “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia membcrikanmu pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal fikiran) agar kamu bersyukur.” (Surah al-Nahl 16: 78)
Lebih-lebih lagi ramai manusia yang tidak menganggap nikmat iman, Islam hidayah, taufik, solat, puasa dan lain-lain ibadah itu juga satu kelebihan (malah nikmat yang lebih tinggi dan bernilai). Berapa ramai antara orang Islam yang bersyukur dengan nikmat iman dan Islam? Berapa ramai yang berasa syukur dapat menunaikan solat, puasa, zakat dan mengerjakan haji?
Aku Ahli Syukur
Siapa pun kita pada hari ini sama ada ahli perniagaan yang kaya, ahli ekonomi yang pandai menguruskan selok-belok ekonomi, ahli persatuan yang aktif menjalankan pelbagai aktiviti atau sesiapa sahaja yang ahli dalam bidang masing-masing pernahkah kita berusaha untuk menjadi ahli syukur?
Menjadi ahli syukur tidak memerlukan modal berbentuk wang ringgit atau proposal yang tebal untuk dikemukakan kepada mana-mana pihak. Membentuk diri menjadi seorang ahli syukur adalah dengan melakukan empat kriteria di bawah:
1. Tetap Bersyukur Walaupun Nikmatnya Kecil
Biarpun nikmat yang diperoleh tidaklah sehebat mana, sematkan dalam diri dengan sifat qanaah. Sentiasa berasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan. Biarpun ia berupa ujian, lapangkan hati untuk menerimanya dan bersyukur kerana ujian yang ditimpakan lebih ringan berbanding orang lain.
2. Memuji Allah Setiap Masa
Amat mudah untuk memuji Allah iaitu dengan mengucapkan alhamdulillah yang bermaksud segala puji bagi Allah. Jadikan perkara mudah ini sebagai satu kebiasaan dalam diri sebagai tanda syukur kita terhadap segala kurniaan Allah.
3. Berterima Kasih kepada Penunjuk Jalan Nikmat
Benar, setiap rezeki datang daripada Allah. Tetapi perlu diingati bahawa kadang-kadang rezeki tersebut disampaikan kepada kita melalui orang lain. Contohnya apabila diterima bekerja di sesuatu tempat, berterima kasihlah kepada orang yang memaklumkan tentang kekosongan jawatan, penemu duga dan majikan.
4. Nikmat Wasilah Mendekatkan Diri kepada Allah
Nikmatllah nikmat dan kurniaan yang Allah berikan dengan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan terlalu leka dengan keindahan nikmat tersebut sehingga mengabaikan kewajipan sebagai hamba seperti melengah-lengahkan solat kerana terlalu tekun bekerja. Lazimi diri dengan pelbagai ibadah sunat sebagai usaha kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan.
Sedangkan itulah nikmat yang paling besar dan paling wajar disyukuri.
Pengertian nikmat ilu Lidak terhad pada nikmat duniawi, sebaliknya ia merangkumi nikmat iman, Islam, ibadah dan hidayah. Jika kita mempunyai pengertian yang luas tentang nikmat, maka lebih mudah kita melihat “keberadaan” nikmat itu pada diri kita. Dengan ini lebih mudahlah untuk kita bersyukur. Sebaliknya jika pengertian nikmat itu temad, pandangan kita terhadap kelebihan nikmat akan terbatas dan akibatnya kita semakin sukar untuk bersyukur.
Praktikal Syukur
Bagaimana kita hendak mempraktikkan syukur dalam kehidupan seharian? Ada tiga kaedah bersyukur, iaitu:
1. Bersyukur dengan hati
Bersyukur dengan hati adalah dengan menyedari dan menghayati sepenuhnya bahawa nikmat itu daripada Allah, bukan daripada diri sendiri. Maksudnya, kita menafikan segala kekuatan, kepandaian, kegigihan dan segala usaha sendiri sehingga tercapainya nikmat tersebut. Jelasnya, syukur dengan hati itulah yang menisbahkan nikmat kcpada Pemberinya (Allah).
Sebagai perbandingan, lihat perbezaan sikap antara Nabi Sulaiman a.s. dengan Qarun. Qarun ialah pengi-kut Nabi Musa a.s. dan memiliki kekayaan yang sangat banyak hinggakan tidak terkira gudang-gudang rezekinya. Namun, sikap angkuhnya terserlah apabila kaumnya memberi nasihat: “Janganlah kamu terlalu bergembira kerana Allah tidak suka orang yang terlalu gembira dan berkhayal.”
Ayat 77 surah al-Qasas mengandungi nasihat kepada Qarun, maksudnya: “Dan carilah pada kurniaan Allah kepadamu akan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu daripada dunia ini serta berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbual baik kepadamu. Janganlah engkau membuat kerosakan di atas muka bumi ini.” Tetapi, Qarun menjawab dalam ayat seterusnya yang bermaksud: “Aku diberi harta kekayaan ini kerana aku pandai.” Sesungguhnya Qarun telah menisbahkan kekayaannya kepada dirinya sendiri.
Perkara yang sebaliknya berlaku kepada Nabi Sulaiman a.s. Baginda mempunyai hati yang bersyukur. Baginda tetap mengakui bahawa nikmat yang dimilikinya itu milik Allah. Ketika dipuji tentang kebesaran kerajaan dan kelebihannya, Nabi Sulaiman a.s. terus berkata: “Ini semua kurniaan Tuhanku.”
Setiap orang Islam mesti beriman kepada Allah yang bersifat al-Razzaq (Maha Memberi rezeki). Malangnya, ramai yang tidak yakin rezeki yang diterimanya itu daripada Allah s.w.t. Buktinya apabila rezeki itu ditarik balik, ramai yang melenting dan marah-marah. Mereka seolah-olah lupa bahawa mereka bukan pemilik rezeki tersebut. Hakikatnya, mereka hanya “peminjam” yang perlu memulangkannya apabila diminta, tidak boleh menyalahgunakan rezeki tersebut serta bersedia menyerahkannya kepada sesiapa jua seperti yang diperintahkan oleh Pemberinya.
Hayati teladan daripada para sahabat Rasulullah s.a.w. Kesan keyakinan mereka bahawa rezeki itu datang daripada Allah, maka mereka mudah berkorban. Sayidina Abu Bakar menginfakkan semua harta miliknya ke jalan Allah. Begitu juga dengan Sayidina Umar yang menyumbangkan separuh, dan seterusnya Sayidina Uthman sepertiga. Apa yang mendorong mereka bersifat demikian? Pertama, keyakinan mereka terhadap pembalasan Allah. Kedua, mereka menyedari bahawa harta milik mereka sebenarnya milik Allah. Apabila Allah “memintanya”, mereka memberinya dengan rela.
Realitinya, sujud syukur itu ialah bukti syukur dengan hati. Sujud syukur bukan syukur dengan amalan. Sujud yang dilakukan bukan sekadar ucapan dan perlakuan, tetapi yang paling utama apabila hati merasakan nikmat yang dimiliki itu milik Allah yang hakiki. Sungguh, tidak beradab jika ada seseorang yang berkata: “Kalaulah tidak kerana aku, sudah lama kamu mati kelaparan.” Cuba fikirkan sejenak, siapakah yang memberi rezeki sehingga seseorang itu mampu memberi rezeki kepada orang lain? Menisbahkan nikmat Allah kepada diri pun dilarang, apatah lagi menisbahkan nikmat Allah yang dibenkan kepada orang lain kepada diri sendiri.
Nabi Sulaiman a.s. pernah ditegur oleh Allah apabila terlintas dalam hatinya dengan sesuatu yang boleh mencalarkan rasa syukur. Teguran Allah sangat keras. Allah datangkan seorang manusia yang sangat menyerupainya ketika baginda keluar dari istana. Akibatnya, semua menteri, pengikut dan rakyatnya mematuhi “orang” tersebut.
Oleh sebab terkejut dengan teguran itu, Nabi Sulaiman a.s. segera bertaubat dan akhirnya kerajaan baginda dikembalikan kepadanya semula.
Ya, syukur dengan hati itu bukan mudah. Melalui syukur dengan hati Allah menutup rapat pintu syirik, riyak, ujub dan sum‘ah. Justeru, berhati-hatilah apabila memberi motivasi kepada diri dan orang lain tentang keyakinan diri. Hendaklah sentiasa menyedari bahawa kekuatan diri‘ hakikatnya milik Allah jua. Menimbulkan keyakinan diri dalam Islam wajib bertitik tolak dengan keyakinan kepada Allah, yakni dengan sentiasa mengharap kemurahan, keperkasaan dan kasih sayangnya.
2. Bersyukur dengan lidah
Syukur dengan lidah adalah dengan mengakui segala sumber nikmat itu daripada Allah sw.t. iaitu dengan memujinya. Allah mengajarkan ungkapan syukur dengan mengucap “alhamdulillah“. Itulah kalimah yang diajar sendiri oleh Allah untuk memujinya. Selesai makan, ucapkan alhamdulillah. Apabila bersin, ucapkan alhamdulillah. Jangan ucapkan kalimah-kalimah yang lain seperti ”excuse me, I’m sorry” dan sebagainya.
Apabila melihat orang lain ditimpa musibah tetapi ia tidak menimpa kita, atau apabila negara jiran dilanda banjir yang teruk. begitu juga apabila pulang bermusafir dengan selamat dan apabila terselamat daripada kemalangan, ucapkan ‘alhamdulillah.’ Pendek kata, bersyukur dengan lisan hendaklah dibudayakan dalam diri masyarakat.
Rasulullah pernah bersabda, maksudnya: ‘Sesiapa sahaja yang melihat orang yang ditimpa musibah, kemudian dia berkata ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku daripada musibah itu,’ lalu memuji ‘ Allah, maka orang tersebut tidak akan ditimpa musibah tersebut .”(Riwayat al-Bahaqi)
Dengan mengucapkan alhamdulillah, ia bukan untuk menempelak orang yang ditimpa musibah itu (kerana kita wajar ucapkan kata-kata simpati kepada mereka), tetapi ucapan tersebut untuk diri kita yang terselamat atau terhindar daripada musibah tersebut.
Syukur dengan lisan juga adalah dengan menampakkan kesan nikmat Allah pada diri kita. Dalam riwayat al-Baihaqi, Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: ”Alangkah baiknya salah seorang daripada kamu jika dia rmembeli dua pakaian untuk hari Jumaat selain dua pakaian untuk bekerja.
Jika ada kelapangan rezeki, sediakan pakaian untuk solat dan bekerja. Menyediakan pakaian untuk solat dan bekerja menunjukkan tanda syukur kita terhadap nikmat yang Allah berikan di dunia ini tanpa melupakan hakikat hari akhirat nanti. Perbuatan ini termasuk dalam kategori syukur dengan lisan, yakni menampakkan kesan hikmat Allah pada diri. Begitu juga apabila mengadakan kenduri kesyukuran, ia sebagai syukur dengan lisan dengan menguar-uarkan dan berkongsi nikmat yang diperoleh daripada Allah kepada orang lain.
Dengan kedua-dua sikap tersebut, sebenarnya kita telah ”mempamerkan ” kesan nikmat Allah kepada masyarakat. Allah suka jika kita menampakkan kesan nikmat yang dikurniakan olehnya kepada hamba-hambanya yang lain. Apabila Allah suka, Allah akan menambah nikmatnya. Namun, perlu dijauhi niat menunjuk-nunjuk atau bermegah-megah terhadap orng lain.
3. Bersyukur dengan amal
Bersyukur dengan amalan adalah dengan menggunakan nikmat kurniaan Allah selaras dengan tujuan Allah mengumiakannya. Misalnya jika Allah memberikan ilmu dan apabila menyedari dengan hati bahawa ilmu itu datang daripada Allah, ucapkan kalimah kesyukuran alhamdulillah. Kemudian terus amal dan sampaikan ilmu tersebut. Begitu juga apabila dikurniakan harta, harta itu terus dibelanjakan ke jalan yang halal dan diredai Allah.
Apabila Allah memberi kesihatan, gunakan la untuk beribadah kepada Allah sama ada dalam ibadah umum ataupun khusus. Begitu juga apabila Allah memberikan masa lapang, ia perlu digunakan untuk menambahkan ilmu, menolong orang lain dan membuat perkara-perkara yang bermanfaat. Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai keluarga Daud, beramallah kalian untuk bersyukur.” (Surah Saba’34: 13)
Sekiranya tidak belamal, itu tandanya kita belum bersyukur sekalipun kita telah mengucapkan syukur melalui lisan dan merasainya dengan hati. Kita dapat lihat betapa ramai manusia yang menyalahgunakan nikmat ke arah jalan maksiat dan kemungkaran. Diberi ilmu, harta, rupa dan kesihatan tetapi semuanya disalahgunakan ke jalan yang batil dan mungkar. Mengapa tergamak kita gunakan nikmat untuk menderhakai Pemberi nikmat ini?
Akibat tidak bersyukur, nikmat itu akan ditarik balik, dibinasakan ataupun menjadi istidraj (pemberian nikmat untuk memudaratkan). Natijahnya, melalui nikmat Allah tidak dapat mendekatkan kita dengan Allah, tetapi semakin jauh daripadanya. Akibat yang lebih buruk, jiwa kita semakin tidak tenang walaupun dilimpahi harta yang banyak dan kuasa yang semakin tinggi.
Panduan Elemen-Elemen Syukur
Ketiga-tiga kaedah bersyukur (hati, lisan dan tindakan) tidak dapat dipisahkan dan semuanya perlu dilaksanakan serentak. Apabila ketiga-tiga kaedah ini dilaksanakan, barulah diri akan menjadi tenang dan dapat memberi ketenangan. Orang yang bersyukur akan banyak memberi. Jika kita bersyukur ketujuh-tujuh anggota; mata, telinga, Iidah, tangan, perut, kemaluan dan kaki akan memberi dan menjana kebalkan bukan sahaja kepada Allah, tetapl juga kepada manusia lain.
Syukur akan memperbanyakkan nikmat yang sedikit, menyelamatkan diri daripada kekufuran, merapatkan hubungan dengan Tuhan dan sesama insan serta akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Hayatiah sabda Rasulullah s.a.w. ini, maksudya: ‘Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, pasti dia juga tidak akan mensyukuri nikmat yang banyak. Sesiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia pasti diajuga tidak berterima kasih kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah ini termasuklah ungkapan rasa syukur, sedangkan meninggalkannya adalah kufur. Berkumpul(berjemaah) itu suatu rahmat, sedangkan menyendiri itu satu petaka.(Riwayat Ahmad)
lngin ditegaskan sekali lagi bahawa orang yang bersyukur ialah orang yang merasakan dirinya rmempunyai kelebihan. Dan orang tersebut sahajalah yang sanggup memberi. Manakala orang yang sentiasa merasakan serba kekurangan tidak akan mampu memberi. Hanya apabila manusia memberi barulah segala yang ada dalam kehidupannya akan menjadi subur. lngatlah, kekayaan, kebahagiaan, ketenangan dan kejayaan hamba yang bersyukur akan digandakan.
Lihatlah betapa indahnya perumpamaan yang Allah nyatakan dalam al-Quran bagi hambanya yang sudi memberi (kesan sifat syukurnya). maksudnya: ‘Perumpamaan orang yang rnembelanjakan hartanya pada jalan Allah seperti sebutir biji benihyang menumbuhkan tujuh tangkai, dan setiap tangkai ada 100 biji. Allah melipatgandakan bagi sesiapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (kurniaannya) Iagi Maha Mengetahuif (Surah al-Baqarah 2: 261)
Bersyukurlah, nescaya kehidupan dunia dan akhirat kita menjadi subur.
Firman Allah s.w.t., maksudnya: “Jika kamu ingin menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak akan dapat menghitung.” (Surah Ibrahim 14:34)
Malangnya, nikmat yang begitu banyak ini gagal dilihat oleh kebanyakan manusia. Sebab itulah kebanyakan manusia tidak bersyukur dan Allah telah mengingatkan, maksudnya: “Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (Surah al-Rahman 55: 13)
Sekiranya seseorang tidak merasakan dia mempunyai kelebihan, pasti tidak akan ada rasa syukur. Namun realitinya begitulah, ramai manusia Iebih cenderung melihat kekurangan berbanding kelebihan terutamanya apabila dia diuji dengan sedikit kesusahan. Maka, fikiran dan jiwanya hanya tertumpu kepada kesusahan yang sekelumit dan lupalah dia pada kesenangan yang melangit. Misalnya apabila diuji dengan kemiskinan, dia terlupa dia masih sihat. Ketika diuji dengan cercaan manusia, dia Iupa masih mempunyai sumber pendapatan yang baik.
Syukur itu letaknya di hati. Hati tidak boleh dipaksa melainkan mesti disedarkan dengan rela. Orang yang tidak bersyukur hakikatnya buta “mata hati”. Dia tidak dapat melihat nikmat yang melimpah di hadapan mata sendiri.
Umpama kelawar yang tidak dapat melihat pada siang hari bukan kerana siang itu gelap, tetapi kerana terlalu terang. Begitulah orang yang tidak bersyukur, mereka tidak dapat melihat kelebihan kerana mereka sedang tenggelam oleh kelebihan itu. Mulutnya hanya menuturkan: “Susah, sakit, malang…”, tanpa menyedari bahawa mereka masih mempunyai lidah untuk mengeluarkan kata-kata itu!
Bersyukur kepada Pemberi Nikmat
Manusia akan bersyukur sekiranya dia “melihat” Pemberi nikmat bagi sesuatu, bukan nikmat-Nya. Jika kita menyedari Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang itulah yang memberi nikmat, kita akan membesarkan pemberiannya walaupun kecil atau sedikit. Ini kerana bukan nikmat itu yang menjadi ukuran, tetapi siapa yang memberi nikmat itulah yang lebih diutamakan.
Dalam percintaan misalnya, pemberian seorang kekasih akan dilihat besar dan bernilai bukan kerana pemberiannya tetapi kerana pemberinya. Begitulah hati orang yang bersyukur. Nikmat yang kecil pun sudah dibesarkan, apatah lagi nikmat yang besar.
Jarang ada manusia yang mahu mengambil ‘ibrah daripada ujian yang menimpa Nabi Ayub a.s. Apabila baginda diuji dengan kesakitan, baginda berasa malu untuk berdoa kepada Allah kerana tempoh sihatnya lebih lama berbanding tempoh baginda diuji dengan kesakitan. Ramai manusia yang hanya menghitung kesukaran, bukan kesyukuran. Jika kita menghitung kesyukuran, nescaya kita akan dapati jumlahnya melebihi kesukaran!
Anehnya ada manusia yang apabila diberi tambahan nikmat, dia berasa ia kurang daripada sebelumnya. Ini berlaku kerana kehendaknya menjadi Iebih besar berbanding sebelumnya. Mulalah dia mengenangkan sesuatu yang “tiada”, bukannya sesuatu yang “ada”. Tanpa syukur, hidup menjadi sukar. Hati semakin terhimpit dengan keresahan dan kesusahan yang tidak berkesudahan. Sukarnya untuk bersyukur hakikatnya jauh Iebih mudah daripada sukarnya akibat tidak bersyukur.
Menurut Ibn ‘Ataillah; “Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, bererti dia bersedia untuk kehilangan nikmat tersebut. Namun sesiapa yang rnensyukurinya, bererti dia telah mengikatnya dengan kekangnya.
”Ada yang sukar bersyukur kerana pengertian mereka tentang nikmat sangat terbatas. Ada yang menganggap nikmat itu hanya berkaitan dengan sesuatu yang berbentuk fizikal dan material sahaja. Contohnya jika mendapat harta, rumah, pangkat dan kenderaan barulah mereka merasakan adanya nikmat atau kelebihan.
Malangnya, mereka tidak melihat nyawa, kesihatan, anak-anak, saudara-mara, isteri, suami dan lain-lain lagi sebagai nikmat yang wajib disyukuri. Allah mengajak manusia berfikir tentang perkara ini melalui firmannya yang bermaksud: “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia membcrikanmu pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal fikiran) agar kamu bersyukur.” (Surah al-Nahl 16: 78)
Lebih-lebih lagi ramai manusia yang tidak menganggap nikmat iman, Islam hidayah, taufik, solat, puasa dan lain-lain ibadah itu juga satu kelebihan (malah nikmat yang lebih tinggi dan bernilai). Berapa ramai antara orang Islam yang bersyukur dengan nikmat iman dan Islam? Berapa ramai yang berasa syukur dapat menunaikan solat, puasa, zakat dan mengerjakan haji?
Aku Ahli Syukur
Siapa pun kita pada hari ini sama ada ahli perniagaan yang kaya, ahli ekonomi yang pandai menguruskan selok-belok ekonomi, ahli persatuan yang aktif menjalankan pelbagai aktiviti atau sesiapa sahaja yang ahli dalam bidang masing-masing pernahkah kita berusaha untuk menjadi ahli syukur?
Menjadi ahli syukur tidak memerlukan modal berbentuk wang ringgit atau proposal yang tebal untuk dikemukakan kepada mana-mana pihak. Membentuk diri menjadi seorang ahli syukur adalah dengan melakukan empat kriteria di bawah:
1. Tetap Bersyukur Walaupun Nikmatnya Kecil
Biarpun nikmat yang diperoleh tidaklah sehebat mana, sematkan dalam diri dengan sifat qanaah. Sentiasa berasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan. Biarpun ia berupa ujian, lapangkan hati untuk menerimanya dan bersyukur kerana ujian yang ditimpakan lebih ringan berbanding orang lain.
2. Memuji Allah Setiap Masa
Amat mudah untuk memuji Allah iaitu dengan mengucapkan alhamdulillah yang bermaksud segala puji bagi Allah. Jadikan perkara mudah ini sebagai satu kebiasaan dalam diri sebagai tanda syukur kita terhadap segala kurniaan Allah.
3. Berterima Kasih kepada Penunjuk Jalan Nikmat
Benar, setiap rezeki datang daripada Allah. Tetapi perlu diingati bahawa kadang-kadang rezeki tersebut disampaikan kepada kita melalui orang lain. Contohnya apabila diterima bekerja di sesuatu tempat, berterima kasihlah kepada orang yang memaklumkan tentang kekosongan jawatan, penemu duga dan majikan.
4. Nikmat Wasilah Mendekatkan Diri kepada Allah
Nikmatllah nikmat dan kurniaan yang Allah berikan dengan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan terlalu leka dengan keindahan nikmat tersebut sehingga mengabaikan kewajipan sebagai hamba seperti melengah-lengahkan solat kerana terlalu tekun bekerja. Lazimi diri dengan pelbagai ibadah sunat sebagai usaha kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan.
Sedangkan itulah nikmat yang paling besar dan paling wajar disyukuri.
Pengertian nikmat ilu Lidak terhad pada nikmat duniawi, sebaliknya ia merangkumi nikmat iman, Islam, ibadah dan hidayah. Jika kita mempunyai pengertian yang luas tentang nikmat, maka lebih mudah kita melihat “keberadaan” nikmat itu pada diri kita. Dengan ini lebih mudahlah untuk kita bersyukur. Sebaliknya jika pengertian nikmat itu temad, pandangan kita terhadap kelebihan nikmat akan terbatas dan akibatnya kita semakin sukar untuk bersyukur.
Praktikal Syukur
Bagaimana kita hendak mempraktikkan syukur dalam kehidupan seharian? Ada tiga kaedah bersyukur, iaitu:
1. Bersyukur dengan hati
Bersyukur dengan hati adalah dengan menyedari dan menghayati sepenuhnya bahawa nikmat itu daripada Allah, bukan daripada diri sendiri. Maksudnya, kita menafikan segala kekuatan, kepandaian, kegigihan dan segala usaha sendiri sehingga tercapainya nikmat tersebut. Jelasnya, syukur dengan hati itulah yang menisbahkan nikmat kcpada Pemberinya (Allah).
Sebagai perbandingan, lihat perbezaan sikap antara Nabi Sulaiman a.s. dengan Qarun. Qarun ialah pengi-kut Nabi Musa a.s. dan memiliki kekayaan yang sangat banyak hinggakan tidak terkira gudang-gudang rezekinya. Namun, sikap angkuhnya terserlah apabila kaumnya memberi nasihat: “Janganlah kamu terlalu bergembira kerana Allah tidak suka orang yang terlalu gembira dan berkhayal.”
Ayat 77 surah al-Qasas mengandungi nasihat kepada Qarun, maksudnya: “Dan carilah pada kurniaan Allah kepadamu akan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu daripada dunia ini serta berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbual baik kepadamu. Janganlah engkau membuat kerosakan di atas muka bumi ini.” Tetapi, Qarun menjawab dalam ayat seterusnya yang bermaksud: “Aku diberi harta kekayaan ini kerana aku pandai.” Sesungguhnya Qarun telah menisbahkan kekayaannya kepada dirinya sendiri.
Perkara yang sebaliknya berlaku kepada Nabi Sulaiman a.s. Baginda mempunyai hati yang bersyukur. Baginda tetap mengakui bahawa nikmat yang dimilikinya itu milik Allah. Ketika dipuji tentang kebesaran kerajaan dan kelebihannya, Nabi Sulaiman a.s. terus berkata: “Ini semua kurniaan Tuhanku.”
Setiap orang Islam mesti beriman kepada Allah yang bersifat al-Razzaq (Maha Memberi rezeki). Malangnya, ramai yang tidak yakin rezeki yang diterimanya itu daripada Allah s.w.t. Buktinya apabila rezeki itu ditarik balik, ramai yang melenting dan marah-marah. Mereka seolah-olah lupa bahawa mereka bukan pemilik rezeki tersebut. Hakikatnya, mereka hanya “peminjam” yang perlu memulangkannya apabila diminta, tidak boleh menyalahgunakan rezeki tersebut serta bersedia menyerahkannya kepada sesiapa jua seperti yang diperintahkan oleh Pemberinya.
Hayati teladan daripada para sahabat Rasulullah s.a.w. Kesan keyakinan mereka bahawa rezeki itu datang daripada Allah, maka mereka mudah berkorban. Sayidina Abu Bakar menginfakkan semua harta miliknya ke jalan Allah. Begitu juga dengan Sayidina Umar yang menyumbangkan separuh, dan seterusnya Sayidina Uthman sepertiga. Apa yang mendorong mereka bersifat demikian? Pertama, keyakinan mereka terhadap pembalasan Allah. Kedua, mereka menyedari bahawa harta milik mereka sebenarnya milik Allah. Apabila Allah “memintanya”, mereka memberinya dengan rela.
Realitinya, sujud syukur itu ialah bukti syukur dengan hati. Sujud syukur bukan syukur dengan amalan. Sujud yang dilakukan bukan sekadar ucapan dan perlakuan, tetapi yang paling utama apabila hati merasakan nikmat yang dimiliki itu milik Allah yang hakiki. Sungguh, tidak beradab jika ada seseorang yang berkata: “Kalaulah tidak kerana aku, sudah lama kamu mati kelaparan.” Cuba fikirkan sejenak, siapakah yang memberi rezeki sehingga seseorang itu mampu memberi rezeki kepada orang lain? Menisbahkan nikmat Allah kepada diri pun dilarang, apatah lagi menisbahkan nikmat Allah yang dibenkan kepada orang lain kepada diri sendiri.
Nabi Sulaiman a.s. pernah ditegur oleh Allah apabila terlintas dalam hatinya dengan sesuatu yang boleh mencalarkan rasa syukur. Teguran Allah sangat keras. Allah datangkan seorang manusia yang sangat menyerupainya ketika baginda keluar dari istana. Akibatnya, semua menteri, pengikut dan rakyatnya mematuhi “orang” tersebut.
Oleh sebab terkejut dengan teguran itu, Nabi Sulaiman a.s. segera bertaubat dan akhirnya kerajaan baginda dikembalikan kepadanya semula.
Ya, syukur dengan hati itu bukan mudah. Melalui syukur dengan hati Allah menutup rapat pintu syirik, riyak, ujub dan sum‘ah. Justeru, berhati-hatilah apabila memberi motivasi kepada diri dan orang lain tentang keyakinan diri. Hendaklah sentiasa menyedari bahawa kekuatan diri‘ hakikatnya milik Allah jua. Menimbulkan keyakinan diri dalam Islam wajib bertitik tolak dengan keyakinan kepada Allah, yakni dengan sentiasa mengharap kemurahan, keperkasaan dan kasih sayangnya.
2. Bersyukur dengan lidah
Syukur dengan lidah adalah dengan mengakui segala sumber nikmat itu daripada Allah sw.t. iaitu dengan memujinya. Allah mengajarkan ungkapan syukur dengan mengucap “alhamdulillah“. Itulah kalimah yang diajar sendiri oleh Allah untuk memujinya. Selesai makan, ucapkan alhamdulillah. Apabila bersin, ucapkan alhamdulillah. Jangan ucapkan kalimah-kalimah yang lain seperti ”excuse me, I’m sorry” dan sebagainya.
Apabila melihat orang lain ditimpa musibah tetapi ia tidak menimpa kita, atau apabila negara jiran dilanda banjir yang teruk. begitu juga apabila pulang bermusafir dengan selamat dan apabila terselamat daripada kemalangan, ucapkan ‘alhamdulillah.’ Pendek kata, bersyukur dengan lisan hendaklah dibudayakan dalam diri masyarakat.
Rasulullah pernah bersabda, maksudnya: ‘Sesiapa sahaja yang melihat orang yang ditimpa musibah, kemudian dia berkata ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku daripada musibah itu,’ lalu memuji ‘ Allah, maka orang tersebut tidak akan ditimpa musibah tersebut .”(Riwayat al-Bahaqi)
Dengan mengucapkan alhamdulillah, ia bukan untuk menempelak orang yang ditimpa musibah itu (kerana kita wajar ucapkan kata-kata simpati kepada mereka), tetapi ucapan tersebut untuk diri kita yang terselamat atau terhindar daripada musibah tersebut.
Syukur dengan lisan juga adalah dengan menampakkan kesan nikmat Allah pada diri kita. Dalam riwayat al-Baihaqi, Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: ”Alangkah baiknya salah seorang daripada kamu jika dia rmembeli dua pakaian untuk hari Jumaat selain dua pakaian untuk bekerja.
Jika ada kelapangan rezeki, sediakan pakaian untuk solat dan bekerja. Menyediakan pakaian untuk solat dan bekerja menunjukkan tanda syukur kita terhadap nikmat yang Allah berikan di dunia ini tanpa melupakan hakikat hari akhirat nanti. Perbuatan ini termasuk dalam kategori syukur dengan lisan, yakni menampakkan kesan hikmat Allah pada diri. Begitu juga apabila mengadakan kenduri kesyukuran, ia sebagai syukur dengan lisan dengan menguar-uarkan dan berkongsi nikmat yang diperoleh daripada Allah kepada orang lain.
Dengan kedua-dua sikap tersebut, sebenarnya kita telah ”mempamerkan ” kesan nikmat Allah kepada masyarakat. Allah suka jika kita menampakkan kesan nikmat yang dikurniakan olehnya kepada hamba-hambanya yang lain. Apabila Allah suka, Allah akan menambah nikmatnya. Namun, perlu dijauhi niat menunjuk-nunjuk atau bermegah-megah terhadap orng lain.
3. Bersyukur dengan amal
Bersyukur dengan amalan adalah dengan menggunakan nikmat kurniaan Allah selaras dengan tujuan Allah mengumiakannya. Misalnya jika Allah memberikan ilmu dan apabila menyedari dengan hati bahawa ilmu itu datang daripada Allah, ucapkan kalimah kesyukuran alhamdulillah. Kemudian terus amal dan sampaikan ilmu tersebut. Begitu juga apabila dikurniakan harta, harta itu terus dibelanjakan ke jalan yang halal dan diredai Allah.
Apabila Allah memberi kesihatan, gunakan la untuk beribadah kepada Allah sama ada dalam ibadah umum ataupun khusus. Begitu juga apabila Allah memberikan masa lapang, ia perlu digunakan untuk menambahkan ilmu, menolong orang lain dan membuat perkara-perkara yang bermanfaat. Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai keluarga Daud, beramallah kalian untuk bersyukur.” (Surah Saba’34: 13)
Sekiranya tidak belamal, itu tandanya kita belum bersyukur sekalipun kita telah mengucapkan syukur melalui lisan dan merasainya dengan hati. Kita dapat lihat betapa ramai manusia yang menyalahgunakan nikmat ke arah jalan maksiat dan kemungkaran. Diberi ilmu, harta, rupa dan kesihatan tetapi semuanya disalahgunakan ke jalan yang batil dan mungkar. Mengapa tergamak kita gunakan nikmat untuk menderhakai Pemberi nikmat ini?
Akibat tidak bersyukur, nikmat itu akan ditarik balik, dibinasakan ataupun menjadi istidraj (pemberian nikmat untuk memudaratkan). Natijahnya, melalui nikmat Allah tidak dapat mendekatkan kita dengan Allah, tetapi semakin jauh daripadanya. Akibat yang lebih buruk, jiwa kita semakin tidak tenang walaupun dilimpahi harta yang banyak dan kuasa yang semakin tinggi.
Panduan Elemen-Elemen Syukur
Ketiga-tiga kaedah bersyukur (hati, lisan dan tindakan) tidak dapat dipisahkan dan semuanya perlu dilaksanakan serentak. Apabila ketiga-tiga kaedah ini dilaksanakan, barulah diri akan menjadi tenang dan dapat memberi ketenangan. Orang yang bersyukur akan banyak memberi. Jika kita bersyukur ketujuh-tujuh anggota; mata, telinga, Iidah, tangan, perut, kemaluan dan kaki akan memberi dan menjana kebalkan bukan sahaja kepada Allah, tetapl juga kepada manusia lain.
Syukur akan memperbanyakkan nikmat yang sedikit, menyelamatkan diri daripada kekufuran, merapatkan hubungan dengan Tuhan dan sesama insan serta akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Hayatiah sabda Rasulullah s.a.w. ini, maksudya: ‘Sesiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, pasti dia juga tidak akan mensyukuri nikmat yang banyak. Sesiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia pasti diajuga tidak berterima kasih kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah ini termasuklah ungkapan rasa syukur, sedangkan meninggalkannya adalah kufur. Berkumpul(berjemaah) itu suatu rahmat, sedangkan menyendiri itu satu petaka.(Riwayat Ahmad)
lngin ditegaskan sekali lagi bahawa orang yang bersyukur ialah orang yang merasakan dirinya rmempunyai kelebihan. Dan orang tersebut sahajalah yang sanggup memberi. Manakala orang yang sentiasa merasakan serba kekurangan tidak akan mampu memberi. Hanya apabila manusia memberi barulah segala yang ada dalam kehidupannya akan menjadi subur. lngatlah, kekayaan, kebahagiaan, ketenangan dan kejayaan hamba yang bersyukur akan digandakan.
Lihatlah betapa indahnya perumpamaan yang Allah nyatakan dalam al-Quran bagi hambanya yang sudi memberi (kesan sifat syukurnya). maksudnya: ‘Perumpamaan orang yang rnembelanjakan hartanya pada jalan Allah seperti sebutir biji benihyang menumbuhkan tujuh tangkai, dan setiap tangkai ada 100 biji. Allah melipatgandakan bagi sesiapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (kurniaannya) Iagi Maha Mengetahuif (Surah al-Baqarah 2: 261)
Bersyukurlah, nescaya kehidupan dunia dan akhirat kita menjadi subur.
Subscribe to:
Posts (Atom)